tirto.id - Satu hari, Aicha Evans, Chief Strategy Officer Intel sedang melakukan tanya-jawab ihwal teknologi telekomunikasi 5G. Ia menjawabnya dengan gaya ringan, tak rumit, dan sederhana. Evans mengibaratkan teknologi 5G: “dibandingkan menyaksikan aksi peselancar dari pantai, 5G membuat penonton merasa mereka berada di tengah-tengah pertunjukan, berdiri di tengah gelombang dengan para atlet.”
Perumpamaan Evans soal 5G mirip aksi peselancar memang tak berlebihan. Intel, perusahaan yang dinaunginya, tengah bekerjasama dengan beberapa provider telekomunikasi mengujicoba teknologi 5G, di ajang olahraga, salah satunya Olimpiade.
Olimpiade Musim Dingin yang diadakan di Pyeongchang, Korea Selatan, berlangsung Februari 2018 sebagai ajang kali "benar-benar" teknologi 5G diperkenalkan di dunia. KT Corp, provider telekomunikasi Korea Selatan, bersama Intel, menebar jaringan 5G di tempat dihelatnya Olimpiade mencakup 22 unit 5G link untuk 10 venue olahraga. Sebagaimana dikutip Techradar, total perangkat tersebut sanggup memberi kapasitas jaringan sebesar 3.800 terabyte.
Selain Olimpiade Musim Dingin, teknologi 5G pun diujicoba dalam ajang Asian Games, ajang olahraga terakbar di Asia, yang digelar di Jakarta-Palembang pada Agustus-September 2018. Telkomsel, provider telekomunikasi Indonesia, melakukan ujicoba 5G dalam suatu tempat pertunjukan dengan nama “Telkomsel 5G Experience Center” yang berada di kawasan Gelora Bung Karno (GBK). Ririek Adriansyah, Direktur Utama Telkomsel, dalam keterangannya di depan awak media, mengatakan ujicoba tersebut merupakan “bagian dari komitmen (Telkomsel) mendukung Asian Games.”
Experience Center yang dibangun Telkomsel memamerkan teknologi 5G melalui perangkat-perangkat yang mendukung/memerlukan teknologi jaringan wireless terbaru. Beberapa di antara ialah live streaming, Football 2020, Future Driving, hingga autonomous bus yang bisa digunakan penonton Asian Games berkeliling di Gelora Bung Karno (GBK). Beberapa perusahaan teknologi penyedia perangkat 5G digandeng antara lain Samsung dan Huawei. “Experience Center merupakan suatu pertunjukan bagaimana teknologi 5G bekerja,” kata Ririek.
Olimpiade Musim Dingin dan Asian Games tak cukup menampung 5G yang dianggap unggul dari teknologi 4G yang sudah umum. Pada 2020 kelak, melalui ajang Olimpiade Tokyo, Jepang, teknologi itu akan kembali diujicoba. Docomo, provider telekomunikasi Jepang, Intel, dan Toyota, sebagaimana dilaporkan Quartz, akan menghadirkan “kota pintar” berkekuatan 5G di ibukota Jepang itu.
“Docomo, Intel, dan Toyota menjanjikan jaringan 5G akan menyelimuti kota, menjadikan Tokyo sebagai ‘kota pintar.’ Video streaming akan berada di mana-mana, termasuk dalam resolusi sebesar 4K yang tertempel di mobil yang sedang melaju. Lebih signifikan, Olimpiade juga akan menggunakan teknologi ‘pervasive facial recognition’ berkekuatan 5G sebagai bagian keamanan dan akses menuju stadion,” tulis laporan itu.
5G untuk Unjuk Gigi
Dalam paper “Comparative Study on Wireless Mobile Technology: 1G, 2G, 3G, 4G and 5G” yang terbit di International Journal of Recent Trends in Engineering & Research, K. Pandya mengungkapkan 5G mampu menghadirkan kecepatan lebih dari 1 gigabyte per detik (Gbps). Router 5G buatan Samsung yang dipamerkan pada ajang Mobile World Congress 2017 membuktikannya, dengan kecepatan berada di angka 4 Gbps. Pada April 2017, pembuktian lain tercapai, kala Ericsson AB mendemonstrasikan koneksi 5G di angka 5,3 Gbps dengan tingkat latensi sebesar 3ms. Latensi merupakan istilah yang merujuk kecepatan data berpindah dari lokasi asalnya ke lokasi lain dan lantas kembali ke lokasi asal.
Dengan kecepatan lebih dari 1 Gbps, file film berukuran 1GB misalnya, hanya perlu sekedipan mata untuk diunduh. Uji coba infrastruktur 5G yang dilakukan SK Telecom dan KOTSA di Korea Selatan, mencatat waktu unduh berkas sebesar 1 GB, hanya memakan waktu 0,4 detik. Berapa waktu yang dibutuhkan mengunduh file sedemikian besar menggunakan jaringan 4G? Untuk file 1GB akan terunduh selama 1 menit 47 detik bila memanfaatkan 4G.
Secara umum, ajang ujicoba 5G di Olimpiade Musim Dingin, Asian Games, hingga Olimpiade Tokyo kelak, dilakukan untuk mengukur sejauh mana teknologi generasi terbaru itu mampu mendukung perkembangan zaman. Selain digunakan untuk mendukung produk consumer, seperti menyajikan video streaming 4K “tanpa buffering,” 5G pun berpotensi mendukung sistem yang jauh lebih canggih dan rumit.
Kenichi Murata, General Manager Connected Strategy Toyota, mengatakan 5G berpotensi mendukung jalannya manajemen lalu-lintas, khususnya ketika Olimpiade Tokyo berlangsung. Pada gelaran Olimpiade Musim Dingin, 5G digunakan membantu menangkal hama babi yang menjangkiti sekitar venue Olimpiade. “Babi hutan merupakan hewan cerdas yang luar biasa. Kita memerlukan peralatan yang lebih pintar untuk menakut-nakuti mereka," kata Han Taek-sik, teknisi KT Corp.
Ririek, mengatakan “5G sudah berbeda dibandingkan telekomunikasi 4G yang sudah akrab saat ini". Jika 4G dipakai untuk keperluan manusia, semisal berselancar di dunia maya, 5G lebih untuk mesin. Menurut Ririek, hal ini dikarenakan menggunakan koneksi 5G untuk berselancar di dunia maya merupakan sesuatu yang percuma, atau pemborosan.
“5G sudah beda, tidak lagi untuk buka internet. Percuma. Misalnya satu laman web dalam satu klik muncul, kita baca kan perlu waktu juga,” katanya.
5G merupakan teknologi wireless supercepat dengan latensi yang rendah. Teknologi ini cocok digunakan, misalnya, pada mobil swakemudi, yang mengusung beragam sensor dan lidar. Mobil swakemudi memanfaatkan data real-time berbasis internet untuk bekerja. Jika lambat, alias menggunakan teknologi di bawah 5G, mobil sukar untuk bekerja secara real-time, yang mengakibatkan pengambilan keputusan berbasis sistem sukar bekerja. Bila menggunakan 5G, kerja real-time bisa dilakukan. Menurut Krzanich, sebagaimana ditulis Network World, kendaraan swakemudi setidaknya akan menghabiskan 40 TB data setiap 8 jam berkendara. Ini semua merupakan data yang mendukung kelangsungan mobil swakemudia.
Kembali ke pertanyaan mendasar, kenapa harus ajang olahraga besar seperti Asian Games untuk memamerkan 5G? Gelaran olahraga yang lebih memerlukan fisik tak memerlukan teknologi 5G. Selain itu, ada investasi tak murah untuk menghadirkan ujicoba 5G di gelaran olahraga.
Edward Ying, Direktur Perencanaan dan Transformasi Telkomsel, mengatakan Experience Center Telkomsel 5G menelan biaya lebih dari $1 juta. KT Corp antara lain pada Olimpiade Musim Dingin harus mengucurkan investasi sebesar $9,36 miliar pada 2018 untuk 5G.
Jeon Hong-Beom, Head of KT Corp Infrastructure Lab, mengatakan ujicoba 5G di Olimpiade Musim Dingin dilakukan perusahaannya untuk mencari tahu “killer application” alias aplikasi-aplikasi berat yang membutuhkan koneksi super cepat untuk bekerja dan dibutuhkan masyarakat. Menurutnya, ketika aplikasi tersebut diketahui, perusahaan provider seperti perusahaannya “bisa menghasilkan uang.”
Ajang Olimpiade maupun Asian Games, sebagaimana dikutip dari paper berjudul “Marketing and Promotion of the Olympic Games” yang ditulis Johnny K. Lee, merupakan arena berkumpulnya atlet dan orang-orang dari seluruh dunia. Saat itu, Olimpiade maupun Asian Games merupakan lokasi berdaya kuat tinggi sebagai sarana pemasaran, khususnya ketika hajatan olahraga tersebut mulai disiarkan secara langsung melalui televisi.
Masih dalam papernya itu, Lee mengatakan Olimpiade merupakan lokasi tepat untuk mengujicoba teknologi baru. Ini dilakukan terutama karena adanya aspek universialisme, yang menggarisbawahi bahwa semua hal terkait Olimpiade harus diketahui semua orang di Bumi.
Menghadirkan ujicoba teknologi 5G di ajang olahraga, membuat ujicoba diketahui banyak pihak, salah satunya mungkin membawa “killer application” yang dimaksud Hong-Beom.
Namun, merujuk Yue Meng-Lewis, dalam papernya berjudul “Effectiveness of Olympic Sponsorship by Foreign and Domestic Companies: The Influential Role of Consumer Ethnocentrism,” ada aspek lain mengapa ujicoba teknologi baru pada ajang olahraga seperti Olimpiade atau Asian Games jadi momen penting.
Aspek lain yang penting adalah etnosentrime. Secara umum, Meng-Lewis mengungkapkan bahwa sponsorship bisa membentuk ikatan emosional dengan konsumen, citra perusahaan, atau dampak positif lainnya. Olahraga, khususnya dalam kerangka pertandingan antar-negara seperti yang dipertunjukkan seperti Asian Games, berhubungan erat dengan konstruksi nasionalisme. Artinya, saat sponsorship disatukan dengan ikatan nasionalisme, akan terbentuk “product judgements” yang positif di tengah masyarakat.
Provider KT Corp saat mengujicoba 5G di Olimpiade Musim Dingin, ingin membentuk product judgements positif di tengah-tengah masyarakat Korea Selatan. Di Indonesia Telkomsel dan Docomo di Jepang. Secara tak langsung, akan memunculkan kebanggaan dari masyarakat setempat bahwa perusahaan berbendera lokal sanggup menghadirkan teknologi terkini dan canggih. Ujung-ujungnya membangun kesadaran masyarakat untuk memilih produk perusahaan tersebut ketika mereka berpikir tentang 5G.
Teknologi 5G nampaknya masih cukup jauh menjejakkan kakinya secara umum di tengah-tengah masyarakat. Ririek sendiri mengatakan bahwa 5G akan hadir “tidak terlalu lama, tetapi tidak pula terlalu cepat.” Namun, yang pasti, teknologi 5G dalam waktu dekat akan jadi "barang dagangan" untuk membangun merek provider seperti Telkomsel.
Editor: Suhendra