Menuju konten utama

Mengharap Tuah Ramadan Cegah 345 Juta Orang Mati Kelaparan

PBB mengungkapkan peran Islam dalam menyelamatkan nyawa para pengungsi secara global.

Mengharap Tuah Ramadan Cegah 345 Juta Orang Mati Kelaparan
Ilustrasi Zakat. FOTO/IStockphoto

tirto.id - Kombinasi pandemi, tensi geopolitik, cuaca ekstrem hingga perang dagang Amerika Serikat (AS)-China menciptakan krisis pangan mengerikan dengan proporsi yang belum pernah terjadi sebelumnya di dunia. Kini, Ramadan tiba membawa segenggam harapan.

Program Pangan Dunia (World Food Programme/WFP) memperkirakan 345,2 juta orang di 82 negara rawan pangan pada 2023. Jumlah tersebut melonjak lebih dua kali lipat dibanding 2020. Di antaranya terdapat 900.000 orang miskin yang sedang bertahan hidup dalam kondisi lapar. Mereka tersebar mulai dari Amerika Tengah, Asia, Timur Tengah hingga Afrika.

Berdasarkan catatan terbaru WFP, ada sejumlah titik paling rentan dan sangat butuh perhatian mendesak. Yaitu Afghanistan, Ethiopia, Nigeria, Somalia, Sudan Selatan, dan Yaman. Sebagian besar merupakan negara berpenduduk muslim yang terancam mati kelaparan.

Di Afghanistan, masalah pangan menyebabkan angka kematian secara signifikan dan nyaris 6 juta orang diperkirakan dalam kondisi darurat. Risiko meningkat karena mereka melalui cuaca ekstrem yang bertepatan dengan musim paceklik. Total terdapat 18,9 juta orang terancam kelaparan di tempat ini.

Masa suram melanda Yaman, di mana hampir 19 juta orang berada dalam krisis pangan. Kondisi mengkhawatirkan juga terjadi di Ethiopia.

Faktor cuaca menimbulkan kekeringan paling parah dalam sejarah mereka. Secara keseluruhan, terdapat 20,4 juta orang yang darurat pertolongan. Termasuk 13 juta orang di bagian utara dan hampir 10 juta orang di selatan dan timur Ethiopia. Masalah menjadi jauh lebih kompleks lantaran konflik menghambat akses bantuan kemanusiaan.

Tingkat kerawanan pangan akut memecahkan rekor tertinggi di Nigeria. Terdapat sekitar 19,5 juta orang terjerembap dalam krisis meskipun musim paceklik telah berakhir. Hampir setengah atau 43% dari jumlah itu adalah orang-orang yang berada di area konflik sehingga sulit memperoleh bantuan kemanusiaan.

Di Somalia, masalah yang dihadapi warganya juga tak kalah berat. Faktor cuaca, inflasi, hingga konflik berkepanjangan mengancam mereka mati kelaparan. Secara keseluruhan, diperkirakan ada 6,7 juta orang rawan pangan akut. Termasuk 2,2 juta orang di antaranya berstatus darurat dan 300.000 orang lainnya berstatus bencana.

Banjir selama empat tahun berturut di Sudan Selatan juga menyebabkan banyak orang kelaparan. Mereka tersebar di wilayah Jonglei, Lakes serta di negara bagian Unity dan Greater Pibor. Total terdapat 7,7 juta orang rawan pangan dan 0,09% di antaranya berstatus bencana. Konflik hingga inflasi juga memperparah situasi selain cuaca ekstrem.

Sementara itu, Kongo menjadi negara dengan tingkat kerawanan pangan akut paling tinggi di dunia dengan jumlah mencapai 25,9 juta orang. Sedangkan di Palestina terdapat 1,8 juta orang.

Zakat dan Sedekah Jadi Telaga

Kedatangan Ramadan pun dinanti-nanti karena diyakini mampu meringankan keadaan.

Melalui video singkat, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres menyebut bulan suci ini sebagai waktu yang tepat untuk bersatu dalam semangat pengertian dan kasih sayang, terikat oleh rasa kemanusiaan.

“Di masa-masa sulit ini, pikiran saya bersama mereka yang menghadapi konflik, pengungsian, dan penderitaan. Saya bergabung dengan semua orang yang mengamati Ramadan untuk menyerukan perdamaian, saling menghormati dan solidaritas,” ujar Guterres.

Harapan Guterres bukan tanpa alasan. Baru-baru ini, Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) mempublikasikan Laporan Tahunan Ke-5 Islamic Philanthropy. Laporan tersebut menunjukkan betapa peran Islam dalam menyelamatkan nyawa para pengungsi secara global.

Pada tahun lalu, UNHCR’s Refugee Zakat Fund atau Dana Zakat Pengungsi UNHCR mengumpulkan lebih dari US$21,3 juta (setara Rp323 miliar dengan asumsi kurs Rp15.166 per dolar AS) zakat dan US$16,7 juta atau Rp253 miliar sedekah.

Dana tersebut disalurkan kepada 1,5 juta orang di 21 negara. Zakat berperan membantu lebih dari 756.000 pengungsi di 17 negara, yaitu Afghanistan, Algeria, Bangladesh, Mesir, India, Indonesia, Iran, Jordania, Lebanon, Malaysia, Mauritania, Pakistan, Somalia, Tunisia, Irak, Nigeria dan Yaman.

Sedangkan sedekah mengalir untuk 839.000 orang di 15 negara, yaitu Afghanistan, Bangladesh, Yunani, India, Iran, Jordania, Kenya, Lebanon, Malaysia, Namibia, Nigeria, Pakistan, Tunisia, Ukraina dan Yaman. Sejak 2017 silam, zakat dan sedekah telah membantu 6 juta orang di 26 negara.

Dengan populasi mencapai 237,56 juta jiwa atau setara 86% dari total penduduk dalam negeri dan mencakup 12,30% dari total populasi muslim dunia, Ramadan juga memberi keuntungan tersendiri bagi Indonesia.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), peningkatan konsumsi semasa Ramadan dan Idulfitri berkontribusi mendongkrak ekonomi tumbuh 5,44% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Kuartal II/2022.

Kekuatan umat muslim di Indonesia juga terlihat dari kemampuannya menghimpun dana dalam jumlah besar. Dalam Islam, umat muslim diwajibkan membayar zakat, yaitu bagian tertentu dari harta yang harus dikeluarkan untuk para penerima yang berhak.

Zakat termasuk satu di antara lima rukun Islam. Menurut jenisnya, zakat terbagi dua, yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Zakat mal dikeluarkan atas harta yang dimiliki dalam satu tahun sesuai nishab dan haul. Sedangkan zakat fitrah dibayarkan setahun sekali saat Ramadan.

Di Indonesia, pemungutan dan pengelolaan zakat diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011. Pada tahun lalu, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) berhasil mengumpulkan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya senilai Rp21,3 triliun, jumlahnya meningkat 52,14% (yoy).

Indonesia memang tidak masuk dalam daftar negara rawan pangan akut versi WFP. Namun menurut data BPS, setidaknya masih ada 26,36 juta orang miskin yang hidup di negara kita. Mereka adalah saudara sebangsa yang layak turut serta merasakan indahnya Ramadan tanpa kelaparan.

Baca juga artikel terkait PENGUNGSI UNHCR atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Dwi Ayuningtyas