Menuju konten utama

Di Balik Isu Babi Ngepet di Depok yang Terus Berulang

Isu babi ngepet menunjukkan situasi ekonomi masih menekan mereka.

Di Balik Isu Babi Ngepet di Depok yang Terus Berulang
Sejumlah pengendara melintas di bawah kamera pengawas atau 'closed circuit television' (CCTV) yang terpasang di jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Senin (12/10/2020). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/wsj.

tirto.id - Polisi turun tangan mengakhiri isu babi ngepet di Kelurahan Bedahan, Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat. Pelaku hoaks dan rekayasa babi ngepet adalah seorang pemuka agama yang ingin jamaah majelisnya bertambah, bernama Adam Ibrahim, 44 tahun.

Adam telah ditetapkan sebagai tersangka hoaks. Di depan wartawan dan polisi, ia mengaku khilaf telah membuat isu yang terlanjur membuat resah warga.

“Berdasarkan pengakuan AI [Adam Ibrahim], babi tersebut dibeli secara daring melalui komunitas kucing Depok sebesar Rp900 ribu, dengan ongkos kirim Rp200 ribu,” ujar Kasubag Humas Polres Metro Depok Kompol Supriyadi ketika dikonfirmasi Tirto, Kamis (29/4/2021) lalu.

Sederet Isu Babi Ngepet

Isu babi ngepet di Depok ini bukanlah yang pertama. Pada tahun-tahun yang lalu, hal serupa juga pernah terjadi.

Pada Agustus 2014, isu babi ngepet membuat dua ekor anjing dibunuh oleh warga. Warga Depok Baru tidak mendapati babi ngepet yang menurut narasumber Detik “lagi ramai,” lalu menangkap dua anjing yang entah punya pemiliknya atau tidak. Anjing itu digantung hingga mati di tanah lapang yang mudah dilihat warga.

Kenapa jadi anjing yang jadi korban padahal isunya babi ngepet? Tak tahu juga.

Masih di tahun yang sama bulan Oktober, isu babi ngepet itu muncul lagi di Sawangan Baru karena banyak warga kehilangan uang. Isu ini memicu orang ronda. Namun, suatu ketika menurut laporan Detik, ada seorang pria berbaju hitam difitnah sebagai pelaku babi ngepet, padahal dia hanya sedang mencari alamat. Beruntung dia tidak digebuki warga sekitar karena Koramil mengamankannya. TNI lalu menyerahkan orang itu ke Polsek Sawangan dan akhirnya dibebaskan.

Tak jelas bagaimana akhir ceritanya.

Empat tahun kemudian, tepatnya Juli 2018, Depok kembali digegerkan isu babi ngepet. Warga Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, mengklaim lihat babi kemudian menyebutnya sebagai babi ngepet. Tak hanya itu, disebut-sebut babi ini dikawal oleh tiga anjing. Seorang warga mengatakan tidak mau lapor polisi atau pihak kelurahan atas banyaknya kasus kehilangan uang karena ini “kasusnya makhluk gaib, buktinya saja enggak ada.”

Dua tahun berlalu, kabar penemuan babi ngepet kembali menyita perhatian masyarakat. Pada Juli 2020, warga Perumahan Jalan Tarumanegara Kecamatan Sukmajaya melihat seekor babi berkeliaran di jalanan depan rumah warga. Babi itu terekam CCTV yang kemudian viral di media sosial.

Di luar Depok, mengacu arsip berita LKBN Antara, telah terjadi penyiksaan terhadap babi ngepet. Persisnya terjadi pada Juli 2008 di Cikadut, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Babi itu mati setelah kelelahan dikejar-kejar oleh warga.

Kasus serupa terjadi Dukuh Jati, Desa Padasuka, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Banten pada 2011 dan di Kampung Pelalangon, Desa Kertasari, Kecamatan Haurwangi, Cianjur, Jabar pada 2012.

Cermin Kondisi Ekonomi Warga

Bagi Andi Achdian dari Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), isu babi ngepet sebenarnya punya makna tertentu. Ia serupa isu tuyul yang populer pada masa Orde Baru. Babi ngepet menurutnya dalam derajat tertentu adalah bentuk protes terhadap individu-individu yang tiba-tiba kaya raya di tengah lingkungan yang miskin dan tak terlalu tersentuh pembangunan dan pemerataan ekonomi.

“Ada pandangan yang menempatkan kekayaan diperoleh dengan tidak sah. Warga sebetulnya mau protes dengan sistem yang tidak adil, yang memberi kekayaan secara tiba-tiba lewat cara culas,” kata Andi saat dihubungi Tirto, Kamis (29/4/2021).

Hal ini semakin mungkin muncul di masyarakat yang masih bercorak agraris yang memang masih kental dengan takhayul, kata Andi.

“Saat masyarakat agraris mengalami tekanan ekonomi, isu babi ngepet, pesugihan, tuyul, atau sejenisnya akan tetap populer dan relevan, menunjukkan adanya kepedihan warga atas ketimpangan ekonomi,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait BABI NGEPET DI DEPOK atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino