tirto.id - Tekanan transformasi digital dan kehadiran Kecerdasan Artifisial (Artificial Intelligence/AI) ke dalam kehidupan sehari-hari menyingkap kelemahan mendasar dalam sistem pendidikan. Studi oleh Doan (2025) menyebut bahwa pendidikan tradisional kerap bergantung pada strategi surface learning (pembelajaran permukaan) seperti hafalan, pengulangan, dan respons yang terstandar. Pendekatan semacam ini dinilai tidak memadai, bahkan berpotensi merugikan, karena siswa berisiko menjadi penerima pasif informasi yang dihasilkan AI tanpa kemampuan menyaring atau mengkritik.
Indonesia sendiri menghadapi krisis pembelajaran yang dapat terlihat dari peringkat Programme for International Student Assessment (PISA) 2022 yang berada di posisi ke-69 atau 12 terbawah dari total 80 negara. Data PISA 2022 mencatat bahwa 99% murid di Indonesia hanya bisa menjawab soal di level rendah, dan kurang dari 1% yang mampu menjawab soal di level tinggi.
Menghadapi tantangan ini, menjadi penting untuk menumbuhkan kapasitas manusia yang unik—yaitu penalaran kritis, etika, kreativitas, kolaborasi, dan adaptabilitas. Di sinilah Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) hadir sebagai pendekatan pedagogi baru (new pedagogy) dan respons strategis terhadap tuntutan di era digital.
Mengubah Pola Pikir di Ruang Kelas
Adrianus Ngongo, guru Bahasa Inggris di SMK Negeri 2 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), tampak jatmika dalam balutan kaos bertuliskan Deep Learning berpadu dengan celana jeans. Siang itu, Jumat (19/9), Adi, sapaan akrab Adrianus, mendatangi aula Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) NTT untuk menyaksikan Festival Sastra Santarang.
“Pendekatan deep learning bagi saya adalah sebuah pendekatan yang bagus. Pendekatan ini berusaha mengubah mindset dari pola berpikir tetap, fixed mindset, ke pola berpikir bertumbuh atau growth mindset. Perubahan pola berpikir ini adalah salah satu persoalan paling penting yang memang harus diperhatikan dengan serius,” kata Adi kepada reporter tirto.id, Senin (22/9).
Adi menambahkan, dengan pola berpikir bertumbuh, proses pembelajaran di kelas juga mengalami perubahan. Kelas yang tadinya bersifat monolog berubah menjadi dialog. Anak-anak yang mulanya datang ke sekolah sebatas formalitas—tanpa gairah—sekarang punya semangat besar untuk belajar.
Semua itu menjadi mungkin sebab Pembelajaran Mendalam menggunakan pendekatan yang memuliakan. Ia menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran yang berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful), dan menggembirakan (joyful) melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu.
“Dengan berpayung pada ketiga prinsip tersebut, saya akan dan biasanya mendorong siswa untuk sungguh-sungguh menyadari pentingnya belajar, lalu mendorong mereka untuk mampu menghubungkan apa yang mereka pelajari di kelas dengan situasi riil mereka di tengah masyarakat,” papar Adi.

Melampaui Sekadar Nilai Ujian
Guru Besar bidang Pendidikan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Prof. Awaluddin Tjalla, menyebut Pembelajaran Mendalam diterapkan agar siswa memiliki kompetensi dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Awaluddin menerangkan, secara spesifik Pembelajaran Mendalam penting demi menghasilkan pemahaman jangka panjang, mengembangkan keterampilan abad-21— antara lain kemampuan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, kemampuan memecahkan masalah dan kolaborasi—meningkatkan motivasi intrinsik siswa, serta mempersiapkan siswa untuk memiliki kompetensi sepanjang hayat.
Ia juga menggarisbawahi bahwa Pembelajaran Mendalam bukan kurikulum, melainkan metode. Selama ini, ungkap Awaluddin, persoalan klasik dunia pendidikan Indonesia bukanlah kurikulum, melainkan implementasi pengajaran. Sebab itulah Pembelajaran Mendalam diformulasikan agar para pengajar memiliki pendekatan yang sama dalam menyampaikan materi pelajaran.
“Dalam model pembelajaran tradisional, guru kerap menjadi sumber utama informasi (teacher centered), dan murid hanya penerima pasif yang bergerak berdasarkan instruksi. Melalui Pembelajaran Mendalam, guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing, dan siswa didorong agar aktif bertanya, meneliti, berkolaborasi, serta membangun maknanya sendiri. Student centered,” ungkap Awaluddin kepada reporter tirto.id, Senin (22/9).
Perbedaan Metode Pembelajaran Tradisional dengan Pembelajaran Mendalam

Respons atas Krisis Pembelajaran
Anggota tim Pengembang Pembelajaran Mendalam, Yuli Rahmawati, menyebut Pembelajaran Mendalam merupakan respons atas krisis pembelajaran yang terjadi di Indonesia, baik dalam hal hasil belajar peserta didik yang rendah, kompetensi guru yang perlu terus ditingkatkan, hingga permasalahan pembentukkan karakter.
Melalui Pembelajaran Mendalam, siswa diberikan pengalaman untuk mengaplikasi pengetahuan yang diberikan, juga mengaitkannya dengan isu-isu kritis yang dapat menstimulasi kepedulian siswa.
“Contohnya, konsep IPA dikaitkan dengan permasalahan sampah. Siswa diberikan data kondisi permasalahan sampah di Indonesia yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat, sehingga mereka distimulasi untuk peduli terhadap permasalahan sekelilingnya, termasuk memberikan solusi seperti pengelolaan sampah sebagai proyek yang dilakukan di sekolah,” papar Yuli kepada reporter tirto.id, Senin (22/9).
Guru Besar Pendidikan Kimia UNJ itu juga menyebut Pembelajaran Mendalam adalah pendekatan yang memuliakan dengan prinsip berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Pendekatan ini memfokuskan pada pembentukan individu yang holistik melalui olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga.
“Prinsip pembelajaran yang disebutkan di atas memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik melalui tahapan memahami, mengaplikasi dan merefleksi pengetahuan yang diperoleh. Pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital untuk membantu peserta didik, serta melibatkan berbagai pihak sebagai mitra pembelajaran termasuk dengan peserta didik, guru lain, orang tua, praktisi, atau pihak lainnya,” pungkas Yuli.
Mengoptimalkan Panca Indera
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti menjelaskan, sebagai bagian dari perkembangan teknologi pendidikan, Pembelajaran Mendalam punya peran signifikan dalam menciptakan pengalaman belajar yang lebih mendalam.
“Pintu pertama untuk melakukan Pembelajaran Mendalam itu adalah attention atau perhatian. Proses ini melibatkan panca indera manusia, sehingga kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki akan memicu rasa ingin tahu lebih dalam pada proses belajar,” jelas Abdul Mu’ti, Februari silam.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini juga menyatakan, Pembelajaran Mendalam didesain untuk membuat siswa merasa gembira ketika belajar, meraih pencerahan, serta mendorong mereka agar menjadikan proses belajar sebagai sarana untuk memuliakan manusia lainnya—lengkap dengan segala perbedaan kemampuan maupun keahliannya. Dalam konteks ini, Menteri Mu'ti menekankan bahwa nilai—dalam pengertian value, bukan score—sangat fundamental menunjang keberhasilan Pembelajaran Mendalam.
“Nilai harus melekat dalam setiap mata pelajaran. Nilai menjadi makna utama dari proses pembelajaran. Selain aspek pengetahuan dan keterampilan, deep learning juga harus mengedepankan pentingnya nilai-nilai dalam pendidikan,” tegas Mu’ti.
Konsep dan Praktik Bersesuaian
Di atas kertas, Pembelajaran Mendalam tampak ideal secara konseptual. Sebab itu pula Adrianus Ngongo berharap agar pendekatan ini serius dilaksanakan di setiap sekolah, dan setiap stakeholder benar-benar menjalankan perannya sebaik mungkin.
“Saya melihat pendidikan Indonesia akan bisa berubah ketika pendekatan ini benar-benar dilaksanakan secara serius, secara efektif dan efisien, terutama dalam implementasi di ruang kelas. Kekurangan kita selama ini sering kali teori: sebuah pendekatan itu hanya bagus di tataran teoritis dan perencanaan, tetapi lemah di tahap implementasi,” kata Adi.
Sebab itu, Adi berharap implementasi pendekatan Pembelajaran Mendalam benar-benar dieksekusi dengan baik, dimonitor, dan dievaluasi sehingga ada perbaikan dari hari ke hari.
“Saya percaya bahwa jika pendekatan ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, impian tentang pendidikan Indonesia yang lebih baik, harapan tentang anak-anak Indonesia yang memiliki kualitas yang lebih baik, yang mampu bersaing di level global sekalipun akan bisa kita wujudkan,” kata Adi.
Masuk tirto.id







































