Menuju konten utama

Organisasi Jurnalis Gelar Aksi Tolak Revisi UU Penyiaran di DPR

Sejumlah organisasi jurnalis menggelar demonstrasi menolak draf revisi UU Penyiaran yang dianggap mengancam kebebasan pers.

Organisasi Jurnalis Gelar Aksi Tolak Revisi UU Penyiaran di DPR
sejumlah id card wartawan dikumpulkan,sebagai bentuk solidaritas wujud penolakan draft RUU Penyiaran, Senin (26/5/2024). tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Sejumlah organisasi jurnalis menggelar aksi unjuk rasa menolak draf revisi UU Penyiaran yang isinya dianggap mengancam kebebasan pers di depan Gedung DPR/MPR RI, Senin (26/5/2024).

Organisasi-organisasi jurnalis tersebut antara lain Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), PWI, IJTI, Pewarta Foto Indonesia (PFI), hingga pers mahasiswa.

Seturut pantauan reporter Tirto di lokasi, mereka tampak membawa sejumlah spanduk berisi tuntutan penolakan terhadap draf revisi UU Penyiaran. Di antaranya tertera “Dukung Kebebasan Pers”, “Tolak Revisi UU Penyiaran”, “Pers Bukan Papan Iklan, Bebasin Dong”.

Ada pula spanduk bertuliskan “Jurnalisme Investigasi Dikebiri Demokrasi Mati”, “Stop Kriminalisasi Jurnalis!”, “Pers Merdeka, Rakyat Berdaya”.

Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan, mengatakan bahwa pihaknya hari ini menggelar aksi di depan Gedung DPR/MPR tidak hanya untuk kepentingan jurnalis, tapi seluruh rakyat Indonesia.

"Hari ini, kita berkumpul di gedung yang sangat paripurna, gedung DPR/MPR, untuk menyuarakan hati nurani bukan hanya jurnalis, tapi seluruh penduduk Indonesia," kata Herik dalam orasinya.

Herik meminta DPR menghentikan proses dan mencabut pasal-pasal bermasalah dalam draf revisi UU Penyiaran. Dia mengatakan bahwa jurnalis perlu melawan sebelum draf revisi UU yang baru dibahas menjadi RUU di Badan Legislasi Nasional (Baleg) DPR RI. Pun menurut Herik, pasal-pasal itu tidak ada manfaatnya sama sekali.

"Menghentikan dan mengeluarkan pasal-pasal yang tidak bermanfaat itu dari pembahasan Baleg itu supaya tidak dilanjutkan dibahas jadi RUU," tutur Herik.

Sebagai informasi, revisi UU Penyiaran sudah disepakati di Baleg DPR RI untuk menjadi RUU usulan DPR. Padahal, insan pers, pegiat jurnalisme, dan kelompok masyarakat sipil telah menyuarakan ketidaksetujuannya. Pasalnya, revisi UU Penyiaran ini dianggap bakal membungkam kebebasan pers dan berpotensi mengancam kreativitas kreator konten yang turut kena imbas beleid tersebut.

Beleid ini juga terkesan memberi karpet merah kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Sejumlah isi pasal kontroversi dalam draf revisi UU Penyiaran ini di antaranya adalah larangan penayangan eksklusif konten investigasi. Hal itu termaktub dalam Pasal 50B Ayat 2 Butir C.

Kemudian, kritik juga dilayangkan untuk poin penyelesaian sengketa oleh KPI. Pasal 42 Ayat 2 menyebut bahwa sengketa jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai aturan undang-undang. Lalu, di Pasal 51 Huruf E juga tercantum bahwa sengketa hasil keputusan KPI bisa diselesaikan lewat pengadilan.

Baca juga artikel terkait REVISI UNDANG-UNDANG atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Fadrik Aziz Firdausi