tirto.id - Ringkasan materi sejarah kelas 11 semester 2 bab Nilai Kejuangan Masa Revolusi berisi rangkuman sejarah Indonesia yang mengalami masa Revolusi Kemerdekaan di tahun 1945-1949. Periode memiliki arti penting bagi sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Di sana terdapat berbagai peristiwa beruntun yang diawali menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada Sekutu, lantas berujung dengan usaha keras anak bangsa untuk memproklamasikan kemerdekaan.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia berhasil dikumandangkan pada 17 Agustus 1945. Upaya tersebut masih masih memerlukan dukungan pengakuan dari negara lain untuk mewujudkan sebagai negara berdaulat. Tidak mudah langkah yang ditempuh, namun terus menerus diperjuangkan oleh para pejuang.
Namun, perjuangan mempertahankan tidaklah mudah. Belanda mulai memecah belah dengan membuat Republik Indonesia Serikat (RIS). Perjuangan diplomasi dilakukan Indonesia dengan Kerajaan Belanda dan berlangsung pula konflik senjata. Perjuangan yang dilakukan semenjak proklamasi tersebut membuahkan hasil saat Kerajaan belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949.
Kendati demikian, perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah sebenarnya sudah lebih jauh lagi di masa lalu. Setidaknya pergerakan para pejuang mulai terlihat pada 1908 dengan hadirnya Boedi Oetomo, yang kini setiap tanggal kelahirannya 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Ada berbagai nilai kejuangan yang dapat dipetik hikmahnya dari perjuangan para anak bangsa di masa lalu untuk kemerdekaan.
Nilai Kejuangan pada Masa Revolusi
Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa revolusi kemerdekaan membawa berbagai nilai positif. Nilai tersebut berupa nilai-nilai kejuangan yang memiliki hikmah di dalamnya.
Mengutip buku Sejarah Indonesia Kelas XI (2017), berikut berbagai nilai kejuangan di masa revolusi:
1. Persatuan dan kesatuan
Saat itu, semua organisasi dan kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat bersatu sekali pun memiliki paham atau ideologi berbeda. Mereka bahu membahu berjuang melawan penjajah demi mewujudkan kemerdekaan. Persatuan sangat tampak di masa pelucutan senjata terhadap Jepang, hingga perang melawan Sekutu dan Belanda.
Personil TNI tidak berjuang sendiri. Di belakang mereka juga turut mendukung elemen dari kelaskaran dan rakyat secara langsung. Hal inilah yang membuat rakyat Indonesia meminta kembali disatukan meski wilayah dipecah belah menjadi negara-negara bagian dan daerah otonom dalam negara federal.
Cita-cita itu terwujud pada 17 Desember 1950. Indonesia kembali menjadi negara kesatuan yang dijiwai nilai persatuan dari bangsa Indonesia.
2. Rela berkorban dan tanpa pamrih
Rela berkorban adalah nilai kejuangan berikutnya yang muncul di masa revolusi. Semua elemen seperti para pemimpin, rakyat, hingga pejuang sama-sama berjuang tanpa pamrih. Contoh nyata adalah Jenderal Sudirman yang tetap melakukan peperangan gerilya sekali pun dalam keadaan sakit paru-paru.
Tidak sedikit pula para pejuang yang gugur dalam medan peperangan. Para pahlawan yang tidak dikenal namanya, jauh lebih banyak jumlahnya. Mereka menginginkan negaranya merdeka dan rela mengorbankan apa pun termasuk nyawa demi menyingkirkan penjajah.
3. Cinta Tanah Air
Para pejuang tidak akan begitu saja berperang melawan penjajah jika tidak memiliki kecintaan terhadap Tanah Airnya. Hal itulah yang mendorong tingginya semangat patriotisme di dada mereka. Pergolakan perlawanan rakyat kepada penjajah di berbagai wilayah Indonesia dilakukan agar Indonesia bisa segera mendapatkan kemerdekaan.
4. Saling pengertian dan menghargai
Para pejuang sangat menghargai satu dengan yang lain dalam berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan dan mempertahankannya. Hal ini salah satunya tampak dari perbedaan pandangan antara pemuda yang dimotori Syahrir dan teman-temannya, dengan Bung Karno-Bung Hatta sebagai generasi tua.
Kedua golongan tersebut sempat beda pendapat mengenai pembacaan proklamasi kemerdekaan. Sampai akhirnya tercapai kesepakatan teks proklamasi berhasil dideklarasikan pada 17 Agustus 1945.
Tidak hanya itu, upaya penetapan Piagam Jakarta juga diwarnai sikap saling menghargai dan pengertian. Kalimat ”Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya”, dan diganti dengan ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Penulis: Ilham Choirul Anwar