tirto.id - Jason Momoa mungkin tidak asing dengan laut, sebab ia sendiri berasal dari Hawai yang secara geografis dekat dengan pantai. Akan tetapi menjadi manusia yang hidup di bawah laut merupakan hal yang berbeda bagi Momoa saat memerankan Aquaman.
Aquaman hidup sebagai manusia yang mampu hidup di dua alam, di bawah laut dan darat. Dalam film yang digarap oleh James Wan itu tampak peradaban laut lengkap dengan teknologi yang canggih. Sepertinya jauh di bawah sana, memang ada kehidupan.
Pertanyaannya, apakah manusia memang bisa hidup di dalam laut?
Jawabannya, mungkin bisa. Dalam penelitian yang dilakukan Melissa Llardo terhadap suku Bajau, disebutkan seleksi alam akan membantu orang Bajau, yang telah hidup di wilayah itu selama seribu tahun, mengembangkan keuntungan genetik mereka.
Orang Bajau bisa berada pada kedalaman 200 kaki dan bertahan selama 13 menit. Sementara manusia biasa pada umumnya bisa melakukan penyelaman tanpa alat hanya beberapa detik saja.
Penelitian yang berjudul Physiological and Genetic Adaptations to Diving in Sea Nomads itu nengatakan, limpa orang Bajau memiliki ukuran tertentu yang berbeda dengan manusia pada umumnya.
“Jika ada sesuatu yang terjadi di tingkat genetik, Anda harus memiliki limpa berukuran tertentu. Di sana kami melihat perbedaan yang sangat signifikan ini,” jelas Llardo seperti dikutip National Geographic.
Llardo dan timnya juga menemukan gen yang disebut PDE10A, yang diduga mengendalikan hormon tiroid tertentu pada orang Bajau.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Richard Moon dari Duke University School of Medicine, yang mempelajari bagaimana tubuh manusia merespons ketinggian dan kedalaman ekstrem.
Menurutnya ketika manusia menyelam lebih dalam ke dalam air, peningkatan tekanan menyebabkan pembuluh darah paru-paru dipenuhi dengan banyak darah. Dalam kasus ekstrem, pembuluh darah bisa pecah dan menyebabkan kematian.
Akan tetapi hal itu bisa berubah, selain adaptasi yang diwariskan secara genetik, pelatihan reguler dapat membantu mencegah efek itu.
“Dinding paru-paru bisa lebih beradaptasi. Mungkin ada kelonggaran yang berkembang selama berlatih. Diaphram bisa menjadi terenggang. Abs bisa menjadi lebih baik. Kami tidak benar-benar tahu jika hal-hal itu terjadi. Limpa dapat berkontraksi sampai batas tertentu, tetapi kita tidak tahu ada hubungan langsung antara tiroid dan limpa. Itu mungkin saja terjadi,” jelasnya.
Peradaban di Bawah Laut
Menurut penelitian, seratus tahun dari sekarang, populasi manusia akan tinggal di kota-kota bawah air dan di rumah-rumah 3D-cetak. Dilansir dari The Telegraph, Maggie Aderin-Pocock, ilmuwan ruang angkasa terkemuka di Inggris, dalam laporan yang ditugaskan oleh Samsung, mengatakan di masa depan kota-kota akan berevolusi menjadi peradaban bawah laut karena lahan di daerah perkotaan makin berkurang.
Tampak dari kota akan penuh dengan teknologi. Bangunan dan interior akan berubah menjadi ruang yang sangat fleksibel, dengan kamar yang dapat mengubah ukuran dan bentuk tergantung pada berapa banyak orang yang ada di sana pada satu waktu.
Dinding, langit-langit dan lantai akan memiliki teknologi tertanam yang akan memungkinkan kamar tidur menjadi jauh lebih kecil dan ruang tamu yang lebih besar.
“Rumah akan dikontrol melalui perangkat lunak yang akan mempelajari pola hidup kita dan menyarankan dekorasi dan perabotan yang sesuai, yang kemudian akan dibuat 3D,” jelas Aderin.
Dilansir dari BBC orang-orang hanya kurang berminat, motivasi, dan pendanaan untuk hidup di bawah laut. Perusahaan Polandia Deep Ocean Technology merupakan pihak yang punya inisiasi untuk itu. Mereka akan berangkat dari bidang pariwisata untuk membangun beberapa bangunan di bawah laut.
Rencananya mereka akan membangun hotel di bawah laut di Dubai, Singapura dan lebih dari satu lokasi Eropa, termasuk di Norwegia.
"Tidak banyak orang menyelam, tetapi kehidupan bawah laut itu indah dan penuh dengan segala jenis makhluk yang menarik. Orang-orang mungkin berpikir ini adalah proyek yang dimaksudkan hanya untuk orang yang sangat kaya, tetapi itu tidak benar. Sebenarnya itu tidak akan jauh lebih mahal daripada malam biasa di hotel, itu idenya," kata Pawel Podwojewski, arsitek perusahaan.
Editor: Dipna Videlia Putsanra