Menuju konten utama

Orangtua, Timbanglah Risiko Memakai Baby Walker

Penggunaan baby walker di Kanada dilarang dan di Amerika Serikat dibatasi. Ada apa gerangan?

Orangtua, Timbanglah Risiko Memakai Baby Walker
Ilustrasi efek baby walker. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Sebagian orangtua menganggap baby walker sebagai salah satu benda yang wajib dimiliki saat memiliki anak. Benda serupa kursi yang diberi roda di keempat kakinya itu dianggap membantu pekerjaan mereka dalam mengajar anak berjalan. Padahal, selain berbahaya, baby walker justru menghambat anak dalam melakukan langkah pertamanya.

Yulis Yasinta (26) adalah satu dari sekian orangtua yang memakai baby walker sejak anaknya berusia tujuh bulan. Selama itu, Ulis, panggilan akrabnya, memanfaatkan baby walker sekaligus sebagai “penjaga” sang anak saat dirinya sibuk melakukan aktivitas lain. Yulis memang mengakui, baby walker tak terlalu membantu anaknya belajar berjalan.

“Pakai baby walker malah cenderung nabrak-nabrak, dan anakku jalan [saat] berumur setahun sepertinya juga bukan karena bantuan alat itu.”

Ulis bisa leluasa membeli dan memakai baby walker karena di Indonesia tidak ada aturan yang membatasi penjualan dan penggunaannya. Di Kanada, ceritanya beda lagi. Di negara tersebut, baby walker dilarang penjualannya sejak 2004. Pemerintah Kanada bahkan menyiapkan sanksi denda sebesar $100 ribu atau enam bulan penjara bagi mereka yang nekat menggunakan alat ini. Kanada merupakan negara pertama di dunia yang menerapkan larangan keras terhadap penggunaan baby walker.

Pelarangan baby walker di Kanada bukanlah tanpa sebab. Dari data yang dikumpulkan dari 16 rumah sakit di Kanada, ada sekitar 1.935 cedera pada bayi berusia 5-14 bulan akibat alat ini. Data tersebut diakumulasikan dari cedera sejak 1990 hingga 2002.

Cedera yang dilaporkan terkait dengan kejadian jatuh dari tangga, terbalik, menggapai benda berbahaya seperti racun atau minuman panas, serta menabrak kompor atas pemanas. Selain Kanada, ada juga Amerika Serikat yang membatasi penjualan baby walker. Produk yang dijual harus melewati standar keamanan dan tidak boleh diperjualbelikan dengan model sembarang mengikuti kemauan konsumen.

Keputusan tersebut diambil lantaran ada 8.800 bayi di bawah 15 bulan dirawat akibat cedera karena alat itu pada 1999. Malah, survei populasi di sana memprediksi ada 10 kali lebih banyak cedera ringan yang tidak dilaporkan karena korban dirawat di rumah atau dokter praktik. Lalu, antara 1973 hingga 1998, sebanyak 34 bayi meninggal karena kecelakaan serupa.

Kejadian yang paling sering dilaporkan adalah jatuh dari tangga dan cedera kepala. Akhirnya pada 1997, dibuatlah pedoman rancangan baby walker yang aman. Perusahaan harus membuat mekanisme pengereman untuk menghentikan alat jika salah satu roda menggelincir. American Academy of Pediatrics bahkan tidak mengizinkan penggunaan baby walker di pusat penitipan anak dan rumah sakit.

Infografik Baby Walker

Meluruskan Kekeliruan Keyakinan

Ironisnya, baby walker tak hanya berbahaya bagi keselamatan bermain anak, tetapi juga menunda perkembangan motorik dan mental mereka. Sayang, banyak orangtua belum menyadari hal tersebut. Terbukti setiap tahunnya di Amerika Serikat sebanyak 3 juta baby walker tetap ludes terjual meski ada peringatan bahaya kesehatan. Diperkirakan, alat ini masih digunakan oleh sebanyak 55-92 persen bayi di sana dan 75 persen bayi di negara seperti Turki.

Para orangtua beralasan baby walker membantu mereka menjaga anak, menghiburnya, mendorong, serta memberikan latihan berjalan. Bahkan, sepertiga dari mereka meyakini alat tersebut tetap aman digunakan bayinya.

Padahal, seorang dokter anak bernama Alan Greene dalam artikel di New York Times mengatakan produk tersebut paling bertanggung jawab atas cedera pada anak dibanding produk anak-anak jenis lain. Selain itu, Greene memastikan bayi yang menggunakan alat ini justru melewatkan tahapan cara untuk berjalan alami.

Baby walker membuat perkembangan jari anak berada dalam posisi yang tidak alami. Mereka meluncur di lantai dengan mudah, bergerak tegak sebelum waktunya,” papar penulis buku From First Kicks to First Steps ini.

Akibatnya, bayi-bayi itu akan belajar merangkak, berdiri, dan berjalan lebih lambat dari yang seharusnya. Perkembangan motoriknya akan terus tertunda selama selama berbulan-bulan. Greene menghitungnya setara dengan tiga hari untuk setiap 24 jam total penggunaan baby walker.

Kerugian terbesar mengenalkan baby walker kepada anak justru terlihat pada 10 bulan setelah penggunaan alat bantu jalan. Anak-anak dengan baby walker memiliki keterlambatan perkembangan mental, yang ditunjukkan dengan skor lebih rendah pada tes perkembangan mental. Sayangnya, hingga kini, Greene masih menemukan orangtua yang menggunakan alat bantu jalan dengan keyakinan keliru.

“Mereka tidak menyadari risiko penggunaan baby walker, mereka pikir itu menguntungkan," katanya.

Karena di Indonesia belum ada peraturan yang mengikat, pada akhirnya keputusan tetap pada orangtua: mau sedikit repot saat menjaga dan melatih anak berjalan, atau tetap pakai baby walker dengan segala risiko yang ada.

Baca juga artikel terkait PERKEMBANGAN ANAK atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani