tirto.id - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menyatakan setiap mahasiswa baru akan diharuskan untuk melaporkan akun media sosialnya ke perguruan tinggi masing-masing. Pencatatan akun media sosial (medsos) itu harus dilakukan saat mereka mendaftarkan diri.
Nasir menyatakan pelaporan akun medsos mahasiswa baru itu diwajibkan untuk keperluan mencegah perluasan pengaruh paham radikal ke kampus-kampus.
"Ada kemungkinan seorang mahasiswa itu terpapar paham radikal bukan dari pembelajaran di kampus, tapi melalui media sosial. Hal itu contohnya seperti yang terjadi di Bandung. Oleh karena itu, mahasiswa baru harus mencatatkan akun medsosnya ke perguruan tinggi masing-masing," ujar Nasir di sela-sela melakukan kunjungan ke PT INKA (Persero) di Kota Madiun, Jawa Timur, Jumat (8/6/2018) seperti dikutip Antara.
Dia meminta semua pemangku kepentingan di perguruan tinggi untuk semakin aktif melakukan pengawasan terhadap penyebaran paham radikal ke kampus.
"Ini perlu diawasi. Bagaimana cara melakukan pengawasannya? Pertama adalah melalui sistem pembelajaran yang ada di dalam kampus," kata Nasir.
Dia menjelaskan pengawasan melalui praktik pembelajaran di dalam kampus berguna agar setiap indikasi pengaruh radikalisme ke mahasiswa bisa segera terdeteksi.
Pengawasan kedua, menurut dia, melalui pendataan alat atau media komunikasi mahasiswa, semacam akun medsos, agar gejala paparan radikalisme dalam pola interaksi dan komunikasi mahasiswa bisa dipantau.
Pada Kamis kemarin, Menteri Nasir sudah menyatakan bahwa salah satu strategi menangkal pengaruh radikalisme ke kalangan mahasiswa ialah dengan menelusuri akun media sosial mereka.
"Itu hanya berbagai cara, di antaranya itu. Medsos kita cari, harus terhindar dari semuanya. Jangan sampai tidak," ujar Nasir di Jakarta.
Dia mengatakan penelusuran terhadap media sosial mahasiswa akan dilakukan melalui kerja sama Kemenristekdikti dengan Kementerian Kominfo. Jika ada indikasi akun media sosial mahasiswa memiliki keterkaitan dengan paham radikal maka akan dilakukan pemanggilan.
"Kita akan tanya apakan mau terus dengan pahamnya itu atau kembali ke NKRI. Kalau tidak mau kembali ke NKRI maka kita serahkan ke pihak berwajib," kata Nasir.
Nasir mengatakan bahwa setiap rektor universitas turut bertanggung jawab terhadap setiap mahasiswa serta dosen pengajar di perguruan tingginya. Rektor harus ikut memastikan seluruh mahasiswa dan dosen tidak terafiliasi dengan kelompok radikal.
Langkah Kemenristekdikti tersebut menyusul penangkapan tiga terduga teroris di kampus FISIP Universitas Riau, awal Juni lalu. Tiga alumni Universitas Riau itu diduga sedang merakit bom di kampus. Densus 88 juga menemukan bom rakitan serta bahan peledak saat menangkap para terduga teroris yang diduga terkait dengan jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) tersebut.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom