tirto.id - Sekjen PPP, Arsul Sani menawarkan jalan tengah untuk masalah perbedaan sikap antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan pemerintah perihal PKPU larangan caleg mantan koruptor ikut pemilu.
"Jalan tengahnya adalah Menkumham silakan mengundangkan itu, tapi menkumham memberikan catatan bahwa menurut kementerian hukum dan ham atau menurut pemerintah, PKPU itu bertentangan dengan UU yang di atasnya, di UU pemilu," kata Arsul di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/6/2018).
Dengan begitu, kata Arsul, peraturan tersebut dapat disahkan dan publik akan tahu duduk akar permasalahan sebenarnya. Sementara, pelaksanaan pemilu tidak akan terhambat karena hal ini.
"Silakan pihak yang merasa dirugikan melakukan uji materi ke MK karena ini peraturan di bawah UU. Dan kita berharap MK menyelesaikan ini dalam waktu yang sesingkat-singkatnya," kata Arsul.
Pernyataan Arsul ini menanggapi polemik usulan PKPU yang melarang mantan koruptor mengikuti pemilu. Pemerintah, Komisi II dan Bawaslu telah menolak peraturan tersebut, namun KPU tetap bersikukuh membuat peraturan tersebut.
Walhasil, perbedaan pendapat pun muncul juga di kalang fraksi DPR. PKS dan Gerindra sepakat dengan usulan KPU. Sementara, Golkar dan PDIP tidak sepakat dengan KPU.
Tidak hanya itu, Menkumham Yasonna Laoly juga telah menyatakan enggan menandatangani beleid PKPU tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
"Jadi nanti jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang," ujar Yasonna saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6/2018).
Yasonna mengatakan, KPU tidak memiliki kewenangan untuk menghilangkan hak politik seseorang selama tidak diatur dalam undang-undang.
"Menghilangkan hak orang itu tidak ada kaitannya dengan PKPU, tidak kewenangan KPU. Yang dapat melakukan itu adalah undang-undang dan keputusan hakim. Itu saja," ucapnya.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yantina Debora