tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan meningkatkan produktivitas garam nasional. Salah satunya dilakukan dengan menghilangkan perbedaan produksi garam konsumsi dan garam industri.
"Kami juga akan meniadakan garam industri dengan garam konsumsi. Jadi tidak dibedakan lagi ke depan ini," katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin (14/8/2017) seperti dikutip Antara.
Menurut Luhut, langkah tersebut sejalan dengan rencana pengembangan dan peningkatan produktivitas garam. Ia menyatakan, Indonesia memiliki 22.000 lahan yang dapat dimanfaatkan untuk produksi garam nasional.
Sayangnya, Luhut menjelaskan, meski sebagian telah berproduksi, kualitas garam yang dihasilkan tidak maksimal karena penggunaan teknologi yang kurang baik.
Saat ini sistem produksi garam di Indonesia menggunakan sistem evaporasi, yakni air laut dialirkan ke dalam tambak kemudian air yang ada dibiarkan menguap, setelah beberapa lama kemudian akan tersisa garam yang mengendap di dasar tambak tersebut.
Sistem yang sangat mengandalkan faktor cuaca tersebut, membuat produktivitas garam tidak menentu sehingga kerap terjadi kelangkaan saat musim hujan.
"Kami sudah menginvetarisasi, kita punya lahan 22.000 hektare yang bisa ditanami buat garam. Garam itu sudah sebagian dibuat, tapi tidak pakai teknologi yang bagus sehingga kualitasnya mungkin hanya 80 persen, seharusnya 94-97 persen," katanya menjelaskan.
Dengan tidak membedakan garam industri dan konsumsi, nantinya pihak swasta akan diundang untuk bisa ikut memproduksi garam.
"Swasta juga. Kita ini kalau dapat air (laut) yang bagus dengan cara yang bagus, kita juga bisa bikin 97 persen itu. Enggak ada masalah," ujar Luhut.
Sementara itu terkait rencana pemerintah ini, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan produksi garam konsumsi dan garam industri sebenarnya sama saja karena bahan bakunya masih sama, yakni garam.
Perbedaan mendasar garam konsumsi dan garam industri adalah kandungan natrium klorida atau NaCl. Garam industri harus memiliki kandungan NaCl 97,4 persen ke atas atau kandungan air sangat rendah, sementara garam konsumsi memiliki kadar NaCl di bawah 97 persen.
"Sebetulnya garam industri dan konsumsi sama saja. Bahan bakunya kan garam kualitas sebaik mungkin. Kalau kita bikin garam 97 persen kenapa enggak? Di NTT memungkinkan ditambah teknologi standar seperti di Australia, bisa," tuturnya.
Pihak swasta pun sangat potensial untuk masuk dalam bidang tersebut. Garam bahan baku dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri, mulai dari industri kertas, makanan, minuman, tekstil, pakan ternak, serta penyamakan kulit.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari