tirto.id - Penentuan tanggal pelaksanaan Pemilu 2024 masih tarik ulur. Semula direncanakan digelar pada 6 Oktober 2021, tapi berakhir batal. DPR memutuskan menunda setelah reses karena masih ada hal yang harus dibahas dan dimatangkan.
"Jadi dalam waktu kurang dari sebulan ini kita akan konsolidasi lagi termasuk ke MK, ke MA, ke kementerian infokom terus juga ke Bappenas, kemudian soal Kementerian Keuangan ini kan berkonsekuensi soal anggaran," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia di kompleks parlemen, Rabu (6/10/2021).
Pembahasan penentuan tanggal pemilu dan pilkada memang menghangat setelah DPR, pemerintah lewat Kemendagri, KPU dan stakeholder terkait membahas tanggal pemilu. Saat ini, muncul dua pandangan soal tanggal pelaksanaan pemilu yakni 21 Februari 2024 dan 15 Mei 2024.
Dalam rapat yang digelar pada 6 Oktober 2021, KPU menyarankan pelaksanaan pemilu digelar 21 Februari 2024. Ketua KPU Ilham Saputra beralasan, penentuan tanggal mempertimbangkan pelaksanaan teknis di lapangan seperti waktu penyelesaian pemilu dan penetapan hasil.
Mereka juga menimbang soal beban kerja adhoc serta irisan waktu tahapan pemilihan hingga tanggal pemungutan suara yang bersinggungan dengan hari raya keagamaan. Sementara itu, dalam pelaksanaan pilkada, KPU sepakat digelar pada 27 November 2024 sesuai UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Pemerintah lebih memilih tangggal 15 Mei 2024. Hal tersebut berdasarkan hasil simulasi antara Kemenkopolhukam dan Kemendagri pada 27 September 2021. Tanggal tersebut mempertimbangkan kegiatan pemilu yang efisien, anggaran yang efisien, hingga masa kampanye diperpendek. Penentuan tanggal pun sudah berhitung soal waktu sengketa pemilu dan putaran kedua.
"Pilihan pemerintah adalah 15 Mei, ini adalah tanggal yang dianggap paling rasional diajukan kepada KPU dan DPR sebelum tanggal 7 Oktober tidak bisa mundur ke berikutnya lagi karena tahapannya harus ditentukan tanggalnya, itu keputusannya tadi," kata Mahfud saat menyampaikan secara terbuka hasil rapat internal pembahasan pemerintah soal pelaksanaan pemilu, 27 September 2021.
Pemerintah tetap bersikukuh pada 15 Mei 2024 sesuai hasil keputusan kala itu. Namun keputusan belum diambil akibat belum ada satu suara antara DPR, KPU dan penyelenggara pemilu lain dan pemerintah.
Motif dan Apa Untung Ruginya?
Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Erik Kurniawan mendorong agar penentuan tanggal pemilu segera diputuskan. Dalam kasus ini, ia tidak tahu siapa yang diuntungkan karena pemerintah menekankan keinginan mereka bahwa pemilu berjalan efisien dari segi waktu, biaya dan transisi pemeritahan, sementara KPU lebih mengedepankan beban kerja yang tidak terlalu berat.
Di sisi lain, kata dia, partai berada di dua sisi antara pemerintah dan KPU. Namun ia mengingatkan rakyat merugi bila negara terus menunda.
"Tidak ada yang lebih diuntungkan karena keputusan belum diambil. Tapi yang jelas, agak merugikan publik, karena jadi bingung kapan pemilu digelar. Padahal secara konstitusional kita sudah tahu bahwa pemilu wajib digelar setiap lima tahun," kata Erik kepada reporter Tirto, Jumat (8/10/2021).
Erik mengakui, pandangan KPU tentang penentuan tanggal 21 Februari masuk akal dari sisi teknis. KPU akan lebih mampu mengelola pelaksanaan pemilu yang cukup panjang antara pemilu nasional yang berlangsung 21 Februari dengan pilkada yang dijadwalkan 27 November 2024. Akan tetapi, konsekuensi negatifnya adalah adanya masa transisi dari Maret mulai dari pengumuman hasil pemilu hingga pelantikan presiden.
Sementara itu, kata Erik, konsep pemerintah pun bisa dijalankan karena presiden terpilih bisa ditetapkan pada Oktober 2024 di minggu pertama Oktober meski ada gugatan PHPU di MK. Namun ia mengingatkan ada konsekuensi beban kerja penyelenggara pemilu cukup berat.
Ia pun mengakui bahwa pilihan mana pun tidak akan melanggar hukum selama mandat pelaksanaan pilkada tetap harus November 2024. Presiden terpilih pun harus bisa dilantik pada 20 Oktober 2024.
Akan tetapi, ia menegaskan penundaan pemilu justru membuat ruang pemilu Indonesia semakin terlihat tidak independen. Ia mengingatkan semakin cepat penentuan tanggal pemilu akan membuat semua stakeholder bisa bergerak, seperti KPU fokus penyusunan pelaksanaan pemilu, pemerintah fokus pada anggaran dan partai siap untuk turun, sedangkan publik siap menggunakan hak pilih.
Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah dan DPR segera menentukan tanggal pelaksanaan pemilu. "Semakin lama dibahas dan tertunda-tunda membuka peluang masuknya kepentingan-kepentingan yang bisa merugikan penyelenggaraan pemilu. Kalau semakin cepat ditetapkan akan baik bagi semua stakeholder," kata Erik.
Dosen Komunikasi Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai penentuan pelaksanaan pemilu tidak sekadar tanggal. Ia menilai, penentuan tanggal juga didasari dengan visi dan semangat pembangunan bangsa karena pemilu adalah titik tolak kelanjutan pembangunan bangsa.
"Keberlangsungan kehidupan bangsa ini, jadi kalau penentuannya masih tarik menarik soal kepentingan, penentuannya masih soal tarik menarik tentang interest, ini gak akan jadi-jadi," kata Hendri kepada reporter Tirto.
Hendri lantas menilai pemerintah sebaiknya langsung menentukan tanggal pemilu sesuai perundang-undangan yang berlaku. Menurut Hendri, negara tidak perlu menggunakan alasan dana tidak ada sebagai pembenaran untuk penentuan tanggal.
Ia justru khawatir, situasi ini memicu spekulasi publik soal ada kepentingan dalam penentuan tanggal. Saat ini, kata Hendri, sudah ada narasi bahwa penundaan pemilu berkaitan dengan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi.
Sementara itu, dosen komunikasi politik Universitas Padjajaran Kunto A. Wibowo menilai, ada kerugian besar jika negara terus menunda penentuan tanggal pemilu. Ia beralasan, kerugian menyasar pada para kandidat Pemilu 2024, baik kandidat pileg, pilpres maupun pilkada hingga warga. Ia khawatir, publik akan semakin antipati bila penundaan terus dilakukan.
"Semakin tidak ada kejelasan, semakin ditunda-tunda, maka rakyat pun semakin bisa jadi, semakin nggak mau tahu. Akhirnya nanti, itu sangat merugikan demokratisasi Indonesia, kondisi demokrasi di Indonesia akan sangat dirugikan ketika pemilih akhirnya 'ya terserah lu lah'."
Kunto tidak mau menduga-duga siapa yang diuntungkan dari penundaan ini. Akan tetapi, ia hanya memastikan ada sebagian aktor politik yang menikmati keuntungan dari penundaan ini.
Spekulasi ini semakin nyata bila dikaitkan dengan rencana amandemen. Ia beralasan, eksekutif dan parpol bisa saja melakukan lobi politik untuk perubahan pasal seperti masalah perpanjangan periode jabatan atau penundaan pemilihan umum. Dengan demikian, hanya rakyat yang rugi akibat penundaan tersebut.
Oleh karena itu, Kunto menilai pemerintah sebaiknya segera menentukan tanggal pemilu tanpa ada alasan. Ia mencontohkan, alasan efisiensi anggaran pemilu menjadi tidak relevan bila pemerintah bisa mengalokasikan anggaran untuk pembangunan ibu kota baru yang tidak penting. Ia juga mengingatkan, kepastian tanggal pemilu akan membuat tahapan pemilu pada 2022 bisa berjalan lancar.
Di sisi lain, kata dia, posisi Indonesia di dunia internasional juga semakin baik, apalagi kondisi konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan banyak pihak. Ia menilai, penundaan pemilu akan mempengaruhi posisi Indonesia di mata negara lain di dunia.
"Kalau menurut saya itu akan sangat mempengaruhi geopolitik di Laut Cina Selatan apa yang terjadi di Indonesia nanti ini, semua pihak akan berkepentingan baik itu pihak di dalam maupun luar negeri dan menurut saya yang paling baik ya disegerakan mengikuti konstitusi di awal," kata Kunto.
Kunto menambahkan "Jadi kalau aturan main itu sudah disepakati di awal, jangan diubah di tengah-tengah," kata dia.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz