Menuju konten utama

Little Spirits Garden, Pemakaman Khusus Bayi Keguguran di Kanada

Little Spirits Garden adalah sebuah taman bagi para orangtua yang pernah mengalami keguguran dan ingin tetap mengenang anaknya.

Little Spirits Garden, Pemakaman Khusus Bayi Keguguran di Kanada
Ilustrasi Little Spirits Garden. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Debbie Balino adalah ibu beranak satu dari Kanada. Pada 2013, ia dan suami menantikan kelahiran buah hati kedua. Namun, kenyataan berkata lain. Balino keguguran.

"Aku kehilangan Victoria di minggu ke-21 pada 2013," kenang Debbie sebagaimana dilansir BBC.

Itulah keguguran pertama Balino. Yang lebih menyesakkan lagi, ia mengalami keguguran delapan kali berturut-turut dalam kurun waktu lima tahun.

Soal penyebabnya, dokter sudah angkat tangan. Padahal, proses kelahiran anak sulung Balino terhitung lancar. Di Kanada sendiri, dari sekitar 3.000 wanita yang melahirkan per tahun, diperkirakan 15 sampai 20 persennya mengalami keguguran.

Hal serupa dialami oleh Gabriel James Milington. Pada 2010, ketika usia kehamilannya mencapai minggu ke-19, Milington mengalami keguguran. Keguguran pertama itu ia harapkan jadi yang terakhir.

“Dia sangat cantik, sangat mungil, dan hampir tembus pandang," kenang Milington yang sempat melihat bayinya hidup kepada Times Colonist.

Keguguran kerap dianggap sebagai peristiwa yang patut dilupakan. Tetapi, tak semua orang sanggup melewatinya begitu saja, baik di pihak ibu maupun bapak. keguguran adalah topik yang tabu, terlebih lagi jika janinnya belum memungkinkan untuk dimakamkan dan diziarahi.

"Rasanya sungguh sulit ketika Anda mengalami keguguran dan mayat bayinya tidak ada pada Anda, karena memang tidak ada objek fisik," kata Balino.

Ada sebuah pemakaman khusus bernama The Little Spirits Garden untuk mengenang janin-janin yang gugur ini. Letaknya di Taman Pemakaman Royal Oak di Victoria, British Columbia, Kanada.

Di taman tersebut terdapat alas beton memanjang yang di atasnya berjejer rumah-rumah kecil berwarna abu-abu. Rumah itulah yang menjadi medium orangtua mengenang anaknya.

Pihak keluarga diberi kebebasan untuk mendesain rumah si kecil. Mereka juga boleh membiarkannya tetap kosong dan hanya memajang nama dan tanggal wafat si anak. Pihak pengelola taman pun memberikan fasilitas jika orangtua ingin mengkremasi janin gugur dan tetap mendapat rumah kecil itu.

Milington adalah salah satu orangtua pertama yang menjajal Little Spirits Garden saat pertama kali dibuka pada 2012. Ia ikut mendonasikan uangnya ketika pihak pengelola menggalang dana untuk membangun pemakaman.

Kementerian Komunikasi, Olahraga dan Kebudayaan Kanada diketahui juga ikut menyumbang dana 100.000 dolar dari total dana yang dibutuhkan sebesar 295.000 dolar. Biaya operasional ditanggung oleh pengunjung setelah pemakaman dibuka untuk umum.

Kini, baik Milington dan Balino sering mengunjungi Little Spirits Garden untuk menziarahi buah hati mereka. Debbie sendiri mengaku selalu menziarahi kedelapan anaknya pada hari kelahiran mereka, atau pada hari-hari khusus.

"Aku pergi ke sana tiap Hari Ibu, Hari Ayah, Paskah, Hari Valentine. Aku dan suamiku merasa harus merayakan hari-hari itu bersama mereka, "kata Debbie.

Keberadaan Little Spirits Garden juga memberikan pengalaman baru bagi perawatnya. Salah satunya Susan McMullen, yang telah bekerja di sana selama lima tahun terakhir.

Bagi McMullen, Little Spirits Garden adalah tempat yang mampu menjawab kegelisahan para ibu yang pernah mengalami keguguran dan kesulitan menghadapi ingatan dan duka mereka. Bahkan ada pula seorang perempuan tua yang mengalami keguguran tahun 1995 dan ingin memiliki rumah roh di Little Spirits Garden.

McMullen pun pernah keguguran pada 1991. Ia mengaku punya dua rumah roh di tempat kerjanya. Yang satu buat anaknya, yang lainnya untuk mengenang adiknya sendiri. Ibu McMullen memang pernah keguguran pada awal 1960-an.

Terinspirasi Jizo

Little Spirits Garden didesain oleh dua arsitek Kanada, Bill Pechet dan Joseph Daly. Pechet mengaku mendapat inspirasi ketika tinggal di Jepang selama dua tahun dan melihat patung Buddha Jizo.

Menurut Barbara O’Brien penulis buku Rethinking Religion: Finding a Place for Religion in a Modern, Tolerant, Progressive, Peaceful and Science-Affirming World (2014) dalam tulisannya untuk laman Learn Religion, istilah sanskerta untuk Jizo adalah Ksitigarbha Bodhisattva. Namanya bervariasi di tempat lain, misalnya Dayuan Dizang Pusa di Cina, atau Sa-E Nyingpo di Tibet.

Jizo adalah sosok Bodhisattva dalam bentuk patung anak kecil yang banyak dijumpai di Jepang. Ia diyakini sebagai sosok pelindung salah satunya bagi janin gugur. Oleh orangtua yang mengalami keguguran, patung-patung tersebut kerap dipakaikan pakaian hangat seperti yang dikenakan bayi yang baru lahir.

Infografik Little Spirit Garden

Infografik Little Spirit Garden. tirto.id/Nauval

Praktik inilah yang belakangan menyebar ke negara-negara Barat. Beberapa orang yang telah mencoba merasakan manfaatnya karena tempat seperti Little Spirits Garden bisa menjadi medium untuk "bertemu" dengan anak-anaknya.

"Aku menyadari bahwa taman roh harus menjadi ruang lintas kepercayaan, karena Kanada adalah masyarakat yang majemuk. Aku bakal membutuhkan simbol-simbol yang inklusif dan rumah tersebut adalah simbol universal untuk perlindungan, yang sifatnya lintas aliran," jelas Pechet.

Bill Pechet dan tim telah mengadakan serangkaian lokakarya untuk mendengar pendapat publik tentang gagasannya seputar taman pemakaman. Ia mengundang orangtua yang kehilangan anak hingga tokoh agama.

Ada beberapa penolakan, terutama dari kalangan Kristen setelah mereka tahu gagasan Pechet berasal dair masyarakat non-Kristen, yakni Jepang. Namun, Pechet tetap mewujudkan gagasannya.

Selain model Little Spirits Garden, sebuah asosiasi yang menangani masalah keguguran di Inggris juga menyediakan layanan sertifikasi, upacara peringatan, menanam bunga atau pohon, menyalakan lilin pada hari peringatan, dan aktivitas lainnya untuk memperingati bayi-bayi yang hanya mampir sebentar di dunia.

Baca juga artikel terkait PEMAKAMAN atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf

Artikel Terkait