tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan masyarakat mudik Lebaran tahun ini. Beberapa hal mulai dipersiapkan, seperti penyelenggaraan mudik gratis hingga layanan vaksinasi dan testing Covid-19 di fasilitas umum. Kelonggaran ini diberikan karena penularan Covid-19 semakin terkendali. Demikian juga cakupan vaksinasi yang diklaim semakin tinggi.
Merespons itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah mengatakan ada misi lain di balik kebijakan tersebut.
Menurut dia, dampak ekonomi dari adanya kebijakan mudik akan sangat terasa pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Konsumsi dan belanja akan melonjak untuk semua komoditas, baik pakaian, pangan sampai adanya transfer uang besar selama periode tersebut.
“Pasti ada dampaknya, dalam artian kan gini, orang kan mudik ya, dia bawa uang cash ke daerah uang cash ke daerah berarti kan akan menarik perekonomian di daerah ya. Misalnya dia banyak belanja di sana, kemudian sebenarnya akan mengerek konsumsi di daerah itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Rusli kepada Tirto, Rabu (13/4/2022).
Pernyataan Rusli mengenai uang tunai benar adanya, hal tersebut tampak dari naiknya stok uang tunai yang disediakan sejumlah bank. Misalnya, PT Bank Central Asia (BCA) yang menyediakan Rp58,12 triliun uang tunai. Nilai tersebut naik 7 persen dari ketersediaan uang tunai di 2021.
Selain itu, ada pula Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menyediakan uang tunai senilai Rp46,85 triliun untuk kebutuhan libur Lebaran 2022. Stok uang tunai yang disediakan di tahun ini meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 73,5 persen jika dibandingkan momen Idulfitri tahun lalu.
Kemudian PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) menyiapkan uang tunai rata-rata Rp17,81 triliun per minggu untuk kebutuhan Ramadan dan Lebaran 2022.
Terlebih, di tahun ini kata Rusli pemerintah mewajibkan pengusaha untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan secara full dan tidak boleh dicicil. Ketahanan ekonomi dan daya beli masysrakat kelas menengah ke bawah akan semakin membaik.
Namun, ada yang perlu diperhatikan. Saat dua kebijakan tersebut direalisasikan, pemerintah juga belum lama ini memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax per 1 April 2022 dari Rp9.000 menjadi Rp12.500 per liter. Sebelumnya juga PT Pertamina menaikkan harga gas 12 kg, kondisi ini yang malah membuat pertumbuhan ekonomi selama periode kuartal II tidak optimal
“Masalahnya, ini kan inflasi itu kan dua sisi ya. Kalau ada tarikan permintaan berarti kan memang ekonominya bergeliat seperti sekarang kan bergeliat ya. Cuma yang jadi masalah itu ini, ada kenaikan harga barang-barang misalnya minyak goreng dan BBM. Saya kira kenaikan BBM ini itu akan mengurangi ya, mengurangi dampaknya dari dampak ekonomi dari mudik Lebaran. Ini akan tergerus dengan kenaikan harga BBM,” jelas dia.
Untuk mengatisipasi adanya tekanan lain, pemerintah juga tampaknya sudah mengantisipasi melalui BLT Minyak Goreng sampai Bantuan Subsidi Upah (BSU). Rusli menjelaskan, kebijakan tersebut tampaknya sengaja diberikan pada momen Lebaran untuk mengurangi tekanan imbas bahan pokok yang naik.
“Jadi saya kira ya, keputusan pak Jokowi kemarin yang tiba-tiba kasih BLT Minyak Goreng Rp300 ribu, THR full, BSU itu memang dalam rangka mempersiapkan lebaran ini,” paparnya.
Agar program pertumbuhan ekonomi yang dibuat pemerintah lebih efisien dan membuat masyarakat kelas menengah ke bawah terbantu, ia meminta suplai bahan pokok aman selama masa permintaan dan konsumsi masyarakat tengah tinggi.
“Jadi kan kalau dari masalah aktivitas masyarakat ini kan ada demand full ya, ada tarikan permintaan ini sesuatu yang baik banget nih. Ini menunjukkan bahwa perekonomian tumbuh ya. Tapi agar lebih aman lagi, banjiri suplai selama permintaan full gak akan terjadi masalah seanjutnya,” pungkas Rusli.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Fahreza Rizky