Menuju konten utama

Sejarah Candi Gedong Songo, Lokasi di Jateng, dan Corak Agama

Candi Gedong Songo berada di Semarang. Berikut sejarah, lokasi tepatnya, beserta corak agama candi Gedong Songo.

Sejarah Candi Gedong Songo, Lokasi di Jateng, dan Corak Agama
Candi Gedong Songo. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Candi Gedong Songo merupakan komplek percandian yang menyadur corak agama Hindu. Candi ini terletak di lereng Gunung Ungaran, tepatnya ada di Desa Candi, Kecamatan Somawono, Semarang, Jawa Tengah.

Menurut Perpustakaan Nasional RI, Candi Gedong Songo diduga bahwa candi ini dibangun di bawah kepemimpinan raja-raja Wangsa Sanjaya, awal perkembangan agama Hindu di Jawa. Keberadaan dari Candi Gedong Songo diketahui lewat catatan Raffles.

Nama Candi Gedong Songo diadaptasi dari bahasa Jawa, Gedong berarti bangunan dan Songo artinya sembilan. Kendati, jumlah candi yang ada di komplek percandian ini kurang dari sembilan bangunan.

Candi Gedong Songo dapat menjadi satu pilihan destinasi saat Anda berlibur di kota Semarang. Namun, pastikan stamina Anda cukup prima untuk menjelajahi komplek percandian sebab jarak bangunannya cenderung jauh.

Sejarah Singkat dan Fungsi Candi Gedong Songo

Candi Gedong Songo

Candi Gedong Songo. (FOTO/iStockphoto)

Dilansir dari Visit Jawa Tengah, pada 1804 Raffles menemukan komplek candi di Gunung Ungaran ini. Disebutkan bahwa Candi Gedong Songo merupakan peninggalan pada abad ke 9 Masehi dari Wangsa atau Dinasti Sanjaya.

Saat pertama ditemukan, hanya tujuh bangunan Candi Gedong Songo yang terungkap sehingga awalnya disebut sebagai Gedong Pitu. Kemudian diubah menjadi Gedong Songo setelah diteliti lebih lanjut oleh para arkeolog.

Menyusul penemuan Raffles, beberapa arkeolog Belanda melakukan penelitian lebih lanjut, mempelajari bangunan Candi Gedong Songo. Para arkeolog tersebut antara lain ialah Van Stein Callenfels pada tahun 1908 dan Knebel pada tahun 1911.

Berkat penelitian-penelitian tersebut ditemukan fakta bahwa terdapat dua kelompok candi lain, inilah yang mengubah nama Gedong Pitu menjadi Gedong Songo. dan dilakukan pemugaran terhadap semua bangunan candi secara bertahap.

Berdasarkan letak dan juga arsitektur bangunan, diduga bahwa Candi Gedong Songo dulunya berfungsi untuk pemujaan. Kala itu, para penganut Hindu Syiwa menganggap perbukitan dan perbukitan sebagai wujud yang mewakili kediaman dewa-dewa yakni ‘kahyangan’ atau surga.

Lokasi Candi Gedong Songo

Lokasi dari bangunan Candi Gedong Songo tersebar di lereng Gunung Ungaran berderet dari bawah menuju puncak, tak jarang keberadaannya tertutup kabut tipis dari atas gunung. Di sekitarnya, terdapat hutan pinus yang berjajar rapi.

Adapun masing-masing bangunan dari Candi Gedong Songo memiliki keunikan yang cukup berbeda dengan satu sama lain. Terdapat 5 bangunan candi yang dapat dinikmati keindahannya di komplek Candi Gedong Songo.

Candi Gedong I memiliki kaki candi atau yang disebut sebagai batur yang dipercantik dengan pahatan bermotif bunga teratai atau padma dengan puncak atap yang tampak setengah hancur.

Candi Gedong II juga merupakan satu bangunan utuh dengan batur (kaki candi) setinggi 1 meter dan atap berbentuk balok bersusun.

Berbeda dari kedua candi sebelumnya, Candi Gedong III memiliki tiga bangunan dengan dua bangunan menghadap timur berlawanan arah dengan satu bangunan sisanya. Bangunan yang lebih besar diperkirakan sebagai candi induk, bangunan yang ukurannya lebih kecil diperkirakan sebagai candi perwara.

Candi Gedong IV sendiri merupakan satu bangunan utuh yang dikelilingi sisa reruntuhan bangunan lain, bangunan yang masih utuh memiliki bentuk serupa dengan Candi Gedong II.

Mirip dengan Gedong IV, Candi Gedong V juga terdiri dari satu bangunan utuh dan reruntuhan di sekeliling dengan bentuk yang mirip Candi Gedong II.

Bangunan dari candi-candi tersebut berurutan dengan posisi Candi Gedong I berada di paling bawah, dan Candi Gedong V terletak di posisi paling atas.

Corak Agama Hindu dan Peninggalan Dinasti Sanjaya

Candi Gedong Songo merupakan bangunan candi yang dibangun dengan corak agama Hindu dan diperkirakan ada sejak awal Hindu berkembang di Jawa. Bertepatan dengan masa pemerintahan Dinasti Sanjaya.

Dikutip dari laman resmi Kebudayaan Kemdikbud, menurut tradisi Hindu gunung merupakan lokasi di mana dewa-dewa tinggal. Sementara menurut tradisi pra Hindu, gunung adalah tempat menyembah ruh nenek moyang.

Kedua kepercayaan tersebut berdiri setara di Candi Gedong Songo, dengan kecenderungan kepada Parswa dewata. Parswa dewata sendiri didefinisikan sebagai penyembahan kepada ruh nenek moyang yang sudah bergabung dengan Dewa Siwa.

Hal ini disimbolkan lewat bangunan Candi berupa Lingga-Yoni dengan 3 dewa pengiring yang mengawal. Dewa pengiring yang dimaksud yaitu Durga istri Siwa, anak Siwa yakni Ganesha dan juga Agastya seorang resi dengan kekuatan spiritual sepadan dengan Dewa.

Ditunjukkan dengan adanya arca dewa pengiring Agastya yang mewakili keberadaan seorang manusia yang juga berperan sebagai nenek moyang.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Aisyah Yuri Oktavania

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Aisyah Yuri Oktavania
Penulis: Aisyah Yuri Oktavania
Editor: Yulaika Ramadhani