tirto.id - Bupati Kabupaten Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengklaim tidak ada persoalan pemberian izin operasional kepada PT Panca Buana Cahaya Sukses (PBCS) selaku pemilik pabrik kembang api (petasan) yang meledak dan menewaskan puluhan orang. Pihak perusahaan pada 2015 mengajukan izin sebagai gudang penyimpanan petasan, kemudian pada 2016 mengubahnya menjadi pabrik pembuatan kembang api.
“Izinnya sudah ada memang packing untuk pabrik kembang api,” kata Bupati Tangerang Ahmed Zaki kepada wartawan di lokasi ledakan, Kamis (25/10).
Zaki mengungkapkan meski izin operasional sebagai pabrik petasan sudah diajukan sejak 2016, akan tetapi perusahaan baru benar-benar beroperasi sebagai pabrik sejak tiga bulan sebelum ledakan, atau sekitar Agustus. Ia tak merinci apa alasannya. Keberadaan bangunan pabrik yang bersebelahan dengan SMPN 1 Kosambi, menurut Zaki bukanlah persoalan. Sebab menurutnya sejak awal kawasan tersebut memang diperuntukkan sebagai area industri.
Zaki berasumsi banyaknya korban meninggal terjadi lantaran perusahaan tidak melaksanakan prosedur keselamatan yang sesuai dengan izin pengajuan. Ia mengklaim izin operasional perusahaan sudah diberikan berdasarkan izin rancang bangun saat bangunan pabrik didirikan. “Tapi kemudian pelaksanaannya. Nah, ini yang perlu kami tekankan juga. Pada saat pelaksanaan operasional pabrik itu harusnya sesuai dengan gambar dan SOP yang sudah ada, yang sudah kami berikan,” katanya.
Lantas mengapa pemerintah daerah tidak mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan? Zaki berkilah hal itu sulit dilakukan mengingat jumlah perusahaan yang sangat banyak. “Kami juga agak kesulitan karena banyak sekali dan kemudian untuk pengawasan tenaga kerja ini juga menjadi satu,” tandas Ahmed lagi.
“Jadi harusnya itu ada self assessment dari setiap industri. Jangan melanggar.”
Baca juga:
- Ledakan Maut Gudang Petasan di Tangerang Bikin Panik Warga
- Keluarga Korban Ledakan Pabrik Mercon Kesulitan Cari Kerabatnya
- Pemkab Tangerang Usut Pekerja Anak di Pabrik Mercon yang Meledak
Persoalan keselamatan kerja sudah diatur dalam Undang-undang Perindustrian Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian Pasal 101 ayat (6) butir (b). Di sana dituliskan bahwa perusahaan industri yang telah memperoleh izin operasi harus menjamin keamanan dan keselamatan alat, proses, hasil produksi, penyimpanan, serta pengangkutan.
Zaki mengakui perusahaan mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Namun, ia menolak bertanggung jawab. Sebab menurutnya hal itu semestinya menjadi urusan perusahaan. “Tapi pelanggaran-pelanggaran seperti ini memang agak sulit karena memang di dalam industri atau kawasan ini sendiri inilah yang harus menjadi tanggung jawab para pemilik industrinya termasuk jajaran direksi,” katanya.
“Saya lihat di RSUD Tangerang ada yang 15 tahun, ada yang 16 tahun.”
Pengawasan terhadap pelanggaran seperti mempekerjakan anak di bawah umur sebenarnya tidak bisa dibebankan kepada pemilik pabrik. Dalam UU Nomor 3/2014 tentang Perindustrian, Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa perusahaan industri harus mempekerjakan karyawan yang sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Perkara SKKNI ini tidak bisa bertentangan dengan aturan UU Tenaga Kerja Pasal 69 ayat (1) UU Nomor 13/2003 yang melarang anak usia 13-15 tahun bekerja yang bisa menghambat perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial anak.
Baca juga:
- Menaker: Usut Tuntas Kasus Kecelakaan Kerja di Gudang Mercon
- Posko Pengaduan Korban Gudang Petasan Aktif di RS Polri Kramatjati
- Biaya Pengobatan Korban Ledakan Pabrik Mercon Ditanggung Jamkesda
Sampai sekarang, sedikitnya ada dua kebakaran yang pernah terjadi pada medio 2017 ini, yakni di pabrik karton dan pabrik plastik kawasan Kosambi. Zaki berjanji pihaknya akan menyisir dan mengumpulkan pengelola perusahaan guna memeriksa keamanan dan keselamatan agar tidak terjadi kecelakaan yang serupa. “Pemerintah daerah hari besok (Jumat, 27/10), kita akan rapat Dinas Perindustrian Perijinan kemudian tenaga kerja dan lingkungan hidup, untuk mendata pabrik atau industri yang memang rawan terhadap kecelakaan-kecelakaan kerja seperti ini,” ungkapnya.
Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri menginstruksikan jajarannya mengusut tuntas kasus ini. "Kalau memperhatikan dahsyatnya kejadian, serta banyak korban meninggal dan luka karena tak dapat menyelamatkan diri, diduga kuat ada pelanggaran Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Kasus ini harus diusut tuntas," kata Hanif.
Berdasarkan temuan di lapangan, terutama fakta bahwa banyaknya korban berjatuhan dan kondisi pintu gerbang pabrik yang selalu terkunci, Hanif menduga kuat perusahaan tidak memiliki Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagaimana yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Salah satu ketentuan yang diatur dalam SMK3 adalah perusahaan harus mampu menanggulangi kebakaran, serta menyediakan akses jika terjadi kondisi kegawatdaruratan. "Jika memang terjadi pelanggaran K3, pihak perusahaan harus bertanggung jawab, dan dikenai sanksi," kata Menaker.
Adapun pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengusutan adalah Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3).
Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah, Hanif mengatakan bahwa pihaknya akan menjamin hak-hak korban, baik hak bagi ahli waris, hak pengobatan bagi mereka terluka, serta hak-hak lainnya.
Sekitar pukul 21.50, Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPPK dan K3) Sugeng Priyanto menyambangi lokasi kejadian. Ia menyatakan pihaknya akan serius bekerjasama dengan kepolisian menangani kasus ledakan yang menewaskan 47 orang dan 46 lainnya luka parah.
Mantan Kapolda Bali ini menjelaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan akan meneliti soal batasan usia dan aspek keselamatan. “Apakah sudah menyiapkan pintu-pintu evakuasi manakala terjadinya musibah seperti ini?” katanya.
Ia juga berjanji akan mengecek izin usaha yang diberikan oleh pemerintah daerah – Bupati. Dalam keterangannya, seharusnya pembangunan pabrik bisa mempertimbangkan keberadaan sekolah yang letaknya begitu dekat. “Itu akan kami cek izin usahanya, tentu saja logikanya pada saat diterbitkan izin usaha, pihak pemberi izin sudah cek lokasi dan seterusnya. Itu akan kami sinkronkan dengan pemerintah penerbit izin. Semua akan kami cek,” janji Sugeng
Hingga sekarang, kepolisian masih belum bisa menentukan siapa pihak yang dianggap bertanggung jawab atas kejadian ini. Polda Metro Jaya sudah memanggil penanggung jawab pekerja yang mendata para anggotanya di hari ledakan terjadi. Polda Metro jaya rencananya juga memintai keterangan pemilik pabrik.
Baca juga:
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar