Menuju konten utama

Lebih dari Aksesori, Handbag Juga Identitas & Simbol Perlawanan

Bagi Rosa Parks, Putri Diana, dan Margaret Thatcher, memakai handbag atau tas tangan bukan sekadar untuk aksesori gaya-gayaan.

Lebih dari Aksesori, Handbag Juga Identitas & Simbol Perlawanan
Header diajeng Tas Tangan Simbol Perlawanan. tirto.id/Quita

tirto.id - Mengenakan outfit serba hitam dipadu dengan kacamata dari brand Paul Smith, Miranda Priestly melangkah tegap menuju gedung majalah Runway.

Karyawan-karyawannya berhamburan panik kembali ke posisi masing-masing, memastikan mereka sudah siap saat sang bos datang.

Sementara itu, penonton The Devil Wears Prada (2006) langsung merasakan betapa digdaya dan intimidatifnya Miranda (diperankan oleh Meryl Streep) dengan satu shoot ikonik: ia berjalan sembari menenteng tas tangan atau handbag Prada Spazzolato dari bahan kulit berwarna silver yang langka.

Menyampirkan handbag dengan emblem Milano Prada di tangan kanan menunjukkan kontras nyata antara Miranda dengan kerumunan orang-orang biasa yang lalu lalang di depan gedung kantor.

Pengambilan gambar tersebut merupakan penegasan siapa Miranda dan seberapa besar kekuasaan yang ia miliki di Runway.

Seperti adegan film tersebut, tas tangan digunakan oleh sejumlah kalangan berpengaruh bukan hanya sebagai upaya untuk pamer. Tas tangan acap kali menjadi bagian dari political statement—pernyataan politis—si pemakainya.

Dalam penelusuran Hampshire Culture, sebelum celana berkantong muncul pada abad ke-17, tas tangan lebih umum digunakan oleh laki-laki sebagai wadah tembakau.

Perubahan signifikan terjadi sepanjang abad ke-18 dan 19 saat gaun perempuan semakin ringan dan lebih ketat dari sebelumnya.

Dalam mode yang dikenal sebagai Neoclassical dan Regency, nyaris mustahil untuk menambahkan kantong di dalam gaun.

Sejak itu, penggunaan handbag yang berbentuk tas serut menjadi populer. Tas kecil yang disebut reticule ini digunakan untuk menyimpan kipas, kaca kecil, dan kartu dansa.

Tren gaun ala abad 18 dan 19 diadopsi oleh serial Bridgerton dari Netflix. Pada musim kedua serial, penonton dimanjakan oleh fashion cantik Kate dan Edwina Sharma yang mengenakan gaun menawan dipadu tas tangan kecil.

Sehabags mencatat, ketika tren rok lebar dan menggembung mulai dikenakan oleh kalangan bangsawan, tas tangan mungil seperti reticule semakin tenggelam dan kurang menonjol.

Tas tangan dengan ukuran besar pun dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan kalangan atas.

Sementara itu, rakyat biasa lebih memilih satchel alias tas selempang untuk pemakaian sehari-hari.

Perbedaan pilihan tas yang dikenakan oleh rakyat biasa versus bangsawan mengindikasikan bahwa handbag dikenakan bukan semata untuk kepraktisan. Terdapat kebutuhan beberapa kelompok untuk menegaskan status sosial yang disimbolkan lewat tas tangan.

Memasuki era modern, handbag menjadi semakin populer. Ketika politik masih kental dengan nuansa maskulin, sederet politikus perempuan mengenakan handbag sebagai "senjata".

Handbag as a political statement bukan omong kosong, sejarah mencatat hal ini.

Margaret Thatcher adalah Perdana Menteri Inggris perempuan pertama (1979-1990) yang memopulerkan penggunaan tas tangan di kalangan politikus.

Victoria Moss dalam tulisannya di Vogue mengulas hobi Thatcher menenteng handbag yang membuat jeri para bawahannya.

Dalam pengamatan biasa, tas tangan Thatcher mungkin dengan mudah dianggap hanya sebagai sarana untuk membawa barang-barang sepele atau sekadar gaya-gayaan.

Faktanya jauh dari itu. Setiap pidato penting yang akan disampaikan oleh Thatcher harus dicetak dalam ukuran yang pas agar bisa diselipkan ke dalam handbag dengan mudah.

Dalam rapat-rapat kabinet, sang Perdana Menteri akan mengeluarkan kertas lusuh dari handbag yang berisi saran maupun instruksi.

"Ketika ini terjadi, sekretaris kabinet menjadi pucat, bahkan para menteri menghindari pandangan dengan menatap langit-langit atap. Rahasia umum bahwa banyak menteri mengutuk isi handbag biru yang malang itu," catat Moss.

Temuan Moss dikuatkan dengan beberapa kesaksian dari orang-orang terdekatnya saat masih menjabat.

"Ketika negosiasi menemui jalan buntu, ia pasti mengeluarkan handbag-nya! Semua solusi ada di situ, tertulis dalam kertas kecil," cerita James Baker, mantan sekretaris luar negeri AS, mengutip dari BBC.

"Aku lebih khawatir dengan isi handbag-nya. Kadang dokumen rahasia tingkat tinggi akan menghilang ke dalam handbag dan tiba-tiba saja keluar jadi kebijakan resmi," begitu pengakuan Robert Armstrong, mantan sekretaris kabinet.

Thatcher dengan tasnya sampai memunculkan istilah baru, to be handbagged. Mereka yang terkena handbagged berarti masuk dalam kelompok yang tidak disukai oleh Thatcher.

Begitu juga dengan tren cleavage bag yang dipopulerkan oleh Diana Spencer. Menggunakan handbag untuk menutupi area dada adalah political statement yang dibuat oleh Lady Di usai bercerai dengan Charles.

Saat masih menjadi bagian dari keluarga Kerajaan Inggris, Lady Diana harus mengikuti sejumlah aturan ketat. Salah satunya adalah larangan mengenakan gaun yang dianggap terlalu terbuka menurut aturan kerajaan.

Maka, cleavage bag menjadi penanda kebebasan Lady Diana, lambang bahwa ia tidak lagi terikat aturan rumit yang mengekang.

Lebih jauh, handbag ternyata juga mampu tampil sebagai bentuk perlawanan. Rosa Parks, aktivis hak asasi manusia dari Amerika Serikat, membuktikan hal tersebut.

Membawa tas tangan adalah political statement dari Parks dan aktivis kulit hitam lain bahwa mereka adalah perempuan-perempuan terhormat.

"Dengan sadar, mereka menggunakan tas tangan sebagai kekuatan untuk menghadapi pelecehan dan penyerangan saat mereka menaiki umum, menghadiri acara politik, melakukan aksi duduk di restoran, dan mencoba untuk berkontribusi dalam pemilu," catat Kathleen B. Casey di Literary Hubtentang aksi Parks dan kawan-kawan.

Rosa Parks sempat diusir ketika memaksa duduk di kompartemen bus yang dikhususkan untuk orang-orang kulit putih.

Menolak untuk patuh, ia pun berpikir cepat, menjatuhkan tas kecil di kursi yang saat itu dilarang untuknya, kemudian duduk begitu saja meskipun sopir bus telah menyuruhnya untuk duduk di barisan kursi belakang.

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Erika Rizqi

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Erika Rizqi
Penulis: Erika Rizqi
Editor: Sekar Kinasih