Deretan kapal barang terlihat di sebuah sudut Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara. Di bengkel kapal seluas lapangan bola itu, persis di sebelah apartemen Green Bay Pluit, dentuman palu beradu dengan pasak kayu terdengar ritmis. Deru gergaji bersahutan dengan desingan bor listrik. Sesekali terdengar teriakan dengan penekanan nada tinggi di akhir kalimat.
Di sudut lain, para buruh harian membawa palu, kuas, cat, dan gergaji untuk memperbaiki dan mempercantik kapal tua. Tanpa masker dan alat pengaman, mereka memoles badan perahu dengan cat fiber glass. Mereka dibayar Rp.150 ribu hingga Rp.250 ribu per hari.
Mereka meremajakan mesin induk, mengecat bagian dalam dan luar kapal, mengganti lampu, dan mereparasi baling-baling kapal. Butuh waktu minimal 7 bulan untuk memperbaiki kapal barang yang beratnya rata-rata 350 ton, dengan biaya sebesar Rp.8 miliar.
Bengkel kapal menjadi tumpuan pendapatan para pengusaha kapal kargo dan kapal ikan, selain menjadi mata pencaharaian warga sekitar. Ada ratusan wargan yang terlibat di sana
Foto dan Text : Andrey Gromico dan Arlian Buana Crissandi
Di sudut lain, para buruh harian membawa palu, kuas, cat, dan gergaji untuk memperbaiki dan mempercantik kapal tua. Tanpa masker dan alat pengaman, mereka memoles badan perahu dengan cat fiber glass. Mereka dibayar Rp.150 ribu hingga Rp.250 ribu per hari.
Mereka meremajakan mesin induk, mengecat bagian dalam dan luar kapal, mengganti lampu, dan mereparasi baling-baling kapal. Butuh waktu minimal 7 bulan untuk memperbaiki kapal barang yang beratnya rata-rata 350 ton, dengan biaya sebesar Rp.8 miliar.
Bengkel kapal menjadi tumpuan pendapatan para pengusaha kapal kargo dan kapal ikan, selain menjadi mata pencaharaian warga sekitar. Ada ratusan wargan yang terlibat di sana
Foto dan Text : Andrey Gromico dan Arlian Buana Crissandi