tirto.id - Mendagri Tjahjo Kumolo tetap pada sikapnya menolak keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasukkan larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg dalam Peraturan KPU (PKPU).
Tjahjo menyatakan, sikapnya ini senada dengan Menkumham, Yasonna Laoly yang menolak menandatangani beleid PKPU sebelum larangan tersebut dihapus oleh KPU.
"Saya sama-sama dengan pemerintah [menolak PKPU]," kata Tjahjo, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (6/6/2018).
Tjahjo beralasan PKPU tersebut bertentangan dengan UU Pemilu No 7 tahun 2017 bila diberlakukan. Sebab, dalam UU tersebut telah dikatakan mantan narapidana korupsi dapat menjadi caleg asalkan mengumumkan ke media massa perbuatannya di masa lalu.
"Setuju semangatnya [PKPU], hanya saja seseorang jadi dicabut hak politiknya," kata Tjahjo.
Perihal wacana gugatan ke Mahkamah Agung (MA) oleh beberapa kelompok masyarakat, Tjahjo mempersilakan saja. Hanya saja, ia mengingatkan jangan sampai karena hal ini justru membuat kemenkumham melakukan disposisi persetujuan.
Sementara terkait usulan KPU agar pemerintah menerbitkan Perppu, Tjahjo enggan berkomentar.
Sebelumnya, Sekjen PPP, Arsul Sani menawarkan jalan tengah untuk masalah perbedaan sikap antara KPU dengan pemerintah perihal ini.
"Jalan tengahnya adalah Menkumham silakan mengundangkan itu, tapi Menkumham memberikan catatan bahwa menurut kementerian hukum dan ham atau menurut pemerintah, PKPU itu bertentangan dengan UU yang di atasnya, di UU pemilu," kata Arsul di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/6/2018).
Dengan begitu, kata Arsul, peraturan tersebut dapat disahkan dan publik akan tahu duduk akar permasalahan sebenarnya. Sementara, pelaksanaan pemilu tidak akan terhambat karena hal ini.
"Silakan pihak yang merasa dirugikan melakukan uji materi ke MK karena ini peraturan di bawah UU. Dan kita berharap MK menyelesaikan ini dalam waktu yang sesingkat-singkatnya," kata Arsul.
Sampai saat ini KPU masih bersikukuh memasukkan larangan caleg mantan koruptor ikut pemilu dalam PKPU. Sementara, Menkumham tetap menolak menandatangani PKPU.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yantina Debora