Menuju konten utama

Menambang Uang dari Selfie

Bagi beberapa content creator, selfie adalah kegiatan yang menyenangkan dan bisa jadi sumber penghasilan.

Ilustrasi fashion blogger selfie yang menjadi sumber penghasilannya. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Tepat setahun lalu, Instagram Poppy Septia diisi beberapa foto diri dengan watermark Vivo V5 Perfect Selfie. Saat itu Vivo, produsen ponsel asal Tiongkok, baru saja melansir produk terbaru dengan kamera depan 20 megapiksel yang khusus ditujukan bagi wanita penggemar swafoto. Pada keterangan foto yang Poppy unggah, tertulis bahwa ponsel tersebut ialah ponsel pertama yang serius mengeksplorasi teknologi untuk memastikan hasil swafoto tampak sempurna.

Dalam kurun waktu satu bulan, Poppy mengunggah sekitar lima foto. Selain mengunggah hasil foto selfie, ada pula potret yang menunjukkan Poppy tengah melakukan aktivitas swafoto. Poppy memang salah satu sosok yang disponsori oleh merek tersebut. Foto-foto terkait Vivo meraih sekitar 110- 160an likes di Instagram Poppy dan mengundang komentar yang sebagian besar memuji kecantikan Poppy.

Di Instagram, Poppy memiliki pengikut sebanyak 4.259 akun. Total unggahannya masih ada di kisaran angka 1.072. Jumlah ini belum seperti selebgram populer yang punya ratusan ribu pengikut serta unggahan foto di atas 3.000. Meski demikian, Vivo bukan satu-satunya produk yang menjadi sponsor Poppy.

Akhir Januari lalu, produk kecantikan asal Korea Selatan, Sulwhasoo, memberi Poppy produk terbaru mereka: Perfecting Cushion EX, kosmetik yang berfungsi sebagai alas bedak. Tugas Poppy adalah mengunggah foto yang memperlihatkan dirinya tengah memakai produk tersebut. Foto diambil pada acara peluncuran produk.

Ia meminta tolong tamu acara untuk memotretnya menggunakan mirrorless camera. Latar belakang foto bukan jadi hal yang penting selama pencahayaan jernih. Sang fotografer mengambil foto dengan kemiringan sekitar 45 derajat dari wajah Poppy. Ini merupakan sudut foto terbaik Poppy. Foto menarik 300an likes di Instagram.

Selain kosmetik, Poppy pun pernah mempromosikan produk perawatan kulit wajah lewat akun media sosial. Pihak klien memilih Poppy lantaran merasa ia cukup mewakili fungsi produk, yakni krim pelembab wajah yang mampu menangkal sinar matahari. Poppy adalah ibu dari satu anak balita yang kerap ingin melakukan aktivitas di luar ruang. Sebagai ibu yang tidak menggunakan jasa pengasuh anak, mau tidak mau ia harus menemani puteranya bermain di luar ruang.

Ia menikmati proses produksi konten semacam ini karena memang gemar berfoto dan menulis. Sebelum menjadi influencer, Poppy sering memotret gaya penampilan sehari-hari. Beruntung, saat itu ia punya kekasih yang hobi memotret dirinya. Selain difoto, ia pun sering berswafoto. Terutama ketika sedang terjebak macet di jalan.

Ketika bekerja sebagai editor kecantikan di majalah gaya hidup, Poppy kerap mengunggah foto-foto selfie di akun Twitter-nya. Foto tersebut disertai informasi tip kecantikan yang ia beri tagar Beauty101. Selain tip kecantikan, ia juga menginformasikan tema makeup dan produk yang sedang digunakan.

“Massanya besar. Jenis postingan seperti itu banyak mengundang respons. Entah berupa komen atau retweet,” kata Poppy. Dari sana sejumlah agen periklanan dan pihak brand produk mengontaknya untuk menawari pekerjaan sebagai buzzer atau influencer.

“Klien-klien awal justru datang dari perusahaan teknologi seperti Samsung, Sony, Intel, Acer. Setelah itu muncul produk perawatan tubuh dan rambut seperti Dove, Sunsilk, Pantene. Belakangan baru ada beberapa produk kosmetik yang permintaannya ialah selfie,” lanjut wanita yang di bulan ini melakukan endorse untuk enam produk yang meliputi merek kecantikan, makanan, dan jasa perbankan.

Setiap bulan, ada belasan tawaran yang datang ke Poppy. Tapi tak semua ia ambil. Ada beberapa hal yang jadi pertimbangan. Pertama, jika ia tidak sedang memegang produk serupa. Kedua, Poppy memilih produk yang ia sukai. Ketiga, kontrak tidak terlalu lama misal hanya dua minggu atau satu bulan.

Aktivitas swafoto juga nyaris menjadi tugas sehari-hari Tara Amelz. Wanita yang lebih nyaman disebut sebagai content creator ini setidaknya memiliki lima klien dalam kurun waktu satu bulan. Sebagian besar merek yang datang padanya berasal dari sektor kecantikan. Tara memiliki 53.400 pengikut di Instagram. Total foto unggahan ada di angka 4.660.

Dalam satu minggu, ada saja produk kecantikan yang dikirim ke rumahnya. Tugas Tara ialah mengulas produk tersebut. Ia mesti menggunakan produk, mengambil foto, menulis pendapat, dan mengunggahnya di Instagram. Beruntung sampai saat ini ia tidak pernah kehabisan ide foto.

