tirto.id - Sopir mobil antar-jemput saya semasa SD punya mobil idaman yang tak henti-hentinya dia bicarakan. Ia mendambakan minibus berukuran lebih besar ketimbang Daihatsu Zebra yang digunakannya saat itu
Dengan mobil yang lebih baik, anak-anak sekolah yang menumpang di dalamnya tidak akan berdesak-desakan. Begitu harapnya. Selain itu, kata dia, supaya anak-anak juga bisa merasakan "naik jemputan pakai AC".
Mimpi itu dipendam oleh sang sopir selama sedikitnya dua tahun. Sampai akhirnya, pada peralihan milenium, dia berhasil mendapatkan mobil idamannya tersebut: minibus Mitsubishi Colt L300 berwarna merah.
Benar saja, dengan mobil tersebut, kami tak lagi berdesak-desakan dan sesekali bisa merasakan AC, terutama ketika hujan turun dan semua jendela mobil mesti ditutup.
Minibus L300 Berwarna dan Tahun Kematiannya
Ada alasan Mitsubishi Colt L300 jadi idaman sopir antar-jemput saya waktu itu. Dalam wujud minibus Starwagon, L300 sudah sering menjadi mobil antar-jemput maupun travel. Ukurannya lebih bongsor ketimbang minibus lain sehingga bisa memuat lebih banyak penumpang. Selain itu, mesinnya tersedia dalam versi bensin serta diesel sehingga lebih fleksibel bagi pengusaha jasa transportasi.
Di Indonesia, usia L300 sudah cukup tua. Ia pertama kali datang pada 1981, dua tahun setelah resmi diperkenalkan di Jepang dengan nama Delica (Delivery Car). L300 resmi mengaspal di jalanan Indonesia dengan mesin berkapasitas 1.400cc, berbahan bakar bensin. Varian pertama tersebut bertahan selama tiga tahun.
Pada varian kedua, Mitsubishi tidak cuma menaikkan kapasitas mesin untuk versi bensin, tetapi juga memperkenalkan versi diesel. Kapasitas versi bensin dinaikkan menjadi 1.600cc 5-percepatan, sedangkan versi diesel diperkenalkan dengan mesin berkapasitas 2.300cc.
Tentu ada alasan di balik produksi L300 versi bensin dan diesel. Dari segi tenaga, versi diesel lebih kecil (65 PS pada 4.200 rpm) dibanding versi bensin (75 PS pada 5.000 rpm). Namun, torsinya lebih unggul (137 Nm pada 2.000 rpm berbanding 127 Nm pada 3.000 rpm). Karena itulah versi diesel lebih cocok digunakan sebagai kendaraan angkut barang.
Tak puas dengan mesin yang sudah ada, pada 1988, Mitsubishi kembali meningkatkan kualitas versi diesel L300, dari 2.300cc menjadi 2.500cc. Mesin berkode 4D56 Astron tersebut dapat mengeluarkan daya puncak 74 PS di putaran 4.200 rpm dan torsi maksimal 142 Nm pada 2.500 rpm. Mesin diesel inilah yang, pada tahun 2000, akhirnya "membunuh" versi bensin dari L300. Lantaran kalah laku akibat lebih boros, versi bensin L300 disuntik mati oleh Mitsubishi pada tahun tersebut.
Dari sisi tampilan, L300 tak banyak berubah. Jika dibandingkan dengan versi pertama, versi terkini L300 sepintas terlihat sama. Memang, grille dan logo Mitsubishi sudah mengikuti desain terbaru, begitu juga dengan lampu yang menjadi kotak. Akan tetapi, desain secara umum mirip, yaitu kotak dengan garis tegas. Tak seperti Suzuki Carry modern yang garis-garisnya lebih lembut, L300 tetap setia dengan tampilan klasiknya.
Saat ini, menurut laman web resmi Mitsubishi Indonesia, New Colt L300—versi termutakhir dari seri ini—ditawarkan hanya dalam dua varian. Pick up flat deck alias mobil pikap dibanderol Rp236.600.000 (OTR Jabodetabek), sedangkan cab chassis (tidak dilengkapi bak pikap) dapat dibeli dengan harga Rp234.100.000 (OTR Jabodetabek).

Lantas, ke mana perginya versi minibus L300?
Well, sejak 2010, Mitsubishi sudah "menyerahkan" L300 versi minibus ke Isuzu yang memiliki lini Bison. Sepintas, Bison dan L300 terlihat sama karena Bison memang merupakan hasil kolaborasi kedua jenama tersebut. Bodi dan sasisnya dari Mitsubishi, sementara mesin diproduksi oleh Isuzu. Itulah alasan harga antara Bison dan L300 berbeda.
Nah, sejak Bison muncul, L300 sudah tidak lagi menyediakan versi minibus sampai sekarang. Akan tetapi, versi minibus dari Bison pun tidak bertahan lama karena tidak laku. Lalu, ia digantikan sepenuhnya oleh Isuzu Traga yang lebih besar dan mampu menyediakan lebih banyak ruang.
Pada 2014, Mitsubishi sebenarnya sempat menghadirkan Delica minibus ke Indonesia. Akan tetapi, semua kendaraan diimpor secara CBU dari Jepang dan akhirnya gagal menjadi produk yang diminati secara massal. Pada 2018, PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) memutuskan untuk menghentikan penjualan MPV tersebut.
Tangguh di Jalanan, Andal di Medan Balapan
Berhentinya produksi L300 minibus sebenarnya agak disayangkan karena, pada era keemasannya, ia benar-benar multifungsi. Ada yang digunakan sebagai ambulans, ada pula yang digunakan sebagai mobil antar-jemput dan travel. Bahkan, PT Pos Indonesia sempat menjadikannya senjata andal, baik sebagai mobil pengangkut surat dan paket maupun mobil pelayanan e-Mobile Pos—sekarang fungsi tersebut telah digantikan oleh Daihatsu GranMax.
Maraknya penggunaan L300 di berbagai bidang jelas tidak bisa dipisahkan dari berbagai kelebihan yang dimilikinya: mesin bertenaga, perawatan mudah, kapasitas besar. Paling-paling, kekurangannya hanya boros bahan bakar, terutama saat muatan sedang penuh. Namun, itu wajar karena kubikasi mesinnya memang besar.
Dari sini, bisa disimpulkan bahwa L300 alias El-sapek (slang Tionghoa, sapek berarti 300) adalah mobil bandel.
Pada dekade 1980-an, kebandelan L300 bahkan pernah diuji dalam ajang reli Paris-Dakar (sekarang Reli Dakar). Mobil yang diikutkan dalam reli tersebut memang tidak sama persis dengan versi yang tersedia di Indonesia. Di Indonesia, versi yang dipasarkan berpenggerak roda dua (2WD), sementara yang ikut balapan itu berpenggerak empat roda (4WD).
Tak cukup sampai di situ, iklan resmi L300 4WD di Jepang pada 1982 juga menggambarkan betapa tangguhnya mobil tersebut melahap medan berat, mulai dari jalan berpermukaan kasar, sungai, hingga jalan menanjak. Bahkan, secara hiperbolis, mobil ini sampai digambarkan bisa terbang melayang saking kuatnya.
Meski sedikit lebai, iklan itu sebenarnya cukup mewakili kemampuan L300 dalam penggunaan sehari-hari. Ia memang tangguh digunakan di medan apa pun. Saat ini, misalnya, di Indonesia, tepatnya di wilayah Palembang, mobil-mobil L300 dimodifikasi dengan spek off-road untuk menjadi pengangkut pasir. Di situ ia bersanding dengan mobil-mobil lain, seperti Isuzu Traga dan Isuzu Panther, tanpa terlihat "tidak pada tempatnya".

Bicara soal reli dan off-road, tahukah Anda bahwa Mitsubishi New Colt L300 saat ini bermesin mirip dengan Mitsubishi Pajero Sport?
Dalam sejarah reli Dakar, Pajero adalah legenda. Akan tetapi, Pajero Sport yang banyak sekali ditemukan di Indonesia sekarang ini sebenarnya bukanlah Pajero. Selain segmentasinya berbeda (Pajero adalah big SUV, sedangkan Pajero Sport medium SUV), sejarah keduanya pun berbeda. Pajero adalah Pajero yang lahir pada 1982. Sementara itu, Pajero Sport pertama kali lahir dengan nama Mitsubishi Challenger pada 1996. Meski begitu, baik Pajero maupun Challenger sama-sama pernah berkompetisi di reli Dakar.
Maka, tidaklah mengherankan apabila dua mobil tersebut memiliki mesin yang mirip. Saat ini, New Colt L300 dilengkapi dengan mesin 4N14 2.2 liter turbo diesel, motor yang pernah jadi inti dapur pacu Pajero Sport versi lawas. Akan tetapi, saat ini, Pajero Sport memang sudah dilengkapi dengan mesin lebih canggih: 4N15 2.4 liter MIVEC Turbo.
Meski sama-sama dibekali mesin 4N1X, tentu saja setelan, sistem pengaturan dan kapasitas mesinnya tidaklah sama. Mesin 4N15 milik Pajero Sport dirancang untuk performa tinggi dan efisiensi bahan bakar yang optimal, sementara 4N14 pada L300 lebih disesuaikan untuk ketahanan dan torsi bawah dalam fungsinya mengangkut barang.
***
Mitsubishi L300 bukanlah mobil biasa, dan di sini kita tidak bicara soal memori kolektif dan semacamnya, melainkan soal peruntukan. Sedari awal, L300 memang didesain jadi kendaraan tahan banting yang andal di segala medan. Itulah alasan mobil ini mampu dipacu di mana pun, mulai dari trek reli Paris-Dakar, pegunungan Wonosobo yang berkelok-kelok, sampai jalur penambangan pasir Sumatra Selatan.
Sejak awal, Mitsubishi memang secara serius membangun citra bandel dan kokoh lewat berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh L300. Itulah alasan L300 masih menjadi mobil niaga pikap terpopuler ketiga di Indonesia pada 2024, di bawah GranMax dan Carry, bahkan meski tanpa facelift signifikan.
Artinya, ada hal-hal fundamental dari L300 yang tidak bisa dinafikan begitu saja, meskipun pabrikan lain menawarkan desain dan, barangkali, teknologi yang lebih menawan. Menilik pencapaiannya sampai 2024 lalu, rasanya L300 akan terus terjual dengan baik di Indonesia hingga waktu yang lama. Apalagi, versi terbarunya sudah dilengkapi mesin yang memenuhi standar Euro 4.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadli Nasrudin
Masuk tirto.id


































