tirto.id - Perempuan yang sudah menikah dan aktif melakukan hubungan seksual perlu menjalani prosedur pemeriksaan pap smear untuk mendeteksi kanker serviks.
Setidaknya, setelah tiga tahun rutin berhubungan seksual, perempuan diminta melakukan pap smear setiap dua tahun.
Apakah pemeriksaan pap smear menyakitkan?
Dokter Venita dari yayasan Kanker Indonesia (YKI) Provinsi DKI Jakarta di Jakarta, Rabu (13/3/2019) menjelaskan terkait pap smear.
"Dibaringkan diranjang terus kakinya diangkat, dibuka pakai spekulum, lalu diambil sedikit selnya pakai brush yang tipis. Jadi enggak sakit," ujarnya sebagaimana dilansir Antara.
Venita menjelaskan, rasa sakit biasanya muncul bila perempuan yang dipapsmear merasa tegang. Jika dia bisa rileks, maka rasa sakit tak akan muncul.
"Kadang orang bilang sakitnya pas dibuka. Tetapi kalau orangnya rileks enggak sakit. Karena kalau tegang itu makin bisa sakit, kan otot. Makin rileks makin enggak sakit. Itu cuma sebentar kok. Hitungan detik kok kami mengambil sampelnya," kata dia.
Selain tak menyakitkan, pap smear juga tidak menyebabkan bekas luka apapun. Setelah melakukan prosedur ini, kaum hawa bisa melakukan berbagai kegiatan sesuai kesehariannya.
Di Indonesia, pemeriksaan pap smear biasanya hanya dilakukan oleh perempuan yang telah aktif secara seksual. Sementara di Amerika, tidak demikian.
Sementara itu, American Society for Colposcopy and Cervical Pathology menyusun panduan untuk melakukan pap smear. Dalam panduan itu disebutkan bahwa perempuan berusia 21 sampai 65 tahun, baik yang aktif secara seksual maupun tidak, disarankan melakukan pemeriksaan pap smear.
Namun, bagi mereka yang aktif secara seksual meski masih berada di bawah 21 tahun, pap smear disarankan untuk dilakukan.
Panduan itu menjelaskan bahwa kanker serviks disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) yang biasanya menular secara seksual. Namun, tak semua kanker serviks berasal dari infeksi virus. Ia bisa juga dari pembalut atau kondisi vagina yang tidak bersih.
Oleh karena itu, semua perempuan disarankan memulai pemeriksaan dini kanker serviks mereka dengan pap smear setiap tiga tahun yang dimulai pada usia 21 tahun.
Jika sampai usia 30 tahun hasil tes pap smear menunjukkan negatif, frekuensi pemeriksaan bisa dikurangi menjadi lima tahun sekali. Ketika perempuan berusia di atas 65 tahun, pemeriksaan pap smear tak perlu lagi dilakukan.
Pap smear atau pemeriksaan apusan lendir rahim merupakan bentuk pencegahan sekunder atau deteksi dini kanker serviks selain tes IVA. Sementara pencegahan primernya adalah vaksinasi HPV.
Vaksinasi HPV sendiri adalah salah satu cara pencegahan perempuan tertular human papilloma virus (HPV), satu virus penyebab kanker serviks atau kanker leher rahim.
Terkait kapan sebaiknya vaksinasi HPV dilakukan, Spesialis onkologi dan gikenologi dari RSCM, Prof. Dr.dr. Andrijono, SpOG (K) menyatakan bahwa proteksi tersebut paling baik dilakukan sejak usia dini antara 9-13 tahun.
"Vaksin HPV diberikan dini, usia 9-13 tahun, itu saat proteksi paling bagus. Suntikan pertama saat SD kelas 5, suntikan kedua kelas 6 SD, untuk mengeliminasi kanker serviks," ujar dokter Andrijono, sebagaimana diberitakan Antara.
Menurutnya, saat usia 9 tahun, kekebalan tubuh seseorang sedang berada pada masa prima dan memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat dalam merespon vaksin.
Vaksinasi HPV sendiri terbagi menjadi dua golongan yakni pada usia 9-13 tahun dengan dua dosis (jarak 0 dan 6-12 bulan) dan 14-44 tahun dengan tiga dosis (jarak 0, 2 bulan dan 6 bulan).
Data Centers for Disease Education and Prevention (CDC) menyebutkan, setiap tahun sekitar 14 juta orang termasuk remaja terinfeksi HPV karena masa remaja sejalan dengan masa pertumbuhan sehingga struktur organ serviks lebih rentan terhadap infeksi HPV.
Untuk batasan usia maksimal vaksinasi HPV, dokter Andrijono menyebutkan usia 55 tahun.
"Sampai usia 55 tahun. Efektifnya sampai usia 45 tahun walau tingkat proteksinya turun sampai 10 persen. Tetapi ini masih bisa memproteksi," jelasnya sebagaimana diberitakan Antara.
Ia juga menjelaskan syarat sebelum vaksinasi HPV adalah sudah dilakukan pengecekan terlebih dahulu.
"Sebelum vaksin dicek dulu. Kalau negatif HPV baru divaksin," tutur Andrijono.
Sementara itu, efek samping setelah vaksinasi HPV tidak terlalu berat.
"Tidak ada efek samping berat. Panas, mual, enggak. Hanya sakit di tempat suntikan," kata Andrijono.
Editor: Agung DH