tirto.id - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, proses operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dalam kasus penerimaan suap sejumlah proyek di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada Selasa (7/1/2020).
OTT bermula setelah KPK mendapatkan informasi dari masyarakat yang menyebutkan akan ada transaksi penyerahan uang.
"Dalam kegiatan tangkap tangan ini, total uang yang disita KPK adalah Rp1.813.300.000. KPK akan mendalami lebih lanjut terkait dengan hubungan barang bukti uang dalam perkara ini," ujar Alex saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2020).
KPK memaparkan kronologi OTT Bupati Sidoarjo Saidul. OTT bermula setelah KPK memastikan telah terjadi serah terima uang terkait dengan pengadaan proyek infrastruktur di Kabupaten Sidoarjo.
Tim KPK terlebih dahulu menangkap Ibnu Ghopur, Totok Sumedi, dan Iwan di parkiran pendapa sekaligus rumah dinas bupati Sidoarjo, Selasa (7/1/2020) pukul 18.18 WIB.
KPK menyita uang Rp259 juta dari Ibnu. Masih pada hari yang sama, KPK menangkap Saiful dan ajudannya Budiman di kantor bupati pada pukul 18.24 WIB. Dari tangan ajudan bupati, KPK menyita tas ransel berisi uang Rp350 juta dalam pecahan Rp100 ribu.
KPK lalu bergerak menyita Rp225 juta dari rumah Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo Sunarti Setyaningsih.
Tim di lapangan lalu merangsek pada pukul 19.18 WIB, untuk menyita uang Rp229.300.000 dari Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo Judi Tetrahastoto di rumah pribadinya.
"Setelah itu, KPK mengamankan dua staf IGR [Ibnu Ghopus] di kantornya, yakni Siti Nur Findiyah dan Suparni pada pukul 19.40 WIB dan 23.14 WIB. Dari tangan Suparni, KPK menyita Rp750 juta dalam ransel hitam," ujarnya.
Dari pemeriksaan 11 orang yang ditangkap dalam OTT, KPK akhirnya menetapkan 6 tersangka selaku penerima yakni, Saiful Ilah (SFI), Sunarti Setyaningsih (SST), Judi Tetrahastoto (JTE), dan Sanadjihitu Sangadji (SSA). Sedangkan penyuap yakni, Ibnu Ghopur (IGR) dan Totok Sumedi (TSM).
Keduanya dijerat dengan pasal berbeda. Pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara penyuap disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali