tirto.id - Seiring pesatnya kemajuan teknologi, dunia pendidikan kini dihadapkan pada peluang baru untuk meningkatkan cara belajar dan mengajar.
Kecerdasan buatan atau AI (Artificial Intelligence), khususnya, menawarkan potensi dalam menciptakan pembelajaran yang lebih personal dan adaptif.
Dalam rangka menggali potensi ini, CheckIT Labs Indonesia mengadakan sesi bincang-bincang bertajuk "The Future of Learning and Innovation with AI Based on Neuroscience", pada Jumat, 25 April 2025 di Kolaborasi Market, Senayan Park.
Sesi diskusi yang dimoderatori oleh Faika Amanda Rahadian ini menghadirkan dua pembicara utama, yaitu Myriam Da Silva, CEO CheckIT Learning, dan Wiwin Windrati, seorang Performance Storyteller dan pendidik.
Sesi dibuka dengan pemaparan reflektif Wiwin tentang urgensi pembelajaran mendalam bagi siswa.
Dengan gaya yang penyampaian yang interaktif, Wiwin mengajak peserta untuk merenungkan cara para siswa belajar agar mereka lebih paham dengan materi dan tepat dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari.

Sementara itu, Myriam mengungkapkan bagaimana teknologi dapat membantu meningkatkan proses belajar-mengajar.
Perhatian siswa, kata Myriam, biasanya berada pada puncaknya di awal kelas. Namun, tingkat perhatian tersebut berangsur-angsur melandai ketika sang guru mulai menyampaikan materi utama pada siang hari atau sebelum jam pulang.
“Banyak informasi yang hilang karena guru tidak menyadari pola perhatian ini,” ungkapnya.
Sebagai solusi, platform CheckIT Learning mengembangkan teknologi yang memungkinkan guru merancang pembelajaran yang memerhatikan kurva perhatian siswa.
Salah satunya adalah memperkenalkan teknik-teknik seperti storytelling atau humor untuk menjaga perhatian siswa sepanjang sesi pelajaran.
Berdasarkan prinsip sains otak, Cleo AI membantu siswa memindahkan informasi dari memori kerja ke memori jangka panjang melalui pengulangan yang terjadwal.
“Siswa tidak perlu lagi memikirkan kapan harus mengulang materi, karena platform ini sudah merencanakannya untuk mereka,” kata Myriam.
Fitur ini juga menghindarkan siswa dari kebiasaan sistem kebut semalam (SKS). Cara yang sekadar mengandalkan pembelajaran instan menjelang ujian ini acap kali menyebabkan informasi cepat terlupakan.
Dengan pengulangan materi yang terjadwal, siswa dapat mengingat informasi dengan lebih efektif.

Tak hanya itu, Cleo AI juga memungkinkan personalisasi pembelajaran, menyesuaikan konten sesuai dengan minat, nilai, dan tujuan pribadi siswa.
"Ketika pengetahuan yang dipelajari terhubung dengan nilai dan tujuan personal para siswa, itu akan memotivasi mereka untuk belajar lebih dalam," ujar Myriam.
Platform ini membantu guru menghubungkan pembelajaran dengan relevansi pribadi siswa, mendorong mereka untuk melampaui apa yang sudah mereka ketahui.
Myriam juga membahas pentingnya keselamatan siswa saat menggunakan teknologi AI.
CheckIT Learning mengambil sikap tegas dengan tidak mengizinkan aplikasi AI mereka digunakan oleh anak-anak di bawah usia sekolah menengah.
"Kami sangat berhati-hati dengan penggunaan AI untuk anak-anak, terutama di usia sekolah dasar, karena dampaknya terhadap perkembangan otak," ungkap Myriam.
CheckIT Learning merupakan tipe AI yang tidak bisa diakses secara terbuka atau gratis.
Platformnya dirancang dengan sistem yang aman untuk memastikan siswa belajar dalam lingkungan yang terkontrol. Pendekatan tersebut berbeda dengan aplikasi AI umum yang dapat diakses bebas di internet.

Myriam juga menegaskan pentingnya memilih sumber daya yang tepat, terutama terkait neurosains atau ilmu saraf otak.
Penjelasan tentang sains di berbagai open AI lain tak jarang memberikan informasi yang keliru tentang bagaimana otak bekerja.
Dengan menggunakan prinsip kerja otak yang benar, CheckIT Learning memastikan bahwa teknologi yang diterapkan dapat memberikan manfaat maksimal tanpa risiko yang merugikan bagi yang mengaksesnya.
Pendekatan yang lebih aman dan berbasis riset ini pun membuka jalan bagi pendidikan yang lebih personal, adaptif, dan efisien sehingga siswa terdorong untuk berkembang sesuai potensi dan minat masing-masing.
Sesi ini diharapkan dapat menjadi titik awal untuk membuka wawasan bagi para pendidik dan pembuat kebijakan tentang bagaimana inovasi teknologi dapat membantu membentuk masa depan pembelajaran.
Moderator Faika memberikan penutup dengan penegasan bahwa di balik setiap kemajuan tools dalam teknologi, semangat umat manusia di belakangnya itulah—para pendidik, pelajar, dan konseptor—yang benar-benar akan menciptakan perubahan.
“Maka dari itu, ayo teruslah menuntut ilmu, menciptakan kreasi baru, dan bermimpi bersama. Sebab, masa depan pendidikan bukan sekadar digital—tetapi juga tetap berakar pada nilai-nilai kemanusiaan,” pungkas Faika.
Editor: Sekar Kinasih
Masuk tirto.id







































