tirto.id - Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) berinisial A, 22 tahun, tak menduga Kamis (22/10/2020) malam kemarin akan menjadi hari sialnya. Telapak kaki kirinya luka terkena busur panah besi runcing sepanjang 12 sentimeter saat aksi menolak UU Cipta Kerja diserang ormas.
A bersama ratusan mahasiswa dari berbagai kampus dan masyarakat sipil lain yang tergabung dalam Aliansi Gerak Makassar memulai demonstrasi di Kampus I UNM Gunung Sari sekitar pukul 16.30 WITA. Ini adalah hari ketiga mereka menolak UU Cipta Kerja.
Sama seperti mahasiswa lain, A hanya mengikuti ke mana massa bergerak.
Massa bergerak menuju pertigaan Jalan Pendidikan dan Jalan Andi Pangeran Pettarani—salah satu jalan utama di Makassar. Lokasinya tepat di depan kampus utama UNM. Di seberang jalan, terdapat kantor DPD Partai Nasdem Makassar, yang dihimpit oleh Oyo Hotel La Macca Makassar dan Claro Hotel Makassar. Di pertigaan itu, sejak pukul 17.10, massa mulai menutup jalan. Orang-orang bergantian berorasi hingga membakar ban.
A menuturkan bahwa aksi hari itu masih berjalan kondusif hingga pukul 20.00. Suasana mulai tidak terkendali ketika beberapa orang asing yang tak memakai penanda demonstran—lakban berwarna kuning di lengan—mulai memprovokasi. Ia mengaku melihat sendiri orang-orang ini.
“Banyaknya provokator yang mulai memanasi massa aksi untuk ribut dengan warga,” kata A kepada wartawan Tirto, Jumat (23/10/2020) siang.
Sekitar pukul 21.50, kelompok asing itu melempar batu ke arah kantor DPD Partai Nasdem Makassar. Belakangan mobil ambulans milik partai itu juga dibakar kelompok yang sama. A menegaskan tak ada arahan sama sekali dari aliansi demonstran untuk melakukan hal itu.
Perusakan itulah yang menjadi momen ormas mengejar para mahasiswa ke arah kampus. Pukul 22.10, mereka melempar batu, petasan, hingga menembak anak panah ke arah para mahasiswa.
Ratusan mahasiswa dan masyarakat lari berhamburan ke dalam kampus UNM dan ke Jalan Penddikan—arah balik kedatangan massa. A berlari ke Jalan Pendidikan, dan di situlah kaki kirinya terkena anak panah. Beruntung lukanya tak terlalu parah karena memakai sepatu yang tebal. A mengatakan beberapa kawannya terkena anak panah juga dan cukup parah.
Pers mahasiswa UNM, LPM Profesi, juga melaporkan beberapa mahasiswa terkena anak panah.
A mengatakan para ormas ini jelas dibeking oleh kepolisian. Indikasinya: pasukan polisi dengan tameng dan mobil pengaman posisinya tepat di belakang gerombolan.
“Saya simpulkan itu bekerja sama. Dan parahnya lagi, polisi itu enggak nangkap warga yang bawah senjata tajam,” kata A. Ia yakin betul anak panah yang diarah ke para massa aksi itu datang dari ormas. “Bukan kemungkinan besar lagi, tapi sudah mutlak.”
Dari dalam kampus, sekitar pukul 23.00, Presiden Mahasiswa BEM UNM Muhammad Aqsha BS., 24 tahun, terkaget saat sedang rapat konsolidasi di dalam sekretariat di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Suara berisik terdengar dari luar. Ternyata sekelompok ormas dan kepolisian merangsek masuk ke dalam kampus mengejar para mahasiswa. Tembakan gas air mata milik polisi dan petasan milik ormas merebak ke mana-mana.
“Saya heran. Kenapa polisi tidak mengamankan para ormas yang bisa diindikasi membawa petasan dan melakukan kerusuhan di dalam kampus,” kata Aqsha saat dihubungi wartawan Tirto, Jumat siang.
Malam itu, kata Aqsha, terjadi perusakan fasilitas dan penangkapan massal mahasiswa yang berada di dalam kampus. Belakangan ia tahu seluruh kaca di area pelataran bagian bawah Gedung Phinisi UNM—gedung utama kampus itu—pecah semua. Area pelataran itu adalah tempat biasa para mahasiswa duduk-duduk.
A membenarkan kesaksian Aqsha. Ia memberikan foto keadaan pelataran dengan pecahan kaca di mana-mana.
“Kami mengutuk keras tindakan perusakan fasilitas kampus. Clear ormas dan polisi masuk ke area kampus dan merusak. Ini harus ada yang tanggung jawab,” kata Aqsha.
Belakangan polisi merilis jumlah yang ditangkap akibat insiden malam itu sebanyak 21 orang, 11 di antaranya adalah mahasiswa. Aqsha dan timnya masih mencari apakah ada mahasiswa UNM yang ikut ditangkap.
“Sepertinya ada juga korban salah tangkap. Karena ada juga kawan-kawan mahasiswa yang justru ingin pulang, namun ditangkap. Terus mereka enggak tahu apa-apa, tapi ditangkap. Bisa jadi itu mahasiswa biasa yang enggak ikut aksi dari awal,” katanya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Muhammad Haedir menyatakan berdasar keterangan yang ia dapatkan, polisi membiarkan kelakuan ormas. “Massa [ormas] dari kantor Nasdem yang kemudian membubarkan demonstran, parahnya itu dibantu oleh kepolisian.” ujar dia, Jumat.
“Dia [polisi] berkewajiban mencegah konflik horizontal atau mencegah ormas membubarkan aksi, tapi tidak dilakukan. Sebaliknya, polisi membantu ormas membubarkan. Itu sebenarnya juga pelanggaran HAM,” jelas dia.
Haedir mengatakan belum mendapatkan jumlah pengaduan dari peristiwa kemarin lusa. Saat dihubungi reporter Tirto, ia bilang tengah berupaya memberikan pendampingan hukum kepada mereka yang ditangkap.
Lagi-Lagi Anarko
Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan sebanyak 21 demonstran ditangkap polisi. Mereka terdiri dari dua sipil, delapan pelajar, dan sebelas mahasiswa. “Lima di antaranya di bawah umur,” katanya kepada reporter Tirto, Jumat.
Tompo bilang ketika itu mereka mengerahkan 886 anggota Polda Sulawesi Selatan, 60 anggota BKO Polres Gowa, 646 anggota Polrestabes Makassar, 182 polwan, 191 polki, dan 150 orang TNI BKO Polrestabes. Tiga unit terakhir merupakan kompi cadangan. Mereka semua diturunkan untuk menghadapi demonstran yang jumlahnya sekitar 250 orang.
Keterangan Tompo, pukul 18.15, demonstran menahan truk kontainer bernopol DD 8417 MW di depan toserba samping Hotel Claro untuk dijadikan panggung orasi. Pukul 19.00, pengunjuk rasa kembali menahan satu truk kontainer bernopol L 8045 UC dengan tujuan serupa.
Polisi juga bilang massa merusak kamera pengawas yang dipasang di tiang listrik pertigaan jalan menggunakan bambu dan batu.
Pukul 21.30, versi polisi, terjadi lempar batu, petasan, serta anak panah antarwarga dengan demonstran. Tompo bilang kericuhan dengan warga terjadi karena mereka tak sabar dengan penutupan arus lalu lintas.
Seperti polisi di banyak tempat, Tompo bilang demonstrasi dan kericuhan ini “sebagian besar sudah disusupi kelompok anarko.” Kelompok ini, katanya, “memang men-setting untuk membuat kerusuhan.”
Ia membantah dugaan kalau polisi membeking ormas untuk membubarkan massa. “Tidak ada, polisi sesuai prosedur pengendalian masyarakat,” katanya, lalu menambahkan, “yang buat kerusuhan baik dari mahasiswa, pelajar, dan masyarakat diamankan.”
Penulis: Adi Briantika & Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino