tirto.id - Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) mengusulkan angka ambang batas partai politik bisa mengajukan calon presiden atau presidential threshold sebesar 10-15 persen, diajukannya angka itu sebagai jalan tengah bagi Panitia Khusus RUU Penyelenggaraan Pemilu.
"Kami mencoba mengambil jalan tengah terkait presidential threshold di angka 10-15 persen," kata Sekretaris Jenderal Partai Hanura Sarifuddin Sudding di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis (15/6/2017), seperti dikutip dari Antara.
Lebih lanjut Sudding menjelaskan angka 10-15 persen merupakan usaha Partai Hanura menjembatani pendapat fraksi-fraksi terkait presidential threshold yaitu 20-25 persen dan 0 persen.
Ia mengatakan bahwa pengajuan angka presidential threshold di Pansus Pemilu belum disepakati semua fraksi karena adanya perbedaan antara pendapat fraksi-fraksi dengan pemerintah.
Sudding menjelaskan, saat ini masih ada parpol yang menginginkan angka presidential threshold sebesar 20-25 persen, adapula yang menginginkan 0 persen, dan masih adapula yang menginginkan angka 10-15 persen, sehingga ada tiga klaster.
"Pembahasan RUU Pemilu cukup menguras energi dan beberapa kali pertemuan-pertemuan serta kita juga lakukan pertemuan-pertemuan dengan ketua umum parpol dan sekjen masih belum ada titik temu, terkait masalah presidential threshold," ujarnya.
Untuk itu, dia berharap pada Kamis (15/6), pembahasan di Pansus Pemilu sudah memiliki titik temu karena hanya tinggal membahas presidential threshold, sementara yang lain hanya turunan saja seperti district magnitude, parliamentary threshold dan alokasi kursi di tiap daerah pemilihan.
Menurut Sudding, apabila pemerintah dan DPR tidak memiliki kesempatan dalam pembahasan RUU Pemilu, maka yang akan berlaku adalah UU Pemilu lama.
Menurut dia, semua itu tinggal tergantung pemerintah saja, apakah mau mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pelaksanaan pemilu serentak sesuai Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atau tidak.
"Harus ada payung hukumnya dengan membuat Perppu pemilu serentak karena dalam UU nomor 8 tahun 2015 tidak diatur tentang pemilu serentak," kata dia.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto