Menuju konten utama

Modus Pencucian Uang Bandar Narkoba: Mencatut e-KTP Fiktif

Penangkapan nasabah bank di Yogya berhasil membongkar jaringan narkoba Miming yang menyuplai pasar Banjarmasin-Jateng

Modus Pencucian Uang Bandar Narkoba: Mencatut e-KTP Fiktif
Ilustrasi Jaringan Narkoba. tirto.id/Lugas

tirto.id - Seorang pemuda kurus, yang membawa tas ransel, duduk di kursi nasabah BRI Unit Lempuyangan, Kota Yogyakarta. Petugas bank memintanya menunggu meski antrean lengang.

Tanpa ia sadari, seorang polisi bersenjata laras panjang dan satpam bersiaga di belakangnya, berdiri mengawasinya dan menjaga pintu.

Keduanya menanti aparat yang telah menghubunginya. Kepada pegawai bank, penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Tengah meminta agar pria itu “ditahan” saat datang ke bank, jangan dulu melayani transaksinya, supaya operasi penangkapan berjalan mulus.

Tak berselang lama, aparat membekuk Deden Wahyudi, warga Kota Banjarmasin usia 24 tahun dari Kalimantan Selatan itu. Deden ditangkap sesaat akan mengambil uang tunai yang diduga hasil penjualan narkotika.

Endro, tukang parkir BRI Unit Lempuyangan, mengisahkan penangkapan Deden itu terjadi pada 23 Januari 2019 sekitar pukul 11.30. BNN provinsi Jateng mengonfirmasi lokasi penangkapan di bank ini, meski manajemen BRI enggan memberi penjelasan.

“Dua bulan terakhir saya lihat orang itu. Sering ke bank. Seminggu bisa 2-3 kali. Enggak tahu ambil uang atau kirim. Saya kira mahasiswa, ternyata pelaku,” kata Endro.

Deden, menurut Endro, berpenampilan ala mahasiswa; memakai kaos, celana jins, sepatu, dan tas ransel. Ia datang ke bank dengan menumpang ojek online.

BNN Jateng menyangka Deden terlibat tindak pidana pencucian uang jaringan narkoba internasional. Ia menampung duit hasil jualan narkoba, menyamarkannya, dan menggunakannya lagi untuk membeli narkoba.

Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Jateng AKBP Suprinarto mencatat total duit yang disita dari Deden mencapai Rp4,8 miliar.

Dua sepeda motor dan dua televisi layar datar juga disita dari indekosnya di Kelurahan Bausasran, Kota Yogyakarta.

Kasus Deden pada awal Maret lalu telah dilimpahkan oleh penyidik BNN Jateng ke Kejaksaan Negeri Cilacap. Selanjutnya, Deden menjalani sidang di PN Cilacap karena melibatkan Christian Jaya Kusuma alias Sancai, yang kini menghuni Lapas Super Maksimum Security Batu Nusakambangan.

Sancai, yang terafiliasi dengan jaringan narkoba Miming, divonis 24 tahun penjara.

Merekrut Teman Sekolah

Deden Wahyudi masuk daftar buronan usai kasus pidana pencucian uang bosnya, Christian Jaya Kusuma alias Sancai, disidang di Pengadilan Negeri Cilacap pada Agustus 2018.

Kasus TPPU Sancai bermula dari pengembangan penyidik atas penangkapan Dedi Kenia Setiawan dengan barang bukti 800 gram sabu-sabu di Kota Semarang, 8 November 2017.

Sehari sebelumnya, Dedi telah mengedarkan 1 kilogram sabu-sabu tanpa tertangkap aparat. Sancai ditetapkan sebagai pengendali transaksi.

Penyidik BNN Provinsi Jateng menangkap Sancai, saat itu menghuni Lapas Pekalongan, pada November 2017. Jejak digital telepon genggam Sancai menunjukkan ada perintah kepada Dedi lewat aplikasi Blackberry Messenger untuk mengedarkan sabu-sabu.

Dedi bertemu Sancai sebagai sesama napi binaan Lapas Kedungpane Semarang pada Maret 2016-Maret 2017. Setelah Dedi keluar penjara, Sancai merekrutnya sebagai kurir.

Lewat dua anak buahnya, Charles Cahyadi dan Saniran, Sancai mentransfer Rp28,5 juta yang diserahkan kepada Dedi usai keluar penjara. Uang itu buat kebutuhan hidup Dedi yang pengangguran dan operasi istrinya. Belakangan, Dedi direkrut menjadi kurir sabu-sabu sebagai balas budi.

Kendati di penjara, Sancai masih mengendalikan peredaran narkoba serta pundi-pundi uang darinya—suatu kasus lazim dalam kejahatan narkoba di Indonesia. Sancai bisa menyuap sipir penjara sekalipun mendekam di lapas super ketat, berusaha menyuap perwira polisi agar mendapatkan keringanan hukuman, serta membayar informan.

Uang dari perdagangan narkoba itu disimpan oleh Charles Cahyadi. Uang itu dipakai salah satunya buat membayar Dedi membelikan narkoba.

Dalam persidangan dengan terdakwa Charles, terungkap ada Rp400 juta dan 2 batang emas, masing-masing seberat 850,210 gram serta 500,06 gram; semuanya milik Sancai.

Sejak 2014, Sancai mencium penjara di Banjarmasin setelah divonis 6 tahun karena mengedarkan 100 gram sabu-sabu. Barang haram ini diperoleh dari Fredy Pratama alias Miming, mengandalkan jaringan teman satu sekolah SMA Katolik di Banjarmasin, sekaligus bosnya. Miming jadi buron BNN dan Polri sejak 2013, kini diduga bersembunyi di Thailand—negara yang dikenal surga bandar narkotika di Asia Tenggara.

