tirto.id - Beredar di media sosial isu yang menyebut anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak bisa turut serta menjadi tim sukses dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Sebuah unggahan dari akun @begebegemuba di TikTok bahkan menyebut anggota DPRD yang menjadi tim sukses (timses) dalam Pilkada bisa terkena sanksi pidana selama enam bulan kurungan (arsip).
Dalam video berdurasi tiga menit 39 detik tersebut, seorang pria berkacamata menjelaskan bahwa anggota DPRD dilarang menjadi timses karena melanggar pasal 71 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Tolong dipertegas posisi DPRD itu apakah pejabat daerah atau bukan. Masalahnya disamakan sebagai pejabat daerah. DPRD adalah pejabat daerah. Tapi, sementara hak dan kewajibannya tidak sama dengan kepala daerah," begitu salah satu potongan celotehannya, dari video yang tayang 2 Oktober 2024 lalu.
Ia juga mengacu pada Undang-Undang No 23 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa DPRD adalah pejabat daerah, dan menegaskan bahwa pejabat daerah dilarang terlibat dalam kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon, sehingga bisa dikenakan sanksi pidana.
“Sebab di Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 itu contoh DPRD adalah pejabat daerah. Nah, balik cerita tadi UU No. 10 Tahun 2016 yang menjadi undang-undang penyelenggaraan pilkada serentak. Tadi ada jelas aku sebutkan kalau pejabat daerah itu dilarang. Nah itu bisa kena sanksi dan itu ada hukuman pidananya 6 bulan. Bukan main-main,” tambahnya.
Di keterangan penyerta video juga terdapat pernyataan penegas, “DPRD jadi timses Pilkada bisa kena sanksi pidana 6 bulan kurungan.”
Sampai dengan Rabu (20/11/2024), video tersebut telah dilihat 3.853 kali, disukai sebanyak 55 kali, disimpan 11 kali, dibagikan 14 kali, dan mengumpulkan 12 komentar.
Tirto juga menemukan video serupa yang dibagikan ulang di Facebook, dari unggahan akun “Holyfool Arif” (arsip). Selain itu, di video tersebut juga disebutkan informasi tersebut didapat dari “Cak Soleh”. Kami menemukan video dari akun @sholeh_lawyer, yang berisikan narasi yang sama, kemungkinan video referensi yang dimaksud.
Lalu, bagaimana faktanya, pakah benar DPRD bisa kena sanksi saat menjadi timses?
Penelusuran Fakta
Tim riset Tirto melakukan penelusuran fakta terkait klaim dalam video tersebut. Menurut UU No. 10 Tahun 2016, pasal 71 ayat (1), memang disebutkan kalau pejabat daerah dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Bunyi pasal tersebut, “Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.”
Sementara ketentuan soal sanksi atas pelanggaran di atas, tercantum di UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Tepatnya di pasal 188 yang berbunyi, "Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).”
Lebih lanjut UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, memang menyebut kalau DPRD baik tingkat kota/kabupaten maupun provinsi termasuk pejabat daerah. Hal ini tercantum dalam pasal 95 dan pasal 148.
Sehingga benar isi aturan yang disebutkan dalam unggahan di media sosial tersebut.
Namun, penting untuk dicatat, anggota DPRD masih diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam kampanye sebagai tim sukses dengan syarat tertentu. Syarat tersebut adalah tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, serta mengajukan cuti di luar tanggungan negara.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Tepatnya di Bab VI tentang Kampanye oleh Pejabat Negara dan Pejabat Daerah, di pasal 53 ayat 1 menerangkan hal ini, bunyinya:
“Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, pejabat negara lainnya, serta pejabat daerah dapat ikut dalam Kampanye dengan mengajukan izin Kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk harus memenuhi ketentuan:
- tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- menjalani cuti di luar tanggungan negara.“
"Larangan kampanye dalam pilkada hanya terbatas pada gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, pejabat negara atau pejabat daerah yang mengikuti kampanye menggunakan fasilitas negara terkait dengan jabatannya, dan menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang terkait dengan jabatannya,” terangnya dikutip dari Antara.
“Sementara kegiatan kampanye pilkada bukan merupakan kewenangan, program, dan kegiatan yang terkait dengan jabatannya, tetapi berkaitan dengan pelaksanaan kampanye pilkada, dimana pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik."
Sahran juga menegaskan, tidak ada ketentuan pidana jika anggota DPRD berkampanye, kecuali terkait dengan larangan membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. “Peruiatan untuk membuat keputusan dan/atau tindakan dalam norma pasal ini masuk dalam kategori tindakan perbuatan kebijakan pemerintahan,” tambahnya lagi.
Hal serupa juga diungkapkan oleh anggota Bawaslu Kabupaten Sanggau, Candra Apriyansah. Ia menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi anggota DPRD tingkat kabupaten yang namanya terdaftar dalam SK tim sukses, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan PKPU Nomor 13 Tahun 2024.
"Kami sampaikan bahwa yang dilarang adalah tindakan yang tidak sesuai dengan undang-undang. Misalnya, tidak mengantongi izin saat jam kerja, serta menggunakan fasilitas negara dan anggaran pemerintah daerah. Tindakan-tindakan tersebut yang tidak boleh," ujar Candra, Oktober 2024 lalu, dikutip dari RRI.
Dalam situs resmi KPU juga dijelaskan kalau PKPU adalah peraturan yang ditetapkan oleh komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang. Lebih lanjut, PKPU jelas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat karena diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan dibentuk berdasarkan kewenangan yang diberikan Undang-undang kepada KPU. Dalam tulisan tersebut dijelaskan juga kalau PKPU menjadi acuan pelaksanaan teknis setiap tahapan Pemilu.
Kesimpulan
Hasil pemeriksaan fakta menunjukkan unggahan video TikTok dengan misinformasi ini berpotensi menyesatkan karena tidak menjelaskan konteks hukum secara menyeluruh (missing context).
Merujuk pada UU yang berlaku memang benar pejabat negara dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. DPRD pun termasuk pejabat daerah tersebut.
Namun, dalam PKPU 13/2024, ditegaskan kalau pejabat daerah diperbolehkan mengikuti kampanye selama tidak menggunakan fasilitas negara dan dilakukan pada masa cuti. Lebih lanjut, tidak ada juga penjelasan kampanye masuk dalam keputusan atau tindakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon.
==
Dinda Pramesti Kusumawardani berkontribusi terhadap penulisan artikel periksa fakta ini.
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.
Editor: Alfons Yoshio Hartanto & Farida Susanty