tirto.id - Beredar dokumen pakta integritas yang berisi tanda tangan Kabinda Papua Barat, Brigjen TNI TSP Silaban, dengan Penjabat Bupati Sorong yang terjaring OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yan Piet Moso. Dalam salah satu poin pakta integritas itu memuat persetujuan untuk mendukung Ganjar Pranowo.
Hal tersebut diungkapkan Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman. Dalam isi pakta integritas yang diunggah Benny, ada klausul agar Yan memenangkan Ganjar.
“Siap mencari dukungan dan memberikan kontribusi suara pada Pilpres 2024 minimal sebesar 60 persen+1 untuk kemenangan Ganjar Pranowo sebagai Presiden Republik Indonesia di Kabupaten Sorong,” demikian bunyi poin 4 dalam cuitan Benny. Tirto sudah mendapat izin untuk pengutipan dari Benny.
Dalam cuitan yang ramai di media sosial itu, Benny juga menyoalkan isi dokumen tersebut berkaitan dengan Yan yang ditangkap KPK.
“Halo Republik. Apakah benar dokumen Pakta Integritas ini? Apakah benar pula orang ini yang kena OTT KPK itu? Mengapa pula ada tandatangan Kabinda Papua Barat dalam dokumen seperti ini? Ditunjuk jadi penjabat dengan tukar guling politik? Oooh domine, selamatkan negeri ini. #RakyatMonitor#" tulis Benny.
Saat dikonfirmasi lebih jauh, Benny meminta agar dugaan keterlibatan Kabinda Papua Barat itu dibongkar. Ia mendesak aparat netral pada pemilu mendatang.
“Kami minta TNI, Polri, BIN, ASN, pendamping desa, dan PNS harus benar-benar netral,” kata Benny.
Sementara itu, Ketua KPK, Firli Bahuri, yang menangani kasus Penjabat Bupati Sorong enggan berkomentar terkait berkas pakta integritas ikut disita penyidik KPK dalam operasi tangkap tangan. Ia akan menanyakan kepada petugas terkait.
“Saya tidak bisa mengatakan apakah itu disita atau tidak, tapi saya tidak tahu. Saya akan cek dari mana rekan-rekan mendapatkan itu, nanti dicek deputi ke barang bukti yang disita,” kata Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Herzaky Mahendra Putra, menyayangkan keberadaan pakta integritas tersebut. Ia berharap agar hal itu ditelusuri meski tetap berharap hal tersebut tidak dilakukan.
“Kami berharap itu dicek dulu kebenaran dan jika itu benar, ini perlu benar-benar diteliti dan ditindaklanjuti hal ini. Karena bagaimanapun selama ini ada pihak-pihak yang mengarahkan abuse of power kepada kami. Cuma kami tetap berpikir baik, berpikir positif kalau ini tidak benar, berharapnya,” kata Herzaky di Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Politikus Partai Demokrat ini berharap agar kontestasi pemilu kali ini tidak melibatkan ASN, TNI-Polri. Ia ingin agar aparat dapat bekerja untuk menjaga pemilu yang damai dan berintegritas.
“Kasian mereka tanggung jawab sudah berat menjaga stabilitas politik, kondusifitas kontestasi demokrasi ini. Jangan kemudian dibebani dengan tugas-tugas yang bisa menggerogoti integritas dan wibawa mereka,” kata Herzaky.
Sementara itu, cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, mengaku tidak tahu soal pakta integritas tersebut. Ia juga menilai hal tersebut bukan masalah hukum.
“Enggak, yang gitu kan bukan masalah hukum ya. Ya biarkan saja, kalau hukumnya di-clear-kan saja. Itu, kan, bulan Agustus, belum ada calon-calon resmi, kan,” kata Mahfud di Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Mahfud juga berdalih bahwa hal itu tidak mencoreng netralitas aparat di Pemilu 2024. “Enggak juga [mencoreng netralitas ASN],” Kata Mahfud.
Hal senada diungkapkan capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo. Politikus PDIP ini mengklaim belum mengetahui isu dokumen pakta integritas Penjabat Bupati Sorong, Yan Piet Mosso untuk memenangkan dirinya di Pilpres 2024.
“Kalau enggak benar, itu bagian tidak netral yang harus ditertibkan,” kata Ganjar usai pengambilan nomor urut paslon di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023) malam.
Ganjar menegaskan bahwa pihaknya tidak menggunakan cara tersebut lantaran tidak memiliki kekuatan.
Harus Diusut & Aparat Mesti Netral
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Muhammad Isnur, menilai temuan Benny membuktikan ada dugaan pengerahan aparat untuk pemilu. Ia menilai pakta integritas itu sebagai bukti upaya pengerahan aparat untuk pemenangan paslon tertentu.
“Jadi ini, kan, membuktikan bahwa alat negara dan intelijen kepolisian, tentara, dan lainnya itu selama ini memang dicoba, dipakai untuk tidak netral,” kata Isnur, Selasa (14/11/2023).
Isnur khawatir kejadian seperti di Papua tersebut juga terjadi di daerah lain. Ia mendesak agar tidak ada lagi penggunaan aparat untuk kepentingan pemenangan pemilu karena bisa menimbulkan kekacauan di masyarakat. Ia khawatir hasil pemilu menjadi tidak dihormati hingga berujung kekacauan.
Oleh karena itu, Isnur mendesak agar ada pengusutan jelas dalam kasus ini. Ia ingin agar pelaku diberi sanksi tegas sesuai aturan karena melanggar Undang-Undang Pemilu dan ketentuan intelijen, bahkan Isnur mendesak agar ada penelusuran siapa yang terlibat.
“Itu harus dibuka jangan sampai impunitas. Harus dibongkar siapa yang bersalah dan berikan sanksi secara tegas sesuai dengan UU kepemiluan atau peraturan internal kelembagaan,” kata Isnur.
Sementara itu, Ketua Umum PBHI, Julius Ibrani, menilai bahwa dokumen pakta integritas tidak bisa dikatakan resmi bila dikaitkan dengan ketentuan UU Intelijen, UU Pemerintah Daerah dan UU MD3. Ia menilai tidak ada kaitan kewenangan. Ia sebut, dokumen itu mungkin nyata ada, tetapi dinyatakan ilegal secara fungsi.
“Dokumen-dokumen seperti ini tidak bisa dijadikan dasar untuk pelaksanaan kewenangan baik dari intelijen ataupun dari kepala daerah itu. Jadi karena tadi secara regulasi dia ilegal, maka tidak boleh kewenangan dari keduanya itu melaksanakan hal-hal yang sifatnya ilegal seperti ini,” kata Julius, Rabu (15/11/2023).
Namun demikian, kata Julius, temuan pakta integritas harus ditindaklanjuti serius. Ia mendorong Ombudsman untuk turun karena perlu ada penelusuran apakah isi surat sudah dilakukan atau tidak oleh pejabat tersebut. Ia beralasan ada unsur pelanggaran hukum dari sisi tindak pidana pemilu jika sudah dilakukan.
Bawaslu, kata Julius, perlu menindaklanjuti temuan pakta integritas tersebut. Ia beralasan, ada nama kandidat yang terlibat sehingga perlu ditelusuri lebih lanjut.
Selain itu, Julius menilai pengusutan perlu dilakukan agar publik mengetahui apakah ada pihak yang terlibat atau mungkin ada komando tertentu demi kepentingan pemilu. Jika ada semacam perintah atau komando, Julius menilai, hal itu sudah mencoreng pelaksanaan pemilu dan hak warga untuk memilih.
Tanggapan TPN Ganjar-Mahfud
Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim menyoalkan keabsahan dokumen pakta integritas terkait arahan untuk memenangkan Ganjar. Ia mengaku ada kejanggalan dalam isi pakta integritas tersebut.
“Apakah ada templat pakta integritas seperti itu dikeluarkan oleh BIN/BIN Daerah? Rasanya aneh kalau sebuah institusi intelijen negara membuat dokumen yang begitu eksplisit menyatakan kewajiban mendukung kandidat politik. Dan ada kejanggalan di mana dokumen tersebut tidak ber-tanggal/bulan/tahun,” kata Chico kepada Tirto, Rabu (15/11/2023).
Kedua, Chico khawatir isu tersebut sebagai bagian hoaks. Ia mengingatkan pengalaman Pilpres 2019 di mana maraknya hoaks berbentuk testimoni-testimoni palsu, surat atau dokumen palsu, dan lainnya yang disebarkan untuk menimbulkan friksi dan polarisasi.
“Kita harus lebih waspada dan tidak begitu saja memercayainya,” kata Chico.
Ketiga, sepengetahuan Chico dan tim Ganjar-Mahfud, KPK yang dianggap sebagai institusi yang mengamankan dokumen tersebut juga belum memberikan konfirmasi keberadaan dokumen itu. Oleh karena itu, ia menduga bahwa hal tersebut dilakukan pihak lain.
“Kami justru curiga ada upaya-upaya mengalihkan kecurigaan dan kewaspadaan masyarakat terhadap ketidaknetralan aparat yang mulai kasat mata berpihak pada salah satu paslon,” kata Chico.
Ia pun meminta agar ada penelusuran isu tersebut supaya terang benderang. “Pada akhirnya kami berharap ini benar-benar ditelusuri hingga tuntas agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi yang menyesatkan,” kata Chico.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz