tirto.id - Andi Meriem Mattalatta wafat di Zoetermeer, Belanda, pada 4 Juni 2010, tepat hari ini 10 tahun lalu. Ia adalah putri Mayjen (Purn) Andi Mattalatta yang namanya diabadikan sebagai nama stadion kebanggaan warga Makassar. Jenazah Mer, begitu ia biasa dipanggil, mesti melakoni perjalanan panjang dari Zoetermeer ke Barru, salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, untuk dimakamkan di komplek permakaman raja-raja Barru.
Pada 1970-an, Mer kesohor sebagai pelantun lagu Mutiara dari Selatan gubahan komponis Iskandar. Lagu itu direkam di studio Republic Manufacturing Company (Remaco) milik Eugene Timothy, dengan musik yang ditata Aloysius Riyanto dan band pengiringnya bernama 4 Nada. Lagu itu amat melekat dengan Mer sehingga ia dijuluki "Mutiara dari Selatan".
Di album pertamanya itu, Mer tak hanya menyanyikan lagu gubahan Iskandar, tapi juga lagu dari para musikus populer lainnya seperti Tonny Koeswoyo (Perasaan Cinta), Aloysius Riyanto (Melody Cinta, Mengapa), Yok Koeswoyo (Kasih) dan Gatot Sunyoto (Surat dari Ibuku). Satu lagu berbahasa Inggris berjudul Yesterday Once More, yang sebelumnya dipopulerkan The Carpenters, juga muncul dalam album Andi Meriem: Iringan Band 4 Nada.
Album-album Mer berikutnya direkam di Musica Studio dengan A. Riyanto sebagai penata musiknya. Selain A. Riyanto, Ireng Maulana juga pernah menjadi penata musiknya.
Dari Bintang Radio ke Misi Kebudayaan
Mer mulai ikut ajang bakat Bintang Radio pada 1973, ketika berusia 16 tahun. Sejak sekolah dasar, ia sudah bernyali untuk ikut lomba menyanyi pop dan pernah juara. Tak hanya lomba menyanyi, Mer juga pernah mengikuti lomba ski air. Sejak sebelum ia dilahirkan, ayahnya adalah pegiat olahraga ini.
Mer bersama Zeth Lekatompessy, seperti dicatat buku Perjalanan Musik Keroncong Seri II (2020:41), adalah penyanyi hasil ajang Bintang Radio dan Televisi 1975 yang dianggap bagus tampil di layar televisi. Denny Sakrie kemudian menulis dalam 100 Tahun Musik Indonesia (2015:39) bahwa Andi Meriam Mattalatta adalah satu dari beberapa penyanyi hasil ajang Bintang Radio dan Televisi yang berhasil dalam industri rekaman Indonesia.
Popularitasnya yang terbangun sejak 1970-an telah menyusul jejak penyanyi asal Makassar lainnya, salah satunya Djajadi Djamain yang pada tahun-tahun sebelumnya memopulerkan lagu Sulawesi Selatan Dongang Dongang. Mer juga sempat membawakan lagu berbahasa daerah yang berjudul Anak Kukang pada 1977.
Dalam sejumlah albumnya, Mer tak hanya menyanyikan lagu-lagu baru, melainkan juga membawakan lagu-lagu lama yang pernah dibawakan oleh penyanyi sebelumnya. Ia misalnya pernah membawakan lagu Merepih Alam yang pernah dinyanyikan Chirisye sebagai lagu tema film Badai Pasti Berlalu (1977).
Lagu Mer yang terkenal selain Mutiara dari Selatan adalah lJanuari yang Biru. Lagu yang kerap diputar di radio itu ciptaan Dadang S Manaf. Sepanjang kariernya, Mer merekam belasan album termasuk kompilasi.
Warsa 1995, seperti terdapat dalam buku Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita: Buku XVII 1995 (2008), Mer turut serta dalam sebuah misi kebudayaan dalam rangka memperkenalkan Indonesia di luar negeri. Proyek yang berlangsung selama empat minggu itu diadakan oleh Yayasan Tiara Indonesia dan Yayasan Tiara Indah pimpinan Siti Hardiyanti Rukmana.
Misi kebudayaan yang bertajuk "Faces Of Indonesia 95" itu menyinggahi sejumlah kota di Amerika Serikat dan Eropa. Selain Mer, para penampil lainnya adalah Vonny Sumlang, Albert Sumlang, Dewi Yull, Victor Hutabarat, Sundari Soekotjo, Band Lolypop pimpinan Rinto Harahap, Kahitna, Prayudi Atmodirjo dan Aji Notonegoro (desainer), Avi Pravijanti Basuki (peragawati/model), serta grup tari Pelangi Nusantara TMII pimpinan Sarasmani Sampurno.
Saat rezim Orde Baru masih berjaya, Mer pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPR pada tahun 1986 sebagai wakil dari Golongan Karya (Golkar).
Guruh dan Gusti Nurul
Dalam perjalanan kariernya, Mer pernah diterpa gosip. Ketika baru terkenal sebagai penyanyi, ia digosipkan dekat dengan Guruh Sukarnoputra, namun konon tak direstui ayahnya. Pada usia 22 tahun, Mer menikah dengan Bambang Hertasning, putra Letnan Jenderal Hertasning, kolega ayahnya. Sayang, perkawinan itu berakhir dengan perceraian. Mer kemudian menikah lagi dengan Hendra Pribadi dan memiliki seorang putri bernama Herly Merdania.
Menurut laporan Tempo (24/02/1979), meski anak seorang jenderal dan mempunyai mobil, namun Mer lebih kerap naik becak ke kampus saat ia kuliah di Jurusan Sastra Inggris, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Di Kabupaten Barru, keluarga Mattalatta adalah keluarga raja. Ayahnya memilih berkarier di tentara ketimbang jadi orang penting di kampungnya. Andi Mattalatta pernah menjadi Panglima Kodam Hasanuddin yang membawahi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Sementara Ibunya Mer, Siti Aminah Daeng Pudji, adalah anak dari Mohammad Junus Daeng Mile, Walikota Makassar tahun 1950-an.
Di Kota Makassar pada 31 Agustus 1957, Andi Meriem Mattalatta lahir dengan nama lengkap Andi Sitti Meriem Nurul Kusumawardhani Mattalatta. "Nurul" dan "Kusumawardhani" yang menjadi nama tengahnya sama dengan nama putri keraton Mangkunegara: Gusti Raden Ayu Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumawardhani. Menurut Andi Mattalatta, di zaman kolonial ia bersahabat pena dengan Gusti Nurul.
Editor: Irfan Teguh Pribadi