tirto.id - Di tengah sorotan terhadap rencana pembangunan stadion di Ibu Kota, pernyataan mengejutkan dilontarkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Senin (1/7/2019) kemarin, dia membeberkan rencana mengusulkan aturan agar Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan DKI bekerja dengan kostum Persija setiap klub berjuluk Macan Kemayoran itu bertanding.
"Jadi kalau Persija ada pertandingan, baru kami pakai baju Persija. Intinya hari itu, adalah pakai baju untuk mendukung Persija. Jadi bukan seragam biasa," tutur Anies di Gedung DPRD, Jakarta Pusat.
Anies mengatakan kostum yang dia maksud bukan seragam pertandingan yang sama dengan yang dipakai para pemain Macan Kemayoran. Dia berujar akan menyiapkan 'desain khusus'.
"Masih disiapkan kostumnya dulu, karena desainnya beda. Tapi desainnya belum. Nanti sudah jadi, baru kami umumin," lanjut pria berusia 50 tahun tersebut.
Ujaran Anies mendapat beragam tanggapan. Namun alih-alih mengapresiasi, sebagian masyarakat justru lebih banyak mengernyitkan dahi. Salah satunya Diky, seorang PNS di lingkungan DKI yang mengaku tak terlalu mengikuti perkembangan sepakbola dalam negeri. Dia menyebut langkah Anies sebagai sesuatu yang 'aneh'.
"Kalau niatnya supaya mendukung, kami disuruh pakai baju Persija pun, ya, enggak bisa dibilang mendukung, kalau emang enggak bermaksud kasih dukungan. Aneh juga kalau diminta mendukung dengan cara pakai bajunya," tuturnya kepada reporter Tirto, Selasa (2/7/2019).
Mainan Lama
Instruksi Anies agar ASN di ibu kota memakai kostum klub setempat sebenarnya bukan barang baru. Di Malang, Jawa Timur, hal serupa pernah terjadi, tepatnya menjelang final Piala Presiden 2019 yang mempertemukan Arema FC vs Persebaya. Saat itu, Wali Kota Sutiaji meminta ASN, guru, dan pelajar di Malang untuk memakai baju bercorak Arema FC.
Yang membedakan, Anies meminta PNS DKI memakai baju Persija setiap klub bermain--bisa bertepatan hari apa pun--, sedangkan Pemkot Malang cuma meminta ASN, guru, dan pelajar di Malang memakai baju bercorak Arema FC dalam satu hari, tepatnya ketika Singo Edan berlaga melawan Persebaya di final leg kedua pada 12 April 2019, yang dimenangkan Arema dengan agregat 4-2.
"Kebetulan hari Jumat, bertepatan biasanya pakai seragam olahraga," ungkap Sutiaji.
Permintaan Sutiaji pun hanya bersifat imbauan. Sebagian masyarakat, khususnya siswa dan guru dibebaskan jika merasa keberatan.
"Kalau ASN bersifat keharusan. Untuk pelajar boleh mengenakan pakaian beratribut Arema FC, namun tidak wajib atau tidak mengikat," ujar Kabag Humas Pemkot Malang, Muhammad Nurwidianto seperti dilansir laman PSSI.
Di Malang, kebijakan serupa tidak sekali saja diberlakukan. Saat Singo Edan menjuarai Piala Presiden edisi dua tahun sebelumnya (2017), Pemkot Malang juga menerbitkan aturan yang mengimbau ASN memakai baju beratribut Arema FC.
Bukan saat pertandingan, kala itu aturan diterapkan pada hari penyambutan Singo Edan setelah juara. Kendati demikian, teknisnya sama: bukan kewajiban dan hanya diberlakukan selama satu hari.
"Dan ini bukan sekali ini, artinya sudah biasa dan terpahami," imbuh Nurwidianto.
Mobilisasi yang Tak Simpatik
Sikap Anies berencana mewajibkan ASN DKI mengenakan baju Persija barangkali diambil atas dasar simpati, sebagaimana tindakan Pemkot Malang. Namun jika dipertimbangkan masak-masak, sebenarnya langkah Anies justru bisa berujung sebaliknya.
Berbeda dengan Malang yang memang didominasi suporter Arema, tak semua PNS di DKI adalah pendukung Persija. Di Provinsi DKI Jakarta saja, ada klub sepakbola lain seperti PSJS Jakarta Selatan, Persitara Jakarta Utara, dan Persijabar Jakarta Barat. Memaksa pendukung klub-klub tersebut untuk memakai baju tim lain adalah sikap yang tidak simpatik.
Lebih jauh lagi, jurnalis olahraga senior, Budiarto Shambazy bahkan memandang tindakan Anies sebagai tindakan mobilisasi.
"Bukan dukungan, sudah upaya mobilisasi itu namanya. Enggak benar kalau mendukung dengan cara meminta pakai baju klub. Apalagi melibatkan ASN yang statusnya pegawai pemerintahan," ujarnya kepada reporter Tirto, Selasa (2/7/2019).
Budiarto juga khawatir kebijakan Anies nantinya justru mengkambinghitamkan Persija sebagai sebuah klub demi kepentingan politik tertentu, apalagi ini bukan kali pertama terjadi kepada Persija.
Ketika Pemilihan Gubernur DKI 2012, Persija secara tiba-tiba sempat mengubah sponsor dada di seragam mereka menjadi berlogo 'FB'. Saat itu FB diduga kuat cuma embel-embel singkatan dari nama Fauzi Bowo, Cagub yang berstatus petahana dalam Pemilihan Gubernur.
"Saat itu Fauzi Bowo berdalihnya FB itu singkatan dari Forum Bersama Jakarta. Tapi sebenarnya, kan, sudah kelihatan kalau itu merujuk ke inisial dia. Apalagi saat itu lagi masa kampanye," tutur Budiarto.
"Khawatirnya jika kebijakan Anies mengarah ke tujuan yang mengorbankan klub, apalagi [Anies], kan, juga berpeluang maju buat [Pilpres] 2024," tandasnya.
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Mufti Sholih