tirto.id - Yohan Misero, advokat publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, mengatakan "narkoba jenis baru" merupakan istilah yang salah kaprah di Indonesia. Sebab, zat-zat tersebut sudah ada lebih dahulu ketimbang peraturannya.
“Sebab narkotika itu tidak diatur dalam undang-undang narkotika Indonesia, padahal banyak zat itu sudah lebih dahulu ada ketimbang peraturan,” ujar dia di diskusi buku ‘Anomali Kebijakan Narkotika’ di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).
Ia mencontohkan magic mushroom yang mengandung psilocybin, psilocin, dan baeocystin yang dianggap jenis baru karena belum diatur dalam undang-undang.
“Itu dianggap jenis baru lantaran belum diatur dalam undang-undang, tapi ada designer drug yang memang dibuat untuk diperdagangkan, karena zatnya belum diatur,” sambung dia.
Jika nama kimia dari narkoba itu belum terdaftar, maka dengan mudah dapat diedarkan. Alasan zat itu lambat masuk dalam daftar, lanjut Yohan, sebab pembuat regulasi harus hati-hati.
“Wajar saja zat itu lama [teregistrasi] karena harus diteliti terlebih dahulu. Perlu dipertimbangkan golongan zat. Kalau buru-buru, maka seperti situasi saat ini yaitu narkotika jenis baru termasuk Golongan 1. Tanpa pertimbangan,” jelas dia.
Pemerintah perlu memperhatikan penggolongan zat tersebut. Di Indonesia, ujar Yohan, banyak pengguna narkotika sehingga mengakali zat itu agar bisa dikonsumsi.
“Jawabannya bukan memasukkan zat baru ke Golongan 1, tapi sebaiknya mengurangi atau menghilangkan sanksi kejahatan terhadap pengguna narkotika,” terang Yohan.
Cara itu ia anggap lebih efektif lantaran pemerintah dengan mudah dapat berkomunikasi dengan komunitas pengguna narkoba lebih mudah.
‘Diajak ngopi’, lanjut Yohan, membuat para pengguna lebih mudah menceritakan soal perkara tersebut. Termasuk zat baru serta pencegahan peredaran narkoba juga penting.
Yohan menyatakan belum ada penelitian medis soal zat baru oleh Kementerian Kesehatan.
“Mestinya ada penelitian lebih dahulu, bukan merespons secara legalistik,” kata dia.
Kasus narkotika jenis baru pernah melibatkan artis Raffi Ahmad pada tahun 2013. Ketika itu ia kedapatan mengonsumsi narkoba jenis chatinone yang mengandung methylenedioxymethcathinone (methylone).
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dipna Videlia Putsanra