tirto.id - Organisasi Kerjasama Ekonomi Dunia atau OECD menyoroti rendahnya rasio penerimaan pajak atau tax ratio Indonesia dibandingkan dengan negara lain di dunia. Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurría mengatakan rendahnya rasio pajak itu amat berisiko karena kemampuan pemerintah menjadi sangat terbatas dalam mengambil kebijakan.
“Saya berbicara mengenai tax ratio Indonesia 11,9% terhadap PDB. Itu adalah salah satu yang terendah di dunia. Apa yang terjadi? Itu artinya kemampuan pemerintah sangat kecil. Karena pemerintah tidak dapat berbuat apapun lebih dari 12% PDB,” ucap Angel dalam konferensi pers virtual terkait peluncuran survey OECD, Kamis (18/3/2021).
Angka 11,9% yang disebutkan Angel mengacu pada data tax ratio yang dikumpulkan OECD dari berbagai negara per 2018. Dari total 24 negara yang disurvei OECD, Indonesia muncul dalam urutan paling bontot. Sebagai perbandingan Thailand mampu mencapai 17,5% PDB, Singapura 13,2% PDB, Malaysia 12,5% PDB, dan Papua Nugini 12,1% PDB.
Tax ratio Indonesia belakangan juga terus turun. Pada 2019 misalnya hanya mencapai 9,76% PDB. Pada 2020 nilainya diperkirakan 7,9% PDB dan ditargetkan dapat naik ke 8,25-8,63% di 2021.
Angel yang berkewarganegaraan Meksiko ini mengatakan kondisi serupa juga terjadi di negara asalnya. Meksiko memiliki rasio pajak yang sangat rendah dan akhirnya sangat bergantung pada pendapatan sumber daya alam seperti migas.
Imbasnya negara tidak banyak berbuat apa-apa saat berhadapan dengan kebutuhan air bersih, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Sebagian kebutuhan itu akhirnya harus diserahkan pada swasta dan sebagian dipenuhi dari utang.
“Kamu menjadi sangat bergantung pada swasta untuk melengkapinya karena kapasitas pemerintah terbatas,” ucap Angel.
Menurut Angel, Indonesia perlu segera menaikan rasio pajaknya agar dapat membiayai kebutuhan belanja negara. Ia pun menyoroti banyaknya wajib pajak Indonesia yang masih belum taat membayar terutama warga yang berpendapatan tinggi dan korporasi.
“Jika kami lihat di komposisi pajaknya, kamu bisa lihat masih ada ruang perbaikan untuk meningkatkan penerimaan pajak,” ucap Angel.
Menteri Keuangan Sri Mulyani tak menampik pentingnya meningkatkan penerimaan pajak. Ia memastikan pemerintah akan berupaya meningkatkan penerimaan terutama melalui reformasi kebijakan pajak.
Sri Mulyani juga mengincar potensi pajak digital yang akan disepakati dalam forum G20. Menurutnya hal ini akan cukup signifikan meningkatkan penerimaan negara disamping memperdalam basis pajak di Indonesia.
“Saya senang dalam forum G20, kami akan menyepakati kesepakatan terkait pajak digital. Saya pikir ini cukup adil dan baik,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual terkait peluncuran survey OECD, Kamis (18/3/2021).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan