tirto.id - Tubuhnya ringkas, mesinnya sederhana, dari ia bisa melaju di medan yang tak bisa dijangkau kendaraan lain. Bergerak lincah dari pengintaian senyap hingga evakuasi medis darurat.
Jeep Willys lahir dari kebutuhan militer yang mendesak pada 1941. Kendaraan 4x4 yang tangguh ini menjadi andalan berbagai pasukan di medan perang. Menurut majalah Army Research and Development terbitan Januari-Februari 1978, asal-usul penamaan “Jeep” berasal dari huruf “GP”, yang merupakan singkatan dari truk “General Purpose”.
Versi lain berpendapat bahwa istilah ini berasal dari “Eugene the Jeep” dalam komik strip “Popeye” karya E. C. Segar. Versi ketiga mengatakan mobil ini pertama kali disebut “Peep” karena mobil komando 1/4 ton yang sebelumnya digunakan telah dijuluki “Jeep” oleh pasukan Divisi ke-34 selama manuver pada tahun 1940.
Dirancang untuk Perang
Di ambang Perang Dunia II, Angkatan Darat Amerika Serikat masih dibayangi kekacauan logistik dari perang sebelumnya. Kendaraan sipil yang dipakai secara acak membuat perbaikan dan pasokan suku cadang jadi mimpi buruk. Mereka tak ingin mengulang kesalahan itu.
Juni 1940, saat Eropa mulai bergolak, militer AS mengirim permintaan ke 135 produsen mobil untuk membuat kendaraan pengintai ringan, tangguh, dan bisa diandalkan di medan apa pun. Hanya tiga yang menjawab: American Bantam Car Company, Willys-Overland, dan Ford Motor Company.
Bantam, meski kecil dan nyaris bangkrut, jadi yang pertama menyodorkan prototipe: Bantam Reconnaissance Car. Cetak biru jip lahir dari sana.Tapi militer AS ragu Bantam sanggup produksi massal.
Kesempatan itu dimanfaatkan Willys-Overland. Dalam 75 hari, mereka merancang “Quad”, prototipe dengan mesin “Go-Devil” buatan Delmar Roos. Tenaganya jauh lebih besar dari milik Bantam dan Ford.
Namun, lahirnya jip bukan hasil kerja satu perusahaan. Pengujian terhadap ketiga prototipe secara umum membuktikan Willys yang terbaik; Bantam menyusul, sementara Ford berada di posisi ketiga. Akhirnya, lahirlah kendaraan gabungan: desain Bantam, mesin Willys, dan efisiensi Ford.
Ketiga prototipe terus disempurnakan. Quad berubah jadi Willys MA, lalu MB, setelah Willys berhasil memangkas bobot kendaraan demi memenuhi standar militer.
Juli 1941, Willys-Overland resmi mendapat kontrak produksi utama dengen pesanan sebanyak 16 ribu unit. Karena kebutuhan perang begitu besar, Ford dipanggil dan ikut memproduksi jip versi GPW, di mana huruf “W” mengacu pada desain Willys. Ford juga menyumbang gril baja cetak yang lebih ringan dan mudah dibuat. Jip pun menjelma jadi simbol global dari ketangguhan dan adaptasi dalam masa darurat.
Jeep Willys dirancang dengan spesifikasi yang revolusioner untuk zamannya. Kendaraan ini memiliki berat hanya sekitar 980 kg dengan harga produksi 738,74 dolar per unit. Mesin empat silinder “Go Devil” 2.2 liter mampu menyemburkan 60 tenaga kuda, cukup untuk menggerakkan bodi seberat 1.060 kg lewat transmisi manual tiga percepatan dan sistem penggerak empat roda.
Mesin juga mampu memberikan kecepatan maksimal 55 mph atau 88 km/jam. Kombinasi bobot ringan, sumbu pendek, ground clearance tinggi, dan sistem 4x4 dengan gigi rasio rendah membuatnya lincah di medan ekstrem.

Dalam uji awal, jip ini diklaim mampu menaklukkan tanjakan 60 derajat, tapi torsi rendahnya memang memungkinkan merayap di jalur curam yang mustahil bagi kendaraan lain. Ia juga bisa menyeberangi perairan dangkal hingga 53 cm. Dengan snorkel dan pelapis kedap air, kedalaman itu bisa ditingkatkan hingga 137 cm, cukup untuk langsung turun dari kapal pendarat ke pantai.
Filosofi desainnya tak rumit: efisien dan siap tempur. Tanpa pintu, tentara bisa keluar masuk cepat. Kaca depan bisa dilipat, memberi ruang tembak lebih luas. Lampu depan bisa diputar ke dalam, menerangi mesin saat perbaikan malam. Sekop dan kapak bukan aksesori, tapi perlengkapan standar.
Jeep juga dapat diadaptasi untuk berbagai keperluan: memompa air atau udara, menarik meriam anti-tank atau howitzer, bahkan membajak sawah, dan dapat mengangkut beban setengah ton.
Desain gril tujuh slot yang menjadi ciri khas Jeep modern sebenarnya memiliki sejarah evolusi yang menarik. Desain awal menggunakan gril dengan 13 bilah, kemudian berkembang menjadi sembilan slot pada produksi militer awal, dan akhirnya menjadi tujuh slot pada versi sipil.
Perubahan terjadi karena Ford memegang paten untuk desain sembilan slot, sehingga Willys harus memodifikasi desain untuk menghindari masalah hukum setelah perang. Dari situ, “jip” berubah dari kendaraan militer jadi simbol komersial: Jeep®.
Dari Medan Perang ke Lahan Pertanian
Produksi mencapai skala industri besar setelah AS memasuki perang pada Desember 1941 menyusul serangan Pearl Harbor. Selama Perang Dunia II, Willys MB dan Ford GPW menjadi tulang punggung mobilitas pasukan Sekutu.
Lebih dari 640.000 unit diproduksi oleh Willys dan Ford, tersebar di semua medan tempur. Fleksibilitasnya dipakai untuk pengintaian, komando, ambulans, senapan mesin, penarik kabel, bahkan traktor artileri ringan. Keberadaannya membuat kuda dan sepeda motor tak lagi relevan dalam struktur militer AS.
Jip ini bukan cuma alat perang, tapi juga simbol. Jenderal George C. Marshall, Kepala Staf Angkatan Darat AS, menyebutnya sebagai kontribusi terbesar AS bagi peperangan modern. Ernie Pyle, jurnalis perang, menggambarkannya sebagai “setia seperti anjing, kuat seperti bagal, dan gesit seperti kambing”. Ia menjadi lambang ketangguhan dan kemenangan Sekutu.
Setelah perang usai, Willys-Overland cepat menangkap peluang. Mereka meluncurkan CJ-2A, versi sipil dari MB, dan menjadikannya kendaraan 4x4 pertama yang diproduksi massal untuk masyarakat.
CJ-2A hadir dengan pintu belakang, ban serep di samping, lampu lebih besar, dan kursi yang nyaman. Dirancang bukan untuk rekreasi, tapi sebagai alat kerja. Lewat slogan “A Powerhouse on Wheels” dan “The All-Around Farm Work-Horse”, mereka menargetkan petani yang belum punya truk atau traktor. Dengan fitur power take-off (PTO), CJ-2A bisa menggerakkan alat pertanian seperti bajak dan gergaji kayu.
Pengaruh Willys MB menembus batas negara. Di Inggris, jip surplus menginspirasi Maurice dan Spencer Wilks dari perusahaan Rover untuk menciptakan Land Rover pertama. Willys terus berekspansi dengan meluncurkan Jeep Wagon pada 1946, Jeep Truck pada 1947, dan Jeepster yang sporty pada 1948.
Namun warisan terbesarnya mungkin bukan produk, melainkan budaya. Jip surplus yang murah dan tangguh membuka jalan bagi warga sipil menjelajahi alam liar. Para veteran, yang sudah akrab dengan kendaraan ini, mulai menggunakannya untuk berburu, memancing, dan menjelajah. Dari sana, lahirlah dunia off-road, sebuah hobi dan industri bernilai miliaran dolar yang tumbuh dari sisa-sisa perang.
Ikon Perlawanan hingga Taksi Jamban
Saat Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, Indonesia memasuki masa transisi yang kacau. Jepang kalah, Belanda ingin kembali, dan Sekutu, terutama Inggris, datang untuk melucuti tentara Jepang, tapi justru terjebak di tengah konflik antara penjajah dan pejuang kemerdekaan.
Di tengah kekacauan itu, Jeep Willys pertama kali muncul di Indonesia. Bukan sebagai barang dagangan, melainkan sebagai perlengkapan pasukan Sekutu dan militer Belanda. Bagi TNI yang baru lahir dan laskar rakyat, kendaraan ini jadi incaran. Mereka mendapatkannya lewat pertempuran, pengambilalihan depot militer, atau dari sisa perlengkapan Jepang yang sebelumnya menyita kendaraan Sekutu.

Para pejuang lantas memodifikasi Jeep Willys dengan menambahkan senapan mesin dan pelat baja sebagai perlindungan untuk meningkatkan efektivitas dalam pertempuran gerilya. Ringan, lincah, dan mudah diperbaiki. Ia dipakai untuk pengintaian, pengangkutan pasukan secara diam-diam, dan jadi kendaraan komando bagi tokoh-tokoh revolusi, termasuk Jenderal Soedirman.
Kemampuannya menembus medan sulit membuatnya ideal untuk evakuasi medis. Arsip sejarah menunjukkan penggunaannya sebagai ambulans darurat di Jawa pada Agustus 1947.
Di Balikpapan, kota minyak yang tumbuh pesat pasca-kemerdekaan, Jeep Willys mengalami metamorfosis yang tak biasa, menjadi “Taksi Kayu”. Dari 1960-an hingga akhir 1980-an, kendaraan ini bukan sekadar angkot, tapi satu-satunya moda transportasi umum yang melayani warga kota.
Kisah kelahirannya bermula dari tangan seorang mekanik yang menghidupkan kembali sasis Jeep Willys rusak peninggalan perang, lalu menggandeng tukang kayu untuk membuat bodi penumpang dari kayu. Solusi murah dan cerdas ini segera menjelma jadi model bisnis yang menjawab kebutuhan kota yang sedang berkembang.
Nama “Taksi Kayu” jelas berasal dari bahan utamanya. Tapi ada julukan lain yang lebih jujur: “Taksi Jamban”, yang merujuk pada jalanan Balikpapan belum beraspal, penuh lubang, dan berubah jadi kubangan saat hujan. Guncangan keras saat melintasi jalan rusak membuat penumpang terombang-ambing, seperti duduk di jamban yang bergoyang.
Taksi-taksi ini lahir dari bengkel-bengkel lokal dengan interior sederhana: bangku kayu panjang di kedua sisi, cukup untuk tujuh orang duduk saling berhadapan.
“Satu penumpang di depan (di samping sopir) dan enam di belakang. Kursi belakang ada dua berhadap-hadapan, masing-masing kursi bisa diduduki tiga orang,” tulis harian umum Pelita terbitan 21 Oktober 1978.
Banyak unit awal masih pakai setir kiri, mesin engkol, dan lampu sein berbentuk tanduk yang menyembul saat dinyalakan. Selama bertahun-tahun, mereka lalu-lalang di rute utama kota. Dari Jalan Jenderal Sudirman ke Pelabuhan Semayang hingga Kampung Baru.
Seiring modernisasi dan munculnya angkot baru, taksi kayu perlahan tersingkir. Di akhir 1980-an, fungsinya bergeser jadi pengangkut barang, terutama sayur-mayur dari pasar.
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi
Masuk tirto.id


































