tirto.id - Setelah berjeda setahun lebih pasca Alibaba menguasai mayoritas saham Lazada Group SA, kini perusahaan e-commerce Cina itu kembali membuat kehebohan. Alibaba menyuntikkan dana segar kepada Tokopedia.
Kabar tentang suntikan dana Alibaba ke Tokopedia sudah beredar sepekan sebelum sang founder dan CEO, William Tanuwijaya mengumumkan secara resmi kemarin (17/8). Sebelumnya William masih enggan memberi keterangan yang jelas soal kabar tersebut.
“Enggak benar itu, bisa-bisanya teman-teman wartawan aja. Nanti hadir ya saat ulang tahun Tokopedia, di sana akan kami jelaskan semuanya,” ujar William saat ditanya tentang kabar suntikan dana pada Rabu pekan lalu (9/8).
Pada Kamis, 17 Agustus 2017, tepat diulang tahun ke-8, William mengakui adanya investasi tersebut. “Saya mengumumkan Tokopedia telah menandatangani kesepakatan menerima tawaran investasi baru," kata William membuka acara.
Pinangan investasi baru disodorkan oleh Alibaba Group senilai $1,1 miliar atau setara Rp14 triliun. Angka tersebut lebih besar dari nilai yang disuntikkan Alibaba ke Lazada tahun lalu, yakni $1 miliar. Suntikan Alibaba di bisnis e-commerce pada tahun ini bukan kali pertama, pada awal Juli 2017 mereka juga menambah suntikan modal ke Lazada sebesar $1 miliar.
Nilai $1,1 miliar jelas jumlah yang sangat besar, tapi investasi itu tak lantas menjadikan Alibaba sebagai pemegang saham mayoritas di Tokopedia seperti dalam aksi akuisisi Alibaba terhadap Lazada. William mengatakan bahwa investasi tersebut hanya menjadikan Alibaba sebagai pemegang saham minoritas. Sayangnya, William enggan menyebutkan berapa proporsinya.
Dana investasi baru itu akan dipakai Tokopedia untuk membangun pusat riset yang lebih besar di Indonesia. William berjanji akan meningkatkan skala dan kualitas pelayanan Tokopedia kepada para penggunanya, sekaligus mempermudah para penjual dan para mitra Tokopedia untuk mengembangkan usahanya ke seluruh pelosok negeri bahkan hingga ke penjuru dunia.
"Kami percaya bahwa kemitraan ini akan mempercepat terwujudnya misi kami dalam menggerakkan pemerataan ekonomi secara digital," ujar William.
Alibaba Group pun memberi keterangan tentang investasi itu. CEO Alibaba Group Daniel Zhang menyatakan Alibaba memiliki kesamaan visi dengan Tokopedia dalam membantu pengusaