Menuju konten utama

Miliaran Perjalanan Tercipta dari Grab Hingga Go-Jek

Grab mengklaim telah melayani 2,5 miliar perjalanan sejak beroperasi pada 2012.

Miliaran Perjalanan Tercipta dari Grab Hingga Go-Jek
Ilustrasi foto dari produk aplikasi ride-sharing dari Uber melalui telepon seluler, London, Inggris (10/11/17). REUTERS / Simon Dawson

tirto.id - Pada pekan terakhir 2018, ada yang baru dalam aplikasi Grab. Ada laporan berjudul “Your #2018withGrab,” suatu laporan tentang frekuensi dan jarak perjalanan bersama layanan Grab dilakukan pengguna sepanjang tahun. Grab seolah sedang memberikan perhatian kepada para penggunanya dengan memberikan laporan kilas balik secara pribadi ke masing-masing pengguna.

Go-Jek merilis laporan serupa. Pada 1 Januari 2019, Go-Jek meluncurkan “Laporan Kejog”, laporan kilas balik pengguna Go-Jek selama 2018 yang dibuat dalam bentuk rapor anak sekolah, “Sekolah Anak Bangsa” yang terpampang di bagian bawah aplikasi Go-Jek.

Dalam rapor itu, Go-Jek memberikan nilai penggunanya untuk empat “mata pelajaran,” yakni mobilitas (laporan tentang penggunaan Go-Ride/Go-Car), nafsu makan (laporan tentang Go-Food), kedermawanan (laporan tentang pemberian tip), dan akhlak (laporan tentang seberapa sering pengguna membatalkan pesanan). Nilai diberikan dalam bentuk angka A, B, dan C. Pengguna Go-Jek akan mendapatkan peringkat dalam "kelas" dalam masing-masing zona mobilitas pengguna.

Dalam laporan terpisah, Grab di Asia Tenggara mengklaim hingga 2018 mereka sukses melayani 2,5 miliar perjalanan untuk mengantarkan penumpang dengan berbagai layanan sejak 2012. Uber mengklaim telah melakukan 10 miliar perjalanan sejak pertama kali mengaspal pada 2010. Sementara itu, Go-Jek, baru akan merilis total perjalanan yang telah mereka capai sepanjang 2018 pada pekan ini.

Laporan pengguna Grab maupun Go-Jek bukan kali ini saja. Pada 2017, melalui laman kej-og.com, juga memberikan laporan perjalanan bersama Go-Jek. Uber, yang saat itu masih beroperasi di Indonesia, juga memberikan laporan perjalanan serupa.

Informasi kilas-balik seperti yang dilakukan Go-Jek, Grab, hingga Uber merupakan bagian dari jejak digital atau digital footprint. Sandi S. Varnado dalam jurnalnya berjudul “Your Digital Footprint Left Behind at Death: An Illustration of Technology Leaving the Law Behind” mengatakan jejak digital merupakan kumpulan jejak dari semua data digital, baik dokumen maupun akun digital. Jejak digital dapat tersedia baik bagi data digital yang disimpan di komputer maupun yang disimpan secara online.

Manusia masa kini menghasilkan jejak digital jauh lebih besar dibandingkan masa sebelumnya. Ini terjadi karena masifnya penggunaan smartphone. Sehingga layanan ride-sharing atau transportasi online berbasis motor maupun mobil semakin berkembang dengan segala kelebihannya.

F. Todd Davidson dan Michael E. Webber, peneliti dari University of Texas at Austin, dalam ulasannya di The Conversation, sempat melakukan riset membandingkan biaya berkendara menggunakan kendaraan pribadi versus layanan ride-sharing. Mereka menyimpulkan bila seseorang berkendara lebih dari 15 ribu mil atau sekitar 24 ribu km per tahun, maka menggunakan kendaraan pribadi jadi pilihan terbaik karena paling irit. Bila seseorang bepergian kurang dari 10 ribu mil atau sekitar 16 ribu km per tahun, maka menggunakan layanan ride-sharing seperti Grab, Go-Jek, Uber, dan lainnya bisa jadi pilihan bijak.

Dilansir Statista, pertumbuhan pengguna ride-sharing meningkat 8,8 persen pada 2018 dan diperkirakan akan semakin bertumbuh hingga 13,1 persen pada 2023 kelak. Rata-rata, tahun ini para pengguna ride-sharing menyumbang uang senilai $136,56 atau sekitar Rp2 juta bagi perusahaan ride-sharing.

Siapa yang membuat ride-sharing populer?

Dalam paparan berjudul “Shared, Collaborative and On Demand: The New Digital Economy,” paparan yang bersumber dari penelitian tentang dunia digital pada 4.784 warga Amerika Serikat, yang dirilis Pew Research Center, menyatakan bahwa mayoritas pengguna ride-sharing, ialah anak muda. Mereka memaparkan, seperempat warga AS berumur 18-29 tahun ialah pengguna ride-sharing. Jumlahnya setara dengan 28 persen dari total pengguna ride-sharing.

Seperlima warga AS berusia 30-49 tahun adalah pengguna ride-sharing, atau 19 persen secara keseluruhan. Rata-rata, usia para pengguna ride-sharing ialah 33 tahun. Pengguna dari kelompok generasi milenial menguasai ride-sharing dan sebagaimana dikutip dari Business Insider, milenial setidaknya menghabiskan uang lebih dari $100 per bulan untuk memanfaatkan jasa ride-sharing.

Infografik Rekap Aplikasi Ride Sharing

Infografik Rekap Aplikasi Ride Sharing

Ride-Sharing pada 2019

Di dunia secara umum, pada 2019 kepopuleran ride-sharing diprediksi menanjak. Salah satu hal yang ditunggu tahun ini nanti soal pendanaan. Aksi penawaran saham perdana (IPO) yang akan dilakukan perusahaan-perusahaan ride-sharing bakal berkembang. Dilansir USA Today, dua ride-sharing calon penghuni lantai bursa ialah Uber dan Lyft.

Diperkirakan, aksi IPO yang diprediksi dilakukan akan mencengangkan jagat pasar modal. Khususnya dilakukan Uber. Hingga hari ini nilai valuasi Uber berada di titik $120 miliar. Jika ia melantai di bursa saham, Uber akan menjadi salah satu perusahaan transportasi publik paling bernilai.

Dengan valuasi sebesar itu, Uber bahkan mengalahkan nilai valuasi banyak perusahaan otomotif, antara lain Honda (nilai valuasi $49,31 miliar), Tesla ($46,69 miliar), General Motors ($45,34 miliar), Ford ($34,42 miliar), dan Fiat Chrysler ($25,15 miliar).

Dengan valuasi yang lebih besar dibandingkan rata-rata perusahaan otomotif, tak mengherankan bahwa perusahaan-perusahaan otomotif pada 2018, mulai ketar-ketir. Kepopuleran bisnis ride-sharing, bukan hal mustahil di satu titik, orang enggan membeli kendaraan.

Perusahaan otomotif merespons dengan melakukan aksi investasi pada dunia ride-sharing. Pada 2018, Toyota misalnya, berinvestasi senilai $1 miliar pada Grab, dan investasi senilai $69 juta pada JapanTaxi.

Tahun 2019, investasi perusahaan otomotif pada ride-sharing diperkirakan akan semakin meninggi. Tentu saja akan menambah rekam jejak bisnis ride-sharing yang kini semakin panjang. Sama hal saat perusahaan ride-sharing mencatat dan melaporkan rekam jejak digital para penggunanya, dan itu dimulai dari jari jemari pada ponsel pintar Anda.

Baca juga artikel terkait GO-JEK atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra