tirto.id - Jepang dikenal sebagai negara yang bersih, rapi, juga berisi orang-orang dengan manajemen yang baik. Jika Marie Kondo dikenal mempromosikan metode berbenah bagi mereka yang kesulitan merapikan barang, ada pula Hani Motoko, seorang jurnalis wanita pertama di Jepang, yang pada 1904 mengenalkan seni mengatur keuangan bernama kakeibo (diucapkan kah-keh-boh).
Pada dasarnya kakeibo adalah pembukuan pendapatan dan pengeluaran keuangan Anda. Tidak ada aplikasi, tidak ada teknologi digital, tidak ada perhitungan matematika yang njelimet.
Contoh yang pernah dikutip olehEvening Standard adalah sebagai berikut:tiap awal bulan mulailah dengan membikin catatan tertulis berisi rincian semua pengeluaran Anda, termasuk pengeluaran tetap serta berapa yang hendak ditabung.Lalu, mulailah dengan membagi pengeluaran menjadi empat kolom dan kategori. Pertama, kolom survival atau kebutuhan pokok yang meliputi makanan, transportasi, dan obat-obatan. Kedua, optional atau biaya sekunder meliputi kudapan, makan di luar atau restoran, belanja, atau rokok. Ketiga, Culture atau tambahan wawasan meliputi buku, film, majalah. Terakhir, Extra alias pengeluaran tambahan semisal kado untuk pernikahan atau ulang tahun, biaya perbaikan rumah, atau servis.
Setelah membikin empat rincian tersebut, kemudian buatlah empat pertanyaan. Pertama, berapa banyak uang yang saya miliki? Berapa banyak uang yang ingin saya simpan? Berapa sebenarnya yang saya belanjakan? Bagaimana agar saya bisa mengawasi jumlah pengeluaran ini?
Dari sini, anda bisa tahu ke mana uang paling banyak mengalir. Tiap akhir bulan, Anda akan menjawab lagi serangkaian pertanyaan reflektif, semisal apakah Anda mencapai target menabung? Apa cara yang Anda temukan untuk menghemat uang? Di bagian mana anda menghabiskan terlalu banyak uang? Dan apa yang akan anda ubah bulan depan?
Dengan teknik kakeibo ini, anda bisa melihat ulang bagaimana pengelolaan keuangan anda, apakah berjalan sesuai rencana, atau malah melenceng jauh.
Kakeibo ala Hani Motoko ini kembali diangkat oleh Fumiko Chiba dalam bukunya, Kakeibo: The Japanese Art of Saving Money (2017). Chiba menulis bahwa kakeibo adalah cara ibu rumah tangga di Jepang untuk mengelola anggaran.
"Meskipun Jepang kental dengan budaya tradisional dalam banyak hal, kakeibo adalah alat yang membebaskan bagi wanita, memberi mereka kendali atas semua keputusan keuangan," tulis Chiba. Lewat kakeibo, kata Chiba, Anda akan belajar bahwa, "menabung adalah tentang membelanjakan uang dengan baik."
Menurut Chiba, kakeibo sebenarnya punya beragam bentuk meski tulang punggungnya tetap soal pembukuan keuangan. Di Jepang, sampai saat ini kakeibo masih populer. Kakeibo memperkenalkan pembukuan keuangan secara konvensional yaitu ditulis dengan tangan. Jika dihubungkan dengan pengaruh menulis tangan, penelitian menunjukkan, menulis dengan tangan dapat meningkatkan proses memahami informasi dan pembelajaran dibanding dengan mengetik di laptop atau gawai digital lainnya.
Sosok Hani Motoko yang diyakini meperkenalkan teknik kakeibo adalah seorang emansipatoris pada jamannya. Wanita yang lahir di Prefektur Aomori pada 1873 ini banyak berkecimpung di dunia pendidikan yang menjangkau wanita Jepang di eranya.
Pasalnya, seperti diuraikan B. Winston Kahn dalam Hani Motoko and the Education of Japanese Women (1997), Hani tumbuh di masa Kaisar Meiji (1868 - 1912) yang sangat menonjolkan dominasi laki-laki di tiap lini kehidupan sosial dan politik negara. Cara pandang yang populer kepada wanita di zaman itu adalah ryosai kenbo yang artinya kurang lebih "Istri yang baik, ibu yang bijaksana". Konsep ini meletakkan konsep wanita baik adalah mereka yang mengurus anak, rumah, dan jadi istri yang patuh. Mungkin ini yang lantas membiasakan Hani mengelola keuangan.
Lahir dari lingkungan keluarga Samurai memberi keuntungan bagi Hani untuk dapat mengenyam pendidikan dari tingkat rendah ke tinggi, sebuah privilese yang tak dapat dipunyai rakyat jelata. Setelah lulus, Hani lantas mendirikan majalah wanita bernama Fujin no tomo pada 1908. Isinya berupa peningkatan pendidikan, kemandirian wanita, hak-hak wanita, bagaimana mengelola emosinal, dan yang berkaitan dengan itu semua.
Selain itu, dalam buku Encyclopedia of Women Social Reformers, Volume 1 (2001) karya Helen Rappaport, Hani bersama suaminya mendirikan sekolah tinggi progresif bernama Jiyu Gakuen (Sekolah Kebebasan) pada 1921. Hani juga menulis buku terkait isu-isu sosial dan hubungan keluarga dalam otobiografinya berjudul Speaking of Myself (1928). Puncak karier Hani barangkali saat ia mewakili Jepang dalam World New Education Conference di Nice, Prancis pada 1932.
Kini, warisan Hani berupa teknik kakeibo tak ada salahnya dicoba jika Anda sedang mengalami kesulitan mengelola keuangan dan ingin berhemat.
Editor: Nuran Wibisono