Menuju konten utama

Menguji Kredibilitas DJP Soal Buka-bukaan Data Nasabah

Lembaga perpajakan akan mendapatkan akses data nasabah sektor keuangan sebagai konsekuensi dari Automatic Exchange of Information/AEOI. Sanksi siap menanti bagi mereka yang tak patuh, bagaimana bila aparat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang melanggar?

Menguji Kredibilitas DJP Soal Buka-bukaan Data Nasabah
Darmin Nasution (kedua kiri), Sri Mulyani (kedua kanan), Agus Martowardojo (kiri) dan Muliaman D Hadad berbincang usai memberikan konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (18/5). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Suka tidak suka informasi keuangan yang awalnya tertutup kini bakal bisa diakses oleh lembaga perpajakan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk perpajakan telah disahkan pada 8 Mei 2017 memberi jalan.

Perppu yang berlaku 8 Mei 2017 tersebut mengatur lembaga perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, diwajibkan untuk memberikan data nasabahnya kepada petugas pajak untuk kepentingan perpajakan. Sedikitnya untuk data-data mengenai identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga jasa keuangan, saldo atau nilai rekening keuangan, dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.

Perppu ini secara tegas akan memberikan sanksi bagi mereka yang tak patuh dan tentunya patut khawatir. Mereka yang patut khawatir adalah pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan, pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan lainnya yang tidak menyampaikan laporan yang diatur oleh Perppu. Risikonya adalah ancaman pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar. Ini juga berlaku sama bagi lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya.

Bagi nasabah, khususnya yang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan atau mengurangkan informasi yang sebenarnya dari informasi yang wajib disampaikan dalam laporan aturan main Perppu, maka risikonya juga ancaman pidana dengan kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Selain itu, nasabah yang menolak untuk mematuhi ketentuan identifikasi rekening keuangan sebagai bagian dari proses pelaporan data, maka lembaga jasa keuangan tidak diperbolehkan melayani pembukaan rekening keuangan baru bagi nasabah baru dan transaksi baru terkait rekening keuangan bagi nasabah lama.

Sanksi dan Menguji Kredibilitas Aparat Pajak

Perppu ini memang belum sempurna, dan wajar saja membuat khawatir. Perppu hanya memberikan ancaman dan sanksi bagi pihak yang terkait memasok data informasi keuangan mulai dari nasabah dan lembaga keuangan. Bagaimana dengan pihak yang menerima data informasi khususnya Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan?

Kekhawatiran adanya potensi penyalahgunaan data sangat mungkin terjadi. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun mengakui adanya kekhawatiran ini.

“Saya memahami masyarakat khawatir akan terjadi penyalahgunaan,” Sri Mulyani dalam konferensi pers pekan lalu.

Mantan petinggi Bank Dunia ini mencoba meyakinkan bahwa jajaran aparat di Ditjen Pajak mendapatkan informasi dan prosedurnya akan diatur dengan sangat ketat. Salah satunya dengan Peraturan Menteri Keuangan yang merupakan turunan Perppu. PMK akan mengatur prosedur, protokol dan penggunaan informasi. Seluruh petugas pajak yang memiliki akses terhadap data nasabah akan menjadi subjek dalam disiplin internal serta mengikuti protokol sesuai standar internasional.

“Artinya informasi itu tidak digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk yang berupa intimidasi,” kata Sri Mulyani.

Kementerian Keuangan juga akan menerapkan whistleblower system untuk menampung informasi dari masyarakat yang tidak nyaman atau mendapat perlakuan dari aparat pajak yang tidak disiplin. Sehingga masyarakat memiliki saluran kalau mendapatkan perlakuan semena-mena soal datanya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga mencoba meyakinkan publik bahwa data nasabah tidak disalahgunakan. Alasan Darmin karena seluruh kegiatan pembukaan data dapat terdeteksi oleh sistem di internal DJP.

“Bisa diketahui komputer mana yang digunakan untuk mengakses data. Ini semua bisa dibuat aturan mainnya sehingga akan menjadi seimbang antara hasil yang positif dengan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan. Sistem teknologi informasi di zaman ini bisa untuk membobol, tapi untuk melindungi lebih bisa,” ucap Darmin.

Perppu Nomor 1 Tahun 2017 merupakan bentuk partisipasi Indonesia sebagai negara yang aktif dalam dunia internasional dan merupakan negara emerging dalam kelompok G20. Setidaknya sejak 2014 lalu, komitmen untuk secara aktif berkontribusi dalam implementasi kerja sama pertukaran informasi perpajakan otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI) dan pelaksanaan prinsip penghindaran Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) telah dicanangkan.

Sampai dengan tahun ini, sudah ada sebanyak 100 negara yang berpartisipasi dalam pelaksanaan AEOI. Bahkan menurut Menkeu, semua negara G20 telah mengikuti. Indonesia ikut di batch yang kedua. Kalau ikut yang tahun 2017, maka Perppu harus selesai pada 2016 lalu. Sementara kalau mau ikut yang tahun depan, maka Perppu harus rampung sebelum 30 Juni 2017.

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia (BCA) Tbk David Sumual menilai pengaruh diterbitkannya Perppu tersebut terhadap industri perbankan kecil. David berpendapat, pelaksanaan amnesti pajak yang telah dijalankan menjadi momentum bagi pemerintah dalam menyusun Perppu.

“Kerahasiaannya harus terjaga, dan jangan bocor. Karena kalau sampai terjadi hal seperti itu, ya kredibilitas DJP juga yang akan kena,” kata David kepada Tirto.

Perppu ini juga menuai respons politisi di Senayan, Komisi XI DPR yang membidangi masalah keuangan akan memanggil Menkeu Sri Mulyani soal Perppu ini. Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno, dalam sidang paripurna DPR yang akan digelar setelah masa reses tersebut, anggota Dewan baru akan memutuskan sikap apakah menyetujui atau bersikap lain terhadap Perppu yang dirilis pemerintah.

“Itu salah satunya jadi concern kami, bagaimana antisipasi dampak yang tidak diinginkan, misalnya dari nasabah,” ujar Hendrawan di Jakarta pada Rabu (17/5) lalu, seperti dikutip dari Antara.

Baca juga artikel terkait PAJAK atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Suhendra