“Sejak dulu saya senang browsing gambar-gambar menarik dari Pinterest tentang mode dan kecantikan. Jadi ketika harus membuat foto, saya langsung mengingat foto-foto yang pernah saya cari sebelumnya. Referensinya sudah banyak,” kata Tara.

Di rumahnya terdapat paviliun yang ia fungsikan sebagai ruang kerja. Interior ruang tersebut ditata supaya tampak fotogenik. Ruang itu dikelilingi jendela besar dan dinding putih. Di balik jendela, ada pohon-pohon yang memberi kesan menyejukkan. Furnitur dan aksesori di dalam rumah ia tata dengan warna senada.

“Sebenarnya untuk foto selfie riasan wajah, hal yang paling penting adalah cahaya terang dan dinding putih polos. Saya lebih suka foto dengan menggunakan kamera mirrorless karena hasilnya lebih bagus. Foto harus menunjukkan satu sisi wajah yang hendak ditonjolkan. Untuk riasan dengan eye shadow misalnya. Hal yang perlu kita tonjolkan hanya bagian makeup di mata saja. Riasan di bagian wajah lain tidak perlu tampak menonjol. Foto juga fokus pada area mata saja. Warna hasil foto harus mirip dengan warna asli riasan.”

src="//mmc.tirto.id/image/2018/02/21/bukan-sekedar-swafoto-mild--quita.jpg" width="860" alt="Infografik Bukan sekedar swafoto" /

Dalam satu hari, Tara biasa memotret satu sampai dua tema makeup. Baru-baru ini ia bekerja sama dengan produk kecantikan Clinique yang melansir foundation. Bagi Tara, jenis produk tersebut lebih menantang ketimbang jenis kosmetik lain seperti eye shadow, blush on, maskara, dan lipstik.

“Untuk produk seperti ini orang tidak bisa langsung melihat perubahannya. Terlebih hal ini terkait dengan kompleksi wajah. Untuk jenis produk seperti ini, cerita di caption foto lebih berperan,” ujarnya.

Tantangan juga dirasakan saat ia harus foto diri untuk mempromosikan produk Cushion dari kosmetik Bobbi Brown. Sifat cushion serupa dengan foundation. Untuk produk itu, perusahaan juga mengadakan acara temu wicara, sehingga Tara bisa berbagi pengalaman memakai produk tersebut. Foto yang diunggah pun tidak sekadar selfie, melainkan juga foto saat acara.

Bagi Tara, saat ini unggahan foto di media sosial saja tidak cukup untuk menyampaikan pesan ke khalayak. Tara menerima berbagai masukan dari pengikutnya untuk membuat video tutorial berbagai jenis makeup. Oleh karena itu ia memutuskan untuk membuat saluran YouTube. Beberapa brand yang menggunakan jasa Tara akhirnya juga memanfaatkan medium ini untuk promosi produk. Beberapa minggu lalu, pendiri situs media online wanita Woop ini tengah mengulas produk eye shadow pallete Shu Uemura. Ia membuat video makeup tutorial dari produk tersebut.

Selain memotret diri untuk promosi produk kecantikan, Tara pun sering memotret gaya busana sehari-hari. Ia juga menjadi content creator beberapa lini e-commerce mode seperti Masari Online Shop dan Berrybenka. Inspirasi foto mode ini ia dapatkan dari potret street style fashion yang ada di sejumlah akun Instagram.

“Untuk foto mode kita harus menyeimbangkan latar foto dengan busana yang dikenakan. Bila busana terdiri dari berbagai motif, ada baiknya latar foto adalah bidang yang polos. Itu yang saya terapkan. Tetapi setiap orang punya karakter tersendiri. Gaya foto bisa juga disesuaikan dengan karakter sang model.”

Tren foto diri tidak hanya dimanfaatkan oleh para pelaku industri mode, kecantikan, dan teknologi. Ranah pariwisata pun turut memanfaatkan tren ini. Travel blogger Kadek Arini turut merasakan dampaknya. Ia aktif menjadi travel blogger sejak 2009. Seiring berjalannya waktu, Kadek tidak hanya mendapat sponsor dari maskapai penerbangan dan produsen gawai. Ia juga pernah diminta menjadi influencer untuk produk tabir surya dan sampo.

“Permintaan dari produk beauty ini mulai datang 1,5 tahun terakhir. Saya rasa mereka mulai sadar tentang potensi ranah travel dan travel blogger. Travel blogger wanita di Indonesia masih bisa dibilang sedikit,” kata Kadek yang memiliki 86.700 pengikut di Instagram.

Meski harus foto diri sendiri, ia memilih untuk lebih menonjolkan pemandangan alam atau situasi sekitar ketimbang bagian tubuh dan wajahnya sendiri, “Komposisi foto saya kecil saja mungkin sekitar 30%, sisanya pemandangan.” Ketika bepergian, ia membawa kamera mirorless dan tripod kecil untuk memudahkan pengambilan gambar.

Satu hal yang bagi Kadek saat hendak swafoto ialah memiliki kamera yang bisa dioperasikan menggunakan ponsel. Dalam waktu satu bulan, ia menangani tiga brand. “Saya rasa iklan digital saat ini berpengaruh,” kata wanita yang mencintai alam ini.

Baca juga artikel terkait SELFIE atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Joan Aurelia
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Nuran Wibisono