tirto.id - Pembatasan aktivitas selama masa pandemi, membuat kebiasaan makan bersama kembali dilakukan. Hal ini terungkap dari survei yang dilakukan juga oleh Anne Fishel, Associate Professor Klinis Psikologi di Harvard Medical School, bekerja sama dengan Making Caring Common, proyek dari Harvard Graduate School of Education.
"Lebih dari 60 persen mengatakan mereka lebih sering makan malam keluarga selama pandemi. Dan 80 persen dari mereka, mengatakan ingin mempertahankannya. Orang tua menilai ada perubahan positif dengan aktivitas itu seperti lebih banyak tertawa, terhubung dengan anggota keluarga," kata Fishel.
Meski terkesan "sederhana", makan bersama dengan anggota keluarga memiliki dampak positif yang bermanfaat tidak hanya bagi kesehatan, namun juga perilaku anak saat ini, dan saat dewasa nanti. Sebuah penelitian bahkan membuktikan, kegiatan makan bersama lebih berpengaruh pada bertambahnya kekayaan kosakata anak, daripada kebiasaan membacakan cerita pada anak.
Ahli diet klinis dari John Hopkins Medicine, Jaclyn Rose dalam artikelnya menyebut keuntungan makan bersama setidaknya meliputi dua aspek, kesehatan jasmani dan juga psikologis.
Ia menjelaskan makan keluarga bersama secara teratur dapat memberi kesempatan bagi orang tua untuk mencontohkan praktik makan yang positif, dalam hal ini adalah kesempatan menghidangkan makanan dengan nutrisi yang baik pada anak. "Makanan keluarga biasanya akan lebih banyak buah dan sayuran daripada makanan cepat saji. Makan bersama secara teratur juga meningkatkan asupan keseluruhan makanan yang kaya kalsium, buah-buahan, serat, folat, dan vitamin A,C,E, dan B6," katanya.
Dengan kebiasaan makan bersama, pola makan yang lebih sehat juga dapat terbentuk sedari dini. Selain itu, menyiapkan makanan di rumah dan menikmatinya bersama anggota keluarga, mengajarkan anak-anak untuk memahami lebih banyak mengenai nutrisi, teknik memasak, yang dapat membentuk pilihan makanan mereka saat dewasa.
Makan bersama juga mengajarkan anak untuk saling berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Selain itu ada proses pembelajaran lain yang tak kalah penting bagi anak, seperti mengajarkan kemandirian dan berlatih kerja sama.
Saat makan bersama di rumah, ada proses masak memasak, atau menyiapkan makanan sehingga membuat anggota keluarga terlibat di dalamnya. Begitu juga usai makan bersama, ada kerja sama untuk membereskan sisa-sisa makan bersama, seperti membersihkan meja atau mencuci piring.
“Anak bisa belajar mandiri sedari dini karena ada proses dan percontohan yang terjadi dalam aktivitas tersebut,” ungkap Agnes Dewanti Purnomowardani, M.Si., yang akrab dipanggil Nessi. Perilaku-perilaku inilah yang kemudian bisa menjadi kebiasaan positif yang dibawa ketika dewasa nanti.
Yang menarik, kegiatan makan bersama ternyata juga berpengaruh pada kesehatan mental orang dewasa atau orang tua. Fishel memaparkan orang tua yang secara teratur makan bersama anak-anak dilaporkan memiliki tingkat fungsi keluarga yang lebih tinggi, self-esteem lebih besar, dan tingkat gejala depresi serta stres yang lebih rendah. Semua itu tentunya berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan emosional.
Penelitian yang berfokus pada ayah dan ibu yang baru saja memiliki anak dan sering mengadakan makan bersama, dikatakan juga lebih bahagia dengan pernikahan mereka.
Nessi mengatakan, kebiasaan makan bersama akan membantu seseorang untuk tidak hanya fokus pada makanan yang terhidang, tetapi juga anggota keluarga lain yang hadir. Jika dilakukan reguler, ada proses pembiasaan yang membuat anggota keluarga aware satu sama lain. Seperti, lebih memperhatikan raut muka dan emosi.
"Kalau ada perubahan (raut muka), akan noticed karena sudah terbiasa. Dari situ akan ada proses komunikasi dan saling memahami satu sama lain," terang Nessi, yang berpraktik di Unit Konsultasi Psikologi (UKP) Universitas Gadjah Mada dan RS Panti Rapih Yogyakarta ini.
Sebuah penelitian mengungkapkan ada hubungan positif antara frekuensi makan bersama keluarga dengan fungsi keluarga.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan ada 8 fungsi keluarga, mencakup fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi lingkungan.
Tantangan Makan Bersama Keluarga
Meski memiliki banyak manfaat, menghidupkan kebiasaan makan bersama bukan perkara mudah. Kesibukan menjadi hambatan yang paling banyak dihadapi keluarga terkini. Di era ini, kesibukan bukan hanya milik orang dewasa (ayah atau ibu), tapi juga anak-anak. Dengan segala aktivitas di sekolah maupun luar sekolah, belum lagi menyesuaikan dengan jadwal ayah dan ibu, makan bersama seperti sulit untuk diwujudkan.
Kesenjangan ekonomi di sisi lain juga turut memengaruhi. Fishel yang juga direktur eksekutif dan salah satu pendiri The Family Dinner Project, lembaga nirlaba yang fokus mengedukasi pentingnya makan bersama, menyebut orang tua berpenghasilan rendah sering kali kurang memiliki kendali atas jadwal kerja mereka, dan perlu menangani lebih dari satu pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan.
Memang tak ada aturan baku soal frekuensi ideal untuk makan bersama keluarga. Yang jelas, definisi makan bersama keluarga bukan berarti harus dilakukan saat makan malam saja, namun bisa juga secara fleksibel berganti menjadi sarapan bersama.
Untuk menyiasati agar kebiasaan makan bersama dapat berjalan, Nessi juga menganjurkan untuk membuat kesepakatan bersama pada seluruh anggota keluarga. Misalnya, jika memang tidak memungkinkan untuk dilakukan saat hari kerja, coba negosiasi untuk melakukannya di akhir pekan, atau hari di mana seluruh anggota keluarga bisa berkumpul bersama.
"Ajakan makan bersama ini fleksibel karena terkait dengan kesibukan. Tetapi usahakan untuk mencapai kesepakatan melalui penawaran terlebih dahulu. Hindari kesepakatan yang terjadi karena paksaan, karena akan menimbulkan persepsi yang tidak menyenangkan soal acara makan bersama ini," ungkap Nessi.
Tapi bila makan bersama selalu gagal terlaksana, coba komunikasikan, dan jangan menyerah untuk membangun komitmen dengan keluarga dan merencanakannya lagi.
Rose juga menekankan, masih ada yang bisa dilakukan untuk mengakali keterbatasan waktu manusia modern, yaitu dengan membuat makan bersama mudah dan simpel. Menurutnya, makan bersama keluarga tidak harus menjadi sebuah acara makan yang rumit dan harus menyiapkan segala sesuatunya dari awal. Menghadirkan menu-menu sederhana namun sehat--seperti salad sayur dan ayam panggang atau membeli makanan jadi, bisa menjadi jalan tengah.
Distraksi di Meja Makan
Makan malam bersama menjadi aktivitas intim dengan keluarga, sehingga menjadi hal yang penting supaya semua orang bisa menikmatinya. Untuk menjaga momen tersebut, menghindari hal-hal yang berpotensi menganggu perlu dilakukan. Dalam hal ini, Nessi menyarankan untuk membuat semacam peraturan yang ditaati seluruh keluarga saat makan bersama.
Seperti misalnya, mematikan TV atau menyetel gawai dalam mode diam selama acara makan bersama. Selain itu, orang tua perlu menciptakan pembicaraan yang menyenangkan dan menahan diri membicarakan topik-topik yang dapat memicu konflik.
"Cari obrolan santai seperti aktivitas sehari-hari yang tak bikin stres. Sebab bila momen makan bersama menjadi tidak fun, bisa saja anak kapok dan memilih untuk tak melanjutkan kebiasaan itu lagi," terang Nessi.
Kelonggaran pandemi yang sudah banyak dilakukan, mungkin "mengancam" kegiatan makan bersama yang pada masa pandemi sempat menjadi kebiasaan. Apalagi, anak sudah mulai bersekolah dan dapat bermain secara langsung kembali oleh teman-temannya. Membuatkan satu atau dua menu makanan yang disukai anak, sebagai bagian dari menu juga menjadi siasat agar makan bersama keluarga sukses dilakukan menurut terapis keluarga, Ellyn Satter. Bila anak melihat makanan “baru” yang belum pernah dicobanya, setidaknya anak bisa melihat ada satu atau dua menu favoritnya di meja makan.
Toh, pada akhirnya, makan bersama bukan melulu mengenai makanan yang ada di meja makan. Anak bisa memilih makanan yang ada di meja makan sesuai pilihannya. Yang paling penting dari kebiasaan makan bersama adalah momen saling bercerita dan berbagi pada sesama anggota keluarga yang sangat bermanfaat bukan hanya bagi si kecil, namun juga orang dewasa.
Penulis: MN Yunita
Editor: Lilin Rosa Santi