Menuju konten utama

May Day 2021: Serikat Buruh Temui KSP Bahas UU Ciptaker Tak Adil

Dua organisasi serikat buruh, KSPI dan KSPSI, menyampaikan ke Moeldoko soal isi UU Cipta kerja yang dinilai masih ada poin-poin yang tak adil bagi buruh.

May Day 2021: Serikat Buruh Temui KSP Bahas UU Ciptaker Tak Adil
Buruh menggelar aksi memperingati hari buruh atau May Day di Jakarta, Sabtu (1/5/2021). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Dua konfederasi buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan audiensi dengan pihak Kantor Staf Kepresidenan, Sabtu (1/5/2021). Audiensi tersebut merupakan bagian dari aksi May Day dalam menolak Undang-Undang Cipta Kerja.

Usai audiensi, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, mereka beraudiensi dengan KSP soal Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Ia menegaskan, buruh tidak menolak investasi dengan menolak UU Ciptaker, tetapi mereka menilai masih ada unsur yang merugikan buruh dalam UU Cipta Kerja. Oleh karena itu, mereka berdemonstrasi sambil menerapkan protokol kesehatan sesuai aturan yang berlaku.

"Kami mendukung Presiden Jokowi, kami Kaum Buruh bersama Bapak Presiden Jokowi untuk memastikan investasi lebih banyak lagi datang, menghancurkan semua hambatan, membuat apa perizinan perizinan yang menghambat itu harus dibenahi, sangat-sangat berada melindungi UMK. Yang kami minta tentang rasa keadilan dan keseimbangan yaitu hak-hak buruh khususnya di klaster ketenagakerjaan," kata Said Iqbal di kantor KSP, Jakarta, Sabtu.

Said mencontohkan soal penghapusan Upah Minimum Sektor Kerja (UMSK). Menurut Said, tidak adil jika pengusaha sendal jepit yang bersifat padat karya disamakan dengan perusahaan industri seperti pabrik Toyota, Freeport atau bank Mandiri. Ia menilai, perusahaan harus mampu memberikan upah yang adil sesuai kemampuan usaha.

Selain itu, mereka juga menyoalkan soal potensi kontrak seumur hidup. Meski pemerintah sudah punya jaminan saat menganggur lewat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Said khawatir pengusaha mengakali dengan mengontrak dalam waktu tidak sesuai seperti 1 tahun kontrak dilanjut 6 bulan kontrak tanpa kejelasan status hukum. Padahal, pencairan JKP baru bisa dilakukan jika buruh bekerja 2 tahun berturut-turut.

Ia pun mengingatkan, UU Cipta Kerja tidak hanya ditolak buruh, tetapi juga kepala daerah dan legislatif. Setidaknya, kata Said, 7 gubernur, lebih dari 50 Bupati Walikota dan 20 DPRD provinsi dan kabupaten kota juga menolak UU Ciptaker. Ormas seperti PBNU dan Muhammadiyah pun menolak.

"Mungkin ini menjadi bahan-bahan pertimbangan sekali lagi khususnya klaster ketenagakerjaan lepas dari itu tidak," kata Said Iqbal.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan, Pemerintah tidak mengabaikan kesejahteraan buruh dalam pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja. Ia akan segera menyampaikan aspirasi tersebut kepada pihak terkait sehingga pelaksanaan UU Cipta Kerja berjalan baik.

“Beberapa penyampaian telah saya terima akan kita sampaikan pada pihak-pihak berkaitan. KSP juga punya tugas untuk melakukan pengawalan atas UU Ciptaker bagaiamana mengimplementasikan di lapangan kita akan mengawal dengaj baik, sehingga kita bisa mengawal dengan baik bersama serikat pekerja untuk kelancaran kita semua,” tutur Moeldoko, Sabtu (1/5/2021).

Di saat yang sama, Moeldoko juga mengapresiasi langkah KSPSI dan KSPI yang tidak menggelar aksi besar karena berempati dengan kondisi pandemi Covid-19. Mantan Panglima TNI ini menjelaskan, apa yang dilakukan KSPSI dan KSPI menjadi contoh bagi masyarakat dalam bertanggung jawab terhadap protokol kesehatan. Moel pun mengucapkan selamat merayakan hari buruh Internasional.

“Kami mewakili pemerintah mengucapkan selamat May day, 1 Mei Hari Buruh Internasional. Semoga teman-teman para pejuang berdiri di garis depan untuk produktivitas Indonesia selalu diberikan kekuatan dan kesehatan," kata Moeldoko.

Baca juga artikel terkait MAY DAY 2021 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri