Menuju konten utama

Mengenal Oximeter dan Cara Menggunakannya Menurut WHO

Oximeter adalah alat untuk deteksi tingkat oksigen di dalam darah. Temukan penjelasan cara menggunakan oximeter di sini.

Mengenal Oximeter dan Cara Menggunakannya Menurut WHO
Ilustrasi OXIMETER. foto/istockphoto

tirto.id - Oximeter adalah sebuah alat yang mampu mendeteksi tingkat oksigen di dalam darah manusia tanpa menimbulkan rasa sakit.

Oximeter dapat memperlihatkan seberapa efisienkah oksigen yang dikirim ke bagian tubuh Anda yang paling jauh dari jantung, seperti lengan dan kaki.

Dikutip dari laman Medical News Today, tingkat oksigen dalam tubuh yang normal berkisar antara 95 hingga 100 persen. Jika kadar oksigen di dalam tubuh seseorang berada di bawah 90 persen, ia dianggap memiliki kadar oksigen yang rendah dan memerlukan tindakan medis.

Oximeter berbentuk seperti klip yang ditempatkan pada jari tangan atau daun telinga. Dalam mengecek kadar oksigen, alat ini menggunakan cahaya sebagai pendekteksinya.

Dalam dunia medis, oximeter digunakan untuk mengecek pasien yang memiliki penyakit yang memengaruhi kadar oksigen dalam darah.

Dikutip dari Healthline, penyakit-penyakit tersebut di antaranya adalah anemia, asma, kanker paru-paru, hingga gagal jantung.

Melalui laman resminya, World Health Organization (WHO) memberikan panduan terkait cara menggunakan oximeter dan apa saja hal yang perlu diperhatikan.

Infografik Oximeter

Infografik Oximeter. tirto.id/Fuad

Cara Menggunakan Oximeter

Oximeter memiliki dua jenis, yaitu yang ditempatkan pada jari tangan dan telinga.

Untuk oximeter pada jari, pastikan jari yang dimasukkan di antara capit oximeter pas, tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar. Gunakan jari yang ukurannya sesuai dengan space antara capit oximeter.

Jari perlu diposisikan secara tepat agar sinar atau cahaya oximeter dapat bekerja dengan benar. Dengan begitu Oximeter dapat mengukur kadar oksigen secara maksimal.

Jika menggunakan oximeter untuk telinga, pastikan agar penempatannya sesuai dan tepat, yaitu di tengah daun telinga.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan saat Penggunaan Oximeter

Berikut ini beberapa hal yang harus diketahui saat menggunakan oximeter:

1. Hindari cat kuku atau pewarna

Penggunaan cat kuku dapat memengaruhi efektifitas kerja dari oximeter. Warna dari cat kuku dapat menyerap cahaya yang dipancarkan oleh oximeter sehingga mengganggu pendeteksian kadar oksigen dalam darah. Hal tersebut juga berlaku pada penggunaan henna.

2. Hindari cahaya berlebih

Cahaya berlebih dapat mengganggu pengerjaan oximeter sehingga hasilnya akan menjadi tidak akurat.

Contoh dari cahaya yang berlebih adalah sinar matahari secara langsung dan lampu operasi. Selama tidak terpapar cahaya terang secara langsung, oximeter dapat bekerja secara baik.

3. Pergerakan

Setelah oximeter dipasangkan di jari atau telinga, akan lebih baik jika tidak ada banyak pergerakan. Pergerakan pada tubuh yang menyebabkan oximeter ikut bergoyang akan memberikan hasil yang kurang akurat.

Bentuk gelombang dari hasil deteksi akan cenderung tidak menentu dan tidak terdeteksi dengan baik. Oleh karena itu, minimalkan getaran atau gerakan pada tubuh, khususnya jari atau telinga.

4. Perfusi

Perfusi adalah sirkulasi atau aliran darah yang membawa oksigen dari alveoli ke jantung. Beberapa oximeter dapat mendeteksi indikasi aliran darah dalam bentuk angka. Hal tersebut perlu diperhatikan, khususnya pada saat melakukan anestesi atau proses pembiusan.

5. Keracunan karbon monoksida

Dalam beberapa kondisi, oximeter tidak dapat memberikan hasil yang akurat. Salah satunya adalah jika pasiennya mengalami keracunan karbon monoksida yang disebabkan oleh kebakaran atau banyak menghirup asap.

Oleh karena itu, pasien perlu dicek menggunakan alat lain yang lebih canggih.

Jika Tak Ada Oximeter di Rumah

Semasa pandemi Covid-19, istilah pulse oximeter kerap muncul. Pulse oximeter banyak disebut sebagai alat yang dapat membantu deteksi virus Covid-19.

Jika tidak ada oximeter di rumah, pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri bisa menghitung napasnya untuk mendeteksi gejala sesak napas.

"Catat suhu dan saturasi oksigen kalau punya oximeter, kalau tidak hitung napas," kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, seperti dikutip Antara.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) melaporkan, sekitar 31-40 persen pasien COVID-19 mengeluhkan sesak napas. Kondisi sesak napas menyebabkan pasien sulit bernapas sehingga membuat mereka terengah-engah.

Dada mungkin terasa terlalu sesak untuk menarik atau menghembuskan napas sepenuhnya. Setiap napas pendek saja membutuhkan usaha yang lebih besar dan membuat pasien dengan keluhan sesak napas merasa terengah-engah. Rasanya seperti bernapas melalui sedotan.

Cara Membaca Oximeter

Sementara bila pasien memiliki oximeter, pastikan angka saturasi oksigennya tidak kurang dari 94 persen. Normalnya angka saturasi oksigen untuk menunjukkan organ tubuh seperti paru, jantung, dan sistem peredaran darah bekerja dengan baik berada pada sekitar 95-100 persen.

Oximeter bisa membantu Anda mengetahui berapa banyak oksigen di dalam darah Anda. Alat yang umumnya berukuran kecil dan bisa dikantongi ini memiliki sensor yang menggunakan cahaya untuk mendeteksi oksigen.

Pasien COVID-19 yang melakukan isolasi mandiri baik yang tidak bergejala maupun bergejala bila saturasi oksigennya berada di bawah 94 persen, sebaiknya segera mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan.

Hubungan Covid-19 dan Happy Hypoxia dengan Oximeter

Virus Corona atau Covid-19 adalah virus yang menyerang sistem pernafasan dan mengganggu kadar oksigen yang ditransfer ke aliran darah.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, oximeter adalah sebuah alat yang mampu mendeteksi tingkat oksigen di dalam darah manusia. Karena dapat mendekteksi kadar oksigen, oximeter dianggap mampu menjadi alat deteksi dini Covid-19.

Jika hasil oximeter menandakan kadar oksigen seseorang rendah, maka orang tersebut dianggap memiliki kemungkinan lebih tinggi terpapar virus Covid-19.

Tetapi, tanggapan terhadap penggunaan oximeter untuk pendeteksian Covid-19 masih beragam. Beberapa pihak merasa bahwa oximeter berguna sebagai alat deteksi dini, sedangkan beberapa lainnya merasa itu tidak bisa digunakan karena tidak akurat.

Pihak-pihak yang beranggapan oximeter dapat dijadikan sebagai alat deteksi dini Covid-19 merasa bahwa alat tersebut akan berguna, khususnya bagi penderita happy hypoxia.

Happy hypoxia merupakan keadaan di mana pasien COVID-19 mengalami kekurangan oksigen di dalam darahnya, tetapi sang pasien tidak merasakan sesak napas.

Vito Anggarino Damay, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah mengatakan, oximeter dapat digunakan bagi seseorang yang memiliki gejala Covid-19 ringan.

"Seseorang yang happy hypoxia mungkin ada gejala yang ringan yang tidak disadari bukan sama sekali tidak bergejala. Mungkin perlu sediakan di rumah untuk mereka yang menderita Covid-19 ringan yang isolasi mandiri," tuturnya seperti diwartakan Antara.

Tetapi, memiliki kadar oksigen yang rendah tidak pasti menunjukkan bahwa Anda terpapar Covid-19. Sebaliknya, memiliki kadar oksigen yang normal tidak menjanjikan bahwa Anda tidak tertular virus tersebut.

Menurut Tim Connolly, seorang ahli pulmonologi di Houston Methodist, tidak semua orang yang positif Covid-19 memiliki kadar oksigen yang rendah.

"Ada orang yang mengalami demam, nyeri otot, dan gangguan GI di rumah yang menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi tidak pernah menunjukkan kadar oksigen yang rendah," jelasnya yang dikutip dari laman resmi Houston Methodist.

Oleh karena itu, tidak salah jika Anda ingin memiliki alat oximeter sebagai pencegahan dan untuk berjaga-jaga.

Namun, jangan bergantung sepenuhnya pada alat tersebut. Jika merasa tidak enak badan, periksalah ke dokter atau ikuti tes Covid-19 secara formal.

Baca juga artikel terkait OXIMETER atau tulisan lainnya dari Fatimah Mardiyah

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Fatimah Mardiyah
Penulis: Fatimah Mardiyah
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Ibnu Azis