Menuju konten utama

Menikmati Putaran Waktu Film Sore Melalui Instalasi Chronospira

Pameran Chronospira terinspirasi film Sore (2025), memungkinkan pengunjung untuk melihat betapa beberapa bagian dalam kehidupan sering kali terlewatkan.

Menikmati Putaran Waktu Film Sore Melalui Instalasi Chronospira
Peluncuran instalasi mix media Chronospira di Artotel Gelora Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025). tirto.id/Shofiatunnisa Azizah

tirto.id - Seniman Dita Gambiro menggelar pameran instalasi mix media Chronospira di ArtSpace, ARTOTEL Gelora Senayan, Jakarta. Pameran ini terinspirasi dari film Sore: Istri dari Masa Depan (Sore) besutan sutradara Yandy Laurens.

“Kadang kita melewatkan satu dua hal dalam hidup,” ujar Yandy Laurens, saat membuka pameran Chronospira, Senin sore (7/7).

Bukan tanpa alasan Yandy menyampaikan kalimat tersebut. Menurut Yandy, Chronospira adalah pameran seni yang merefleksikan soal waktu, dan memungkinkan pengunjung untuk melihat betapa beberapa bagian dalam kehidupan sering kali terlewatkan–hal yang juga menjadi premis film Sore.

Chronospira sendiri diambil dari kata ‘chronos’ yang artinya waktu dan ‘spiral’ yang berarti putaran. Dita Gambiro, sang seniman yang juga Production Designer & Art Director film Sore, mengatakan bahwa karyanya memang berkisah tentang perputaran waktu yang dialami Sore dan Jonathan, dua tokoh utama film Sore.

“Karena aku ngomongin siklus perjalanan Sore, hal-hal yang dia lewati, dia rasakan, aku ambil satu per satu. Bentuk-bentuk itu (yang tampak pada instalasi Chronospira–red), kayak hal-hal yang selalu ada ketika dia mengulang kehidupannya,” ujar Dita kepada reporter tirto.id di Artotel Gelora Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025).

Keterangan di pengantar pameran menyatakan, instalasi Chronospira menghadirkan spiral waktu yang terfragmentasi dan tidak linear.

Hal demikian, ungkap Dita, memberinya pilihan untuk mengulang, melanjutkan, atau bahkan berhenti. Proses dan pilihan itulah yang berusaha dihadirkan Dita melalui karyanya.

Instalasi mix media Chronospira.

Instalasi mix media Chronospira. tirto.id/Shofiatunnisa Azizah

“Sore bisa bilang ‘kita ulang aja deh dari awal’ gitu, atau bisa lanjut. Nah, itu aku kasih pilihan mau ke kanan atau ke kiri, mau belok mana nih. Soalnya kan di film banyak pilihan Sore yang akhirnya berbeda dari ritme yang biasanya,” ujar Dita.

Sore adalah sosok yang terperangkap dalam putaran waktu demi menyelamatkan suaminya, Jonathan. Sore mengetahui masa depan, tetapi pada saat bersamaan ia juga menghadapi tantangan untuk mengintervensi takdir Jonathan. Chronospira merepresentasikan perjalanan dalam siklus tersebut: kain yang menemani, benda-benda yang menjadi saksi–antara lain burung layang-layang, botol demi botol, asbak penuh puntung–serta citraan fotografi yang membeku. Semuanya berputar bersama Sore.

Chronospira mengajak pengunjung merasakan ritme yang dijalani Sore: waktu yang terus bergerak tanpa ampun, serta perjuangan cinta meski berkali-kali berakhir dalam kehancuran,” bunyi keterangan di pengantar pameran.

Untuk mewujudkan instalasi ini, Dita mengatakan dirinya membutuhkan waktu antara lima hingga enam minggu. Apalagi, ukuran instalasi ini terbilang besar bagi Dita.

“Kalau karyaku sendiri lebih kayak personal, tapi kalau putaran waktu ini bisa dialami orang banyak. Jadi, ini termasuk (pendekatan) yang aku belum pernah lakukan,” ungkapnya.

Pameran instalasi mix media Chronospira dapat dinikmati hingga 7 Agustus 2025 di Artotel Gelora Senayan. Instalasi ini terletak di ArtSpace Lobby, tepat di samping tangga. Dita sengaja meletakkan karyanya di situ. Seiring tangga naik berjenjang, karya Dita turut melingkar ke atas, merespon ruang.

Dengan penempatan semacam itu, Dita memberi kebebasan bagi pengunjung Chronospira untuk menikmati karyanya dari ketinggian. Kesan menyaksikan karya ini dari atas tentu berbeda dengan melihatnya secara horisontal dari jarak dekat.

“Melihat tangga, bentuknya menurut aku kayak aurora, jadi bisa direspons oleh karyaku yang juga melingkar ke atas. Pengunjung bisa ikut naik, dan menjadi waktu,” ujar Dita menambahkan.

Medium mix media sengaja dipilih Dita sebagai cara menghadirkan pengalaman yang berbeda-beda. Bagi Dita, banyaknya material dalam karya yang diusungnya sesuai dengan konsep pengalaman dalam perjalanan waktu itu sendiri.

“Aku pingin orang merasakan experience. Jadi, kalau untuk experience kan setidaknya badan atau tubuh itu mengalami. Nah, untuk mengalami berarti aku harus membuat ruang. Di ruang itu akan banyak material, dan sesuai konsepnya, di perjalanan waktu itu akan banyak juga hal yang ditemui dan dilewati,” jelasnya.

Dalam merealisasikan konsep ini, Dita mengambil beberapa elemen penting dari film Sore. Ia mengatakan, pengunjung dapat memaknainya dengan cara yang berbeda, baik sebelum maupun setelah menonton filmnya.

Namun, Dita menggarisbawahi, hal paling penting untuk menikmati karya ini adalah membebaskan diri. Instalasi ini terbuka untuk dinikmati dengan berbagai cara, dengan atau tanpa memaknai detail yang merujuk pada film. Bahkan jika pengunjung melewatkan beberapa karyanya, hal itu termasuk bagian dari pengalaman menikmati Chronospira juga.

“Kalau mereka gak sadar juga gak masalah, karena sebenarnya dalam perjalanan itu kan kadang-kadang kita gak sadar juga apa yang kita lewati,” tutup Dita.

Sore: Istri dari Masa Depan bakal tayang di layar lebar mulai 10 Juli 2025. Selain Yandy Laurens, pembukaan pameran Chronospira juga dihadiri oleh pemeran utamanya, Dion Wiyoko dan Sheila Dara Aisha.

Baca juga artikel terkait PAMERAN SENI atau tulisan lainnya dari Shofiatunnisa Azizah

tirto.id - Sosial Budaya
Penulis: Shofiatunnisa Azizah
Editor: Zulkifli Songyanan