tirto.id - Vaksinasi HPV adalah salah satu cara pencegahan perempuan tertular human papilloma virus (HPV), satu virus penyebab kanker serviks atau kanker leher rahim.
Terkait kapan sebaiknya vaksinasi HPV dilakukan, Spesialis onkologi dan gikenologi dari RSCM, Prof. Dr.dr. Andrijono, SpOG (K) dalam diskusi media di Jakarta, Rabu (25/4/2018) menyatakan bahwa proteksi tersebut paling baik dilakukan sejak usia dini antara 9-13 tahun.
"Vaksin HPV diberikan dini, usia 9-13 tahun, itu saat proteksi paling bagus. Suntikan pertama saat SD kelas 5, suntikan kedua kelas 6 SD, untuk mengeliminasi kanker serviks," ujar dokter Andrijono, sebagaimana diberitakan Antara.
Menurutnya, saat usia 9 tahun, kekebalan tubuh seseorang sedang berada pada masa prima dan memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat dalam merespon vaksin.
Vaksinasi HPV sendiri terbagi menjadi dua golongan yakni pada usia 9-13 tahun dengan dua dosis (jarak 0 dan 6-12 bulan) dan 14-44 tahun dengan tiga dosis (jarak 0, 2 bulan dan 6 bulan).
Data Centers for Disease Education and Prevention (CDC) menyebutkan, setiap tahun sekitar 14 juta orang termasuk remaja terinfeksi HPV karena masa remaja sejalan dengan masa pertumbuhan sehingga struktur organ serviks lebih rentan terhadap infeksi HPV.
Untuk batasan usia maksimal vaksinasi HPV, dokter Andrijono menyebutkan usia 55 tahun.
"Sampai usia 55 tahun. Efektifnya sampai usia 45 tahun walau tingkat proteksinya turun sampai 10 persen. Tetapi ini masih bisa memproteksi," jelasnya sebagaimana diberitakan Antara.
Ia juga menjelaskan syarat sebelum vaksinasi HPV adalah sudah dilakukan pengecekan terlebih dahulu.
"Sebelum vaksin dicek dulu. Kalau negatif HPV baru divaksin," tutur Andrijono.
Sementara itu, efek samping setelah vaksinasi HPV tidak terlalu berat.
"Tidak ada efek samping berat. Panas, mual, enggak. Hanya sakit di tempat suntikan," kata Andrijono.
Apakah laki-laki perlu divaksin?
"Pria juga divaksin untuk melindungi dirinya dari jenis kanker lain," kata Andrijono.
Kanker masih menjadi penyakit yang mengerikan, dengan tingkat kematian yang cukup tinggi. Kanker serviks atau kanker rahim termasuk salah satunya. Jumlah kematian yang disebabkan kanker serviks termasuk yang tinggi di Indonesia.
Kanker serviks adalah kanker paling umum keempat yang menyerang wanita. Sebagian besar, sekitar 85 persen kanker serviks melanda para wanita di wilayah tertinggal. Ia menyumbang hampir 12 persen dari semua kanker yang diderita wanita. Sayangnya, meskipun jumlah korbannya tinggi, kebanyakan infeksi HPV tanpa gejala. Akibatnya, seringkali korban datang ke pusat kesehatan ketika sudah berada di stadium tinggi.
Rumah Sakit Kanker Dharmais misalnya, pernah merilis pada periode 2010-2013 ada 1.295 jiwa meninggal akibat penyakit kanker serviks. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan memperkirakan penderita kanker Indonesia akan meningkat tujuh kali lipat pada 2030.
Kebanyakan orang mengira, infeksi virus HPV hanya melalui aktivitas seksual semata. Misalnya melalui kontak langsung dengan kulit kelamin, membran mukosa, pertukaran cairan tubuh, serta seks oral dan anal. Cara-cara tersebut memang menyumbang 85 persen infeksi virus HPV. Sedang 15 persen lainnya disebarkan melalui aktivitas nonseksual.
Penularan HPV dapat terjadi akibat sentuhan langsung kulit ke kulit dengan pengidap, atau diturunkan saat persalinan. Sementara penularan jalur nonseksual di luar kelamin dapat terjadi akibat pemakaian toilet umum, pakaian dalam yang tak higienis, dan tidak sterilnya alat kedokteran.
Editor: Yulaika Ramadhani