tirto.id - Suatu hari di sebuah Panti Jompo, seorang kakek duduk di sebuah sofa yang terletak dekat jendela. Dia asyik bercengkrama dengan lawan bicaranya. Dia bercerita ketika ayahnya dikirim ke Irak untuk bertugas sebagai Pasukan Udara Inggris pada Perang Dunia II.
Rona bahagia terlihat dari wajah si kakek karena mendapat teman bicara di sore itu. Mereka mendengarkan lagu favorit dan si kakek tampak gembira. Namun, tidak lama kemudian, seorang wanita masuk dan “mengambil” teman si kakek.
Namun, teman kakek pada sore hari itu bukanlah manusia, tetapi Pepper, yang merupakan sebuah robot.
Siapa itu Pepper?
Pepper adalah robot otonom yang dikembangkan oleh CARESSES bekerja sama dengan SoftBank Robotics. Robot ini dilengkapi kecerdasan buatan yang memungkinkannya untuk melakukan percakapan sederhana, bisa memutar musik, dan belajar bahasa. Bahkan, robot ini juga bisa mengingatkan orang untuk minum obat.
Robot otonom ini tidak perlu diprogram seperti robot pada umumnya. Dia dapat berfungsi tanpa ada orang yang mengaturnya dengan remote control.
Pepper berwarna putih dengan tinggi 120 cm, bermata hitam, memiliki telinga berbentuk bulat dan berkepala plontos. Dia memiliki dua tangan dan sepuluh jari layaknya manusia.
Namun, Pepper tidak memiliki tungkai kaki. Jika diperhatikan sekilas, Pepper terlihat seperti memakai rok. Dia juga tidak memiliki kaki dan jemari kaki. Kaki Pepper berbentuk segitiga dengan ujung tumpul.
Pepper dilengkapi sensor sentuh, LED, dan mikrofon untuk berinteraksi. Selain itu, dia juga dilengkapi dengan sensor infrared, kamera 2D dan 3D, serta sonar untuk navigasi dia. Pepper juga dapat berekspresi dan melakukan gerakan secara natural.
Tak hanya itu, robot ini juga dapat berbicara dalam lima belas bahasa, di antaranya bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Jerman, Italia, Arab, dan Belanda.
Proses Pengembangan Pepper
Pepper dikembangkan oleh CARESSES, proyek multidisiplin internasional yang dibentuk untuk mendesain robot guna membantu orang lanjut usia. Robot ini didesain untuk membantu mengingatkan jadwal mereka minum obat, menyemangati mereka untuk tetap aktif, dan membantu mereka untuk terus terhubung dengan keluarga dan teman.
Robot ini juga didesain untuk kompeten secara budaya. Tindakan yang dilakukan oleh robot ini disesuaikan dengan latar belakang budaya pengguna. Selain itu, tindakan robot ini juga dapat diatur sesuai preferensi pengguna.
CARESSES menerima pendanaan dari Program Penelitian dan Inovasi European Union’s Horizon 2020 di bawah perjanjian hibah No.737858 dan dari Kementerian Urusan Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang. Proyek ini dimulai pada 1 Januari 2017 dan berakhir pada 31 Januari 2020.
Dikutip dari Independent, peneliti utama riset ini, Dr Chris Papadopoulos, dari Universitas Bedfordshire mengatakan bahwa penelitian ini merupakan terobosan di dunia penelitian.
Pepper telah diuji coba pada penghuni panti jompo di Inggris dan Jepang. Orang tua yang berinteraksi dengan Pepper hingga 18 jam selama dua minggu mengalami peningkatan kesehatan mental yang signifikan.
Dr Sanjeev Kanoria, pendiri dan kepala Advinia Health Care, panti jompo tempat Pepper diuji cobakan, berharap robot ini dapat berada di lebih banyak panti jompo.
“Ini satu-satunya kecerdasan buatan yang dapat memungkinkan komunikasi tanpa batas dengan robot dan penduduk yang rentan,” katanya.
Penulis: Aninda Lestari
Editor: Alexander Haryanto