tirto.id - Bawaslu akan meminta penjelasan KPU soal ketidaksinkronan PKPU Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara (Tungsura) dengan UU Pilkada tentang pengusul perhitungan suara ulang di TPS (Tempat Pemungutan Suara).
Dalam PKPU, yang berwenang mengusulkan perhitungan suara ulang adalah saksi atau pengawas TPS. Sementara dalam Pasal 113 UU Pilkada disebutkan bahwa yang berwenang mengusulkan perhitungan suara ulang ialah Pengawas Pemilu Lapangan (PPL).
"Mungkin kami ngobrol dulu dengan KPU ya. Karena prosesnya pasti ada, di harmonisasi sudah dibahas," kata Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, saat ditemui di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2024).
Bagja enggan berspekulasi lebih jauh ihwal ketidaksinkronan antara PKPU Tungsura dan UU Pilkada. Ia akan meminta penjelasan KPU terlebih dahulu.
"Itu yang akan kami komunikasikan dengan segera kepada KPU. Kenapa terjadi seperti itu, pasti ada reasoning dari pembentuk UU, kenapa ada di PPL peletakan rekomendasi terhadap pemungutan suara ulang," tutur Bagja.
Ia yakin ketidaksinkronan PKPU dan UU Pilkada tak akan berdampak saat pemungutan suara.
"InsyaAllah enggak. Nanti kan kami sampaikan kepada teman-teman di Bawaslu Provinsi yang bimteknya akan ada lagi," tutur Bagja.
Sementara itu, peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Dian Permata, menegaskan bahwa PKPU tak boleh mendahului UU, karena PKPU merupakan replikasi dari UU Pilkada.
"PKPU itu tidak boleh mengangkangi produk regulasi di atasnya. Dari hasil temuan kami adalah memang di Pasal 58, terutama soal orang atau pihak subyek yang berhak memberikan dampak penghitungan suara ulang di TPS. Di PKPU tertulis pengawas TPS, [sementara] di UU Pilkada harusnya PPL atau petugas PKD atau desa dan kelurahan," kata Dian di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Jumat.
Ia khawatir jika KPU tak segera memperbaiki akan membuat kisruh di TPS. Apalagi, kata dia, tak semua pengawas TPS memahami informasi tersebut.
"Khawatirnya nanti ada kekisruhan di bawah, dan itu akan merumitkan Pengawas TPS di mana itu bukan kewenangannya, tetapi kewenangannya pengawas di atasnya berupa PPL lurah, atau PKD desa. Ini yang membahayakan," tutur Dian.
Di sisi lain, ia meminta Bawaslu segera bersikap soal ketidaksinkronan PKPU Tungsura dan UU Pilkada. Ia mewanti-wanti jika terjadi kekisruhan, Bawaslu hanya akan menjadi tukang stempel.
"Harusnya Bawaslu bisa bersikap cepat mengantisipasi ini. Jangan Bawaslu jadi tukang stempelnya KPU. Hadirnya Bawaslu ini juga dapat menjawab tuntutan publik yang hari ini mengancam Bawaslu atau ancaman peng-adhoc-an Bawaslu itu sendiri," tutur Dian.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi