tirto.id - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia (UI) Effendi Gazali yakin masuknya paham radikal ke lingkungan kampus tidak terjadi dari ruang kosong.
Menurutnya, ada dua hal yang bisa menjadi sebab maraknya penetrasi paham radikal di kampus.
Pertama, lunturnya pengaruh sejumlah ulama atau tokoh masyarakat yang sering tampil di media. Kedua, belum adanya pemahaman mengenai cara paham-paham radikal masuk ke benak mahasiswa, sehingga pengurus kampus tak memiliki cara yang baik untuk menangkalnya.
"Kita kan punya banyak orang besar sekarang. Muncul pertanyaan, orang-orang ini apakah sudah kehilangan pengaruhnya? Jadi kalau mereka benar berpengaruh, harusnya akan menetes pengaruhnya ke kampus baik ke pengajar atau mahasiswa," kata Effendi di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (9/6/2018).
Effendi khawatir ada sekelompok orang yang menghasut agar mahasiswa tak mudah percaya omongan para tokoh berpengaruh. Jika hasutan itu berhasil, wajar ketika fenomena mundurnya pengaruh para tokoh terjadi.
Kemudian, ia juga menyarankan agar semua perguruan tinggi berdiskusi bersama untuk mencari cara menangkal radikalisme masuk kampus.
"Rasanya sudah saatnya kita bersama, kampus-kampus ini diskusi dulu bagaimana seseorang bisa terpapar dan terpengaruh. Jangan-jangan kita ahli menunjuk [ada radikalisme] tapi tidak mengembangkan apa yang bisa ditawarkan sebagai kontra terhadap itu," ujarnya.
Effendi juga menyampaikan pendapat terkait kebijakan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir yang ingin setiap mahasiswa baru melaporkan akun media sosialnya ke perguruan tinggi. Pencatatan akun medsos itu harus dilakukan saat mereka mendaftarkan diri.
Menurut Effendi, Kemenristekdikti harus mempertimbangkan banyak hal sebelum benar-benar mewajibkan mahasiswa baru mendaftarkan akun medsos saat mendaftar. Ia khawatir ada jarak yang terbangun antara kampus dan mahasiswa.
"Tapi, lepas dari itu, jauh lebih baik kalau kita berupaya tenang. Lebih tenang dan kemudian mengusahakan pendekatan lain, misal kultural, kemudian mengidentifikasi masalahnya dimana, dan menemukan siapa yang bisa mengatasinya dengan cara-cara yang lebih baik dibanding hanya sekedar tunjuk [pelaku] dan daftarkan [akun medsos]," kata Effendi.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Maya Saputri