tirto.id - Italia mencatat jumlah kematian tertinggi akibat virus corona COVID-19, melebihi Cina, negara tempat virus ini pertama kali diketahui. Menurut data John Hopkins CSSE pada Senin (23/3/2020), Italia melaporkan 5.467 kematian akibat coronavirus dan Cina 3.153 kematian.
Kematian akibat coronavirus di Italia telah melonjak dalam beberapa hari terakhir. Mayoritas kematian Italia terjadi di wilayah Lombardy utara, tempat Kota Milan berada.
Italia mengumumkan jumlah kematian tertinggi kedua dalam 24 jam pada Minggu (22/3/2020). Lonjakan kematian baru-baru ini terjadi meskipun pihak berwenang Italia memberlakukan pembatasan ketat, menutup hampir semua toko, bar, penata rambut, restoran dan kafe.
Namun, mengapa kematian akibat coronavirus di negara ini begitu tinggi?
Di luar Cina, Italia sekarang memiliki jumlah kematian tertinggi di dunia akibat COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru. Tingkat kematian negara itu akibat COVID-19 — sebesar 5% — jauh lebih tinggi dari rata-rata global 3,4%, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kematian negara itu mungkin usia penduduknya — Italia memiliki populasi lansia tertinggi di Eropa, dengan sekitar 23% penduduk berusia 65 tahun atau lebih, menurut The New York Times.
Usia rata-rata di negara ini adalah 47,3, sementara di Amerika Serikat, usia rata-rata 38,3, Times melaporkan. Banyak kematian Italia terjadi di antara orang-orang yang berusia 80-an, dan 90-an, populasi yang diketahui lebih rentan terhadap komplikasi dari COVID-19, menurut The Local.
Angka kematian secara keseluruhan akan selalu tergantung pada demografi populasi, kata Aubree Gordon, seorang profesor epidemiologi di Universitas Michigan. Dalam kasus ini, angka kematian yang dilaporkan bukanlah "usia yang distandarisasi," yang merupakan cara untuk menyesuaikan demografi yang mendasari suatu populasi, katanya kepada Live Science.
Mengingat populasi Italia terdiri dari banyak lansia, "Anda mungkin menduga tingkat kematian mereka rata-rata lebih tinggi, sedangkan lainnya dianggap setara," kata Gordon, membandingkan Italia dengan negara yang memiliki populasi usia lebih muda.
Selain itu, seiring bertambahnya usia, peluang untuk memiliki setidaknya satu kondisi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti kanker atau diabetes - meningkat, kata Krys Johnson, seorang ahli epidemiologi di Temple University College of Public Health. Kondisi seperti itu juga membuat orang lebih rentan terhadap penyakit parah akibat coronavirus, katanya.
Masalah lain mungkin adalah jumlah orang di daerah tertentu yang memerlukan perawatan medis — memiliki banyak orang yang sakit parah di satu wilayah dapat berpotensi membanjiri sistem medis, kata Gordon.
Dia mencatat kemungkinan ini terjadi di Wuhan, Cina, di mana wabah coronavirus dimulai. Sebuah laporan baru-baru ini dari WHO menemukan, tingkat kematian di Wuhan akibat coronavirus adalah 5,8% dan 0,7% di seluruh negeri, Live Science melaporkan.
Akhirnya, negara menghadapi banyak kasus COVID-19 dengan gejala berat. Seringkali, ketika pengujian meluas dalam suatu komunitas, lebih banyak kasus ringan ditemukan, yang menurunkan tingkat kematian secara keseluruhan, kata Gordon. Misalnya, di Korea Selatan, yang melakukan lebih dari 140.000 tes dan menemukan tingkat kematian 0,6%, menurut Business Insider.
"Kami mungkin tidak tahu berapa banyak orang yang benar-benar terinfeksi," kata Johnson. Orang dengan gejala yang lebih ringan, atau mereka yang lebih muda, mungkin tidak dites, katanya. Johnson menduga bahwa tingkat kematian sebenarnya di Italia lebih dekat dengan tingkat kematian global sebesar 3,4%.
Italia telah melakukan sejumlah besar tes - lebih dari 42.000 pada Sabtu (7 Maret), menurut Al Jazeera. Namun ada kemungkinan "wabah yang cukup besar" di daerah itu, yang akan membutuhkan pengujian lebih lanjut untuk mengidentifikasi, kata Gordon.
Editor: Agung DH