Belakangan, Fachrul Razi, teman satu SMA dengan Sancai, ikut tertangkap usai petugas mengungkap Deden Wahyudi.

Pada 2016, Sancai dipindahkan ke sejumlah penjara di Jateng karena masa hukuman lama. Hal itu justru dimanfaatkannya bersama tujuh narapidana lain yang ikut ditransfer dari Banjarmasin ke Jawa Tengah.

Bukannya memutus rantai perdagangan narkoba, transfer napi itu malah membentuk koloni dan membuat jaringan narkotika Miming berekspansi ke Jawa Tengah, dengan koneksi bandar internasional.

Penangkapan Deden Wahyudi di BRI Unit Lempuyangan, Kota Yogyakarta, bermula dari penelusuran jaringan Sancai. Ada empat rekening atas nama Saniran, warga Banjarmasin. Buku tabungan dan kartu ATM dikuasai Charles Cahyadi.

Dari sanalah BNN menggandeng Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisis Keuangan buat melacak transaksi rekening Deden, yang diduga digunakan Sancai untuk menampung duit penjualan narkotika.

Infografik HL Indepth Jaringan Narkoba

Infografik Pencucian uang jaringan narkoba. tirto/Lugas

Mengelabui Perbankan lewat e-KTP Fiktif

Ada kendala saat pelacakan Deden Wahyudi karena rekening bukan atas namanya. Ia memegang 8 rekening bank, yakni 6 buku tabungan dan kartu ATM atas nama Dandy Kosasih serta 2 rekening bank atas nama Raditya.

Hasil penelusuran penyidik, nama Dandy Kosasih dan Raditya hanya kedok menghindari pelacakan aparat yang mencurigai transaksi keuangannya.

E-KTP atas nama keduanya diperkuat dengan surat keterangan dan kartu keluarga atas nama Raditya, yang dikeluarkan oleh dinas kependudukan setempat.

Dua nama itu, dari penelusuran Tirto, memiliki identitas e-KTP yang terdaftar dalam sistem administrasi kependudukan, tetapi sebenarnya fiktif alias orangnya tak pernah ada.

Kepada penyidik, Deden mengaku hanya menyetor foto. Identitas palsu diperoleh dari seseorang dari jaringannya yang memanfaatkan makelar untuk berhubungan dengan dinas kependudukan setempat.

Penyidik menangkap Deden setelah terdeteksi kerap bertransaksi dengan dua rekening BRI atas nama Dandy Kosasih.

“Intensitas transaksi Deden paling tinggi ada di Bank BRI Unit Lempuyangan. Setelah pengintaian dan pelaku terkonfirmasi, lalu kami tangkap dia saat akan bertransaksi,” kata AKBP Suprinarto.

Belakangan, penyidik menangkap Fachrul Razi di Kapuas Hulu, Kalimantan Tengah, awal April 2019. Dalam jaringan ini, Razi menampung duit Sancai dalam rekening atas nama Saniran.

Razi punya identitas lain untuk menyamar, yakni satu e-KTP dan NPWP atas nama Yamani Aburizal dan dua e-KTP bernama Muhammad Junaidi. Ketiga e-KTP dilengkapi surat keterangan pas foto, persis dengan wajahnya, dari dinas kependudukan setempat. Identitas ini digunakan untuk membuka sejumlah rekening bank.

“Razi ini dicari-cari. Ia orang lama di dunia narkoba. Kami sita uang tunai dan asetnya senilai total Rp5 miliar,” kata AKBP Suprinarto.

Penangkapan Razi berkelok. Penyidik mengidentifikasi pelaku dari identitas rekening bank. Seorang penyidik berkata Razi mencatut data diri Yamani Aburizal untuk membuat surat keterangan lalu membuat e-KTP.

Yamani Aburizal adalah sosok nyata. Ia penjual nasi goreng dari Kelurahan Sungai Bilu, Banjarmasin.

Penyidik BNN Provinsi Jateng pernah menangkap Yamani, lalu melepasnya karena tak punya hubungan apa pun dengan Razi, termasuk tak tahu sama sekali ada duit miliaran rupiah dalam rekening atas namanya.

“Jadi modus TPPU jaringan Sancai ini pakai data-data pihak ketiga, di luar jaringannya, untuk buat rekening bank. Supaya kelompoknya tak terdeteksi,” ungkap AKBP Suprinarto.

Kabag Humas BNN Brigjen Sulistyo Pudjo mengatakan akan terus mengusut aliran dana dan aset tersangka pencucian uang jaringan Sancai.

“Sebagian dari jaringan Sancai sudah terpidana. Sebagian masih penyidikan,” katanya.

Modus TPPU jaringan Sancai serupa tipologi pencucian uang yang telah dipetakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Ada tiga prosedur awal mencegah tindak pidana pencucian uang di perbankan, yakni mengenal calon nasabah, melakukan uji tuntas calon nasabah, dan menguji tindakan calon nasabah.

Dalam kasus jaringan narkotika Sancai dan Miming, prosedur ini seharusnya berjalan saat Deden Wahdyu dan Fachrul Razi membuat rekening bank, karena keduanya melanggar prosedur pencegahan TPPU.

Kepada penyidik, Deden mengaku menyodorkan e-KTP atas nama Dandy Kosasih dan Raditya, dua orang fiktif, saat membuka rekening. Sementara Razi menyodorkan surat keterangan dengan fotonya, tapi data NIK sesungguhnya milik Yamani Aburizal.

Modus ini digunakan Sancai untuk menghindari pendeteksian aparat bahwa ia pemilik sesungguhnya (beneficial owner) dari pundi-pundi uang dalam rekening hasil penjualan narkotika tersebut.

Baca juga artikel terkait KASUS NARKOTIKA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali
Editor: Fahri Salam