tirto.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua meminta kasus penyiksaan yang dilakukan prajurit TNI kepada seorang warga sipil Papua di Kabupaten Puncak, Papua Pegunungan, untuk segera diproses hukum.
Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, menuturkan, Kapuspen TNI Mayjen Nugraha Gumilar telah mengakui bahwa aksi di Kabupaten Puncak dilakukan oleh prajurit TNI.
"Ia [Nugraha] mengatakan, warga [korban penganiayaan] diduga anggota TPNPB-OPM itu bernama Definus Kogoya," katanya dalam keterangan yang diterima, Minggu (24/3/2024).
Menurut Emanuel, penyiksaan yang terjadi melanggar ketentuan dalam Pasal 33 Ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu, ia berharap Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) bisa turut melakukan penyelidikan atas penyiksaan tersebut.
LBH Papua juga mendesak Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI untuk segera memproses hukum prajurit TNI yang terlibat penyiksaan itu.
"[Meminta] Panglima TNI segera proses hukum oknum TNI pelaku dugaan tindak pidana pengeroyokan," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, penyiksaan dilakukan karena korban dituduh berafiliasi dengan kelompok bersenjata.
Menurut Julius, korban dianggap mengancam stabilitas negara dan para pelaku yang merupakan anggota militer aktif sedang melakukan upaya pengamanan.
"Berdasarkan pemantauan tahunan rutin yang dilakukan oleh PBHI, kami menyimpulkan situasi gangguan keamanan yang dikeluhkan di Papua merupakan hasil produksi rekayasa negara yang dilakukan melalui aktor TNI dan Polri," urainya.
"Pendekatan sekuritisasi dengan tindakan represif yang sarat akan kekerasan dan seringkali berujung memakan korban jiwa terus dilakukan negara," imbuh dia.
Julius menyebutkan, personel TNI yang menjadi pelaku pengeroyokan biasanya hanya akan menjalani peradilan militer yang tertutup. Pelaku kemudian bakal dijatuhi vonis hukum yang ringan.
Hal ini lantas tak memberikan keadilan kepada korban. Kata Julius, peradilan militer memang tidak dapat diandalkan sejak reformasi.
"Memang pada akhirnya [peradilan militer] menjadi sarang impunitas dan justifikasi bahwa yang dilakukan pelaku merupakan suatu tugas negara sebagai anggota militer aktif dan dimaklumi," tuturnya.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Bayu Septianto