Menuju konten utama

Nasib Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi: Gagal Meroket, Mentok di 5%

Jokowi gagal menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia ke angka 7 persen seperti yang dijanjikan pada masa kampanye Pilpres 2014.

Nasib Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi: Gagal Meroket, Mentok di 5%
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat membuka pameran Ideafest 2018 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (26/10/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

tirto.id - Perekonomian Indonesia di lima tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo jauh dari janji yang diiming-imingkan pada masa kampanye Pilpres 2014. Alih-alih mencapai pertumbuhan 7 persen, ekonomi Indonesia justru mentok di kisaran 5 persen.

Tahun lalu, di akhir periode pertama pemerintahan Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia justru mengalami perlambatan dan hanya bertumbuh sebesar 5,02 persen.

Di samping meleset dari target APBN 2019, yang dipatok sebesar 5,2 persen, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun lalu juga merupakan yang terburuk dalam kurun empat tahun terakhir.

Meski demikian, Jokowi menyebut bahwa capaian itu cukup memuaskan dan patut disyukuri.

Ia mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi adalah hal yang sulit terelakkan di tengah gejolak perekonomian global yang meliputi perang dagang hingga konflik geopolitik.

"Yang lain-lain [pertumbuhan ekonominya] bukan turun, anjlok. Kita ini, kalau enggak kita syukuri, artinya kufur nikmat. Pertahankan pada posisi yang seperti ini saja sulit sekali," ujar dia, di Istana Kepresidenan, Rabu (5/2/2020).

Apa pasal yang menyebabkan ekonomi Indonesia melambat di tahun ini? Padahal momentum untuk menggenjot perekonomian berkali-kali muncul, mulai dari pemilihan presiden (Pilpres) hingga pilkada serentak.

Jika menilik data BPS, hampir seluruh indikator perekonomian Indonesia di tahun lalu memang mengalami perlambatan.

Konsumsi rumah tangga, yang jadi motor utama penggerak perekonomian, cuma bisa tumbuh 5,04 persen pada tahun lalu atau lebih rendah dibandingkan 2018 yang tercatat sebesar 5,05 persen.

Sektor manufaktur, yang jadi penyumbang terbesar dalam struktur PDB Indonesia juga cuma tumbuh sebesar 3,8 persen year on year melanjutkan perlambatan yang telah terjadi dalam dua tahun terakhir.

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikator investasi hanya mampu tumbuh 4,45 persen—anjlok jika dibandingkan tahun 2108 yang mampu tumbuh 6,67 persen.

Melesetnya pertumbuhan ekonomi dari target 5,2 persen juga disebabkan oleh penurunan ekspor dan impor yang cukup dalam. Ekspor dan impor terkontraksi masing-masing sebesar 0,39 persen dan 8,05 persen.

Lupakan Pertumbuhan 7%

Tentu tak ada yang salah jika Jokowi menggunakan klausul "kufur nikmat" untuk merespons kritik atas pertumbuhan ekonomi yang stagnan.

Namun, mengutip pendapat ekonom Faisal Basri, "jangan sampai kelemahan kita sendiri dikesampingkan. Ibarat pepatah: gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang samudera tampak."

Faktor eksternal yang turut memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi domestik tak bisa terus menerus dijadikan kambing hitam dan perbaikan internal harus segera dilakukan pemerintah untuk mengerem perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Konsumsi rumah tangga, yang jadi tulang punggung penggerak perekonomian masih membutuhkan dukungan kebijakan baik melalui pemberian insentif pemerintah maupun kebijakan moneter BI.

Di samping itu, pemerintah harus lebih kencang mendorong kinerja manufaktur Indonesia yang terus-menerus mengalami kemunduran. IHS Markit mencatat, Indeks Manufaktur Indonesia di bulan Januari 2020 berada di level 49,3 atau kembali turun dari posisi bulan Desember 2019 yang berada di angka 49,5.

Jika pemerintah gagal mengangkat daya saing manufaktur, maka Indonesia akan sulit mengejar persaingan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, hingga Thailand dan tekanan eksternal terhadap Indonesia akan berdampak makin buruk bagi perekonomian domestik.

Apalagi, pertumbuhan perekonomian global berpotensi kian melambat akibat wabah Corona yang melanda Cina. Beberapa Bank Global seperti Foldman Sachs telah memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi Cina dari 5,9 persen menjadi 5,5 persen untuk tahun ini.

Dampak perekonomian Cina yang tumbuh melambat lantaran aktivitas produksi negara tersebut terganggu wabah virus Corona akan segera menjalar ke pertumbuhan perekonomian Indonesia, baik secara langsung maupun tak langsung.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sendiri bahkan menyebut wabah Corona bisa menggerus perekonomian Indonesia sebesar 0,1-0,29 persen.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz