tirto.id - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengatakan bahwa ekonomi jadi faktor utama pada angka kekerasan perempuan dan anak. Hal tersebut merujuk data yang dikumpulkan melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA).
"Analisa kami di kementerian dari kasus-kasus [kekerasan pada perempuan dan anak] yang kami dalami [pemicu] yang pertama adalah faktor ekonomi," tuturnya, usai takziah di kediaman orang tua korban, Kampung Kebon Tunggul, Desa Pasir Huni, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (8/9/2025) sore.
Selain faktor ekonomi, kata Arifah, faktor pemicu kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah pola asuh dalam keluarga, lingkungan, dan paparan negatif gawai. “Terakhir faktor pernikahan usia anak,” sebutnya.
Selanjutnya, Arifah bilang, peristiwa meninggal EN dan kedua putranya menjadi penting untuk introspeksi serta mendorong penguatan silahturahmi antaranggota masyarakat. Agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
"Bila melihat tetangga kita mengalami sesuatu yang berbeda, mungkin butuh perhatian, perlu ditanyakan ada apa gerangan. Bukan sekadar ingin tahu urusan orang lain, tetapi sebagai bentuk kepedulian, perhatian dari tetangga itu sangat dibutuhkan," Arifah menasihati.
Arifah juga mengatakan, komunikasi saling terbuka antaranggota keluarga sangat penting. Ia mendorong ketahanan keluarga agar tidak ada hambatan untuk menyampaikan perasaan yang sedang dirasakan.
"Komunikasi dalam keluarga memang sangat dibutuhkan agar perasaan-perasaan yang menekan bisa diungkapkan," terang Arifah.
Terkait penanganan hukum kasus EN dan kedua putranya, Arafah mengaku tidak bisa menangani lebih lanjut kasus bunuh diri ini. Akan tetapi, ia mendorong aparat penegak hukum untuk mengungkapkan faktor peyebab kejadian tersebut.
"Kita silahturahmi saja sama duka cita. [Terkait pelimpahan penyelidikan] kami nggak [berwenang] ke sana, arahnya itu kewenangan polisi, aparat penegak hukum," kata Arifah saat diwawancarai
Dia juga menyebut belum ada laporan mengenai penelantaran yang dilakukan YS, suami korban. Arifah pun enggan berkomentar banyak soal isu yang beredar di publik terkait kematian EN dan kedua anaknya kemungkinan dipicu oleh YS yang terjerat judi online (judol).
"Sejauh ini belum ada informasi mengenai hal tersebut [YS terjerat judol], mungkin masih dilakukan pendalaman lebih jauh," lontar Arifah.
Meski demikian, Arifah menjelaskan, kementerian yang dipimpinnya tak hanya menerima laporan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak saja.
Oleh karenanya, pihaknya menyediakan layanan call center SAPA 129 untuk melakukan pendampingan dan penjangkauan yang dibutuhkan atas tindakan kekerasan terhadap ibu dan anak.
"Melalui layanan ini, kami dapat melakukan pendampingan dan penjangkauan yang dibutuhkan atas laporan tersebut," ujarnya.
Untuk diketahui, tiga jenazah ditemukan meninggal di rumah kontrakan di Kampung Cae, Desa Kiaraongke, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (5/9/2025).
Ketiga jenazah itu berinisial EN (34) berjenis kelamin perempuan, dan dua anaknya yang berjenis kelamin laki-laki yakni AA (9) serta AAP (11 bulan).
Kasat Reskrim Polresta Bandung, Kompol Luthfi Olot Gigantara, mengatakan dari hasil olah TKP ditemukan EN dalam posisi tergantung. Sementara anak-anaknya ditemukan di ruang depan dan kamar dengan tali yang menjerat di leher kedua anak.
Kepolisian juga menemukan sebuah ponsel serta secarik kertas berisi curahan hati korban kepada suaminya dalam yang ditempel di dinding ruang tengah. Barang bukti tersebut kini diamankan untuk penyelidikan lebih lanjut.
----------------------------------
Catatan: Depresi bukan lah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.
Penulis: Akmal Firmansyah
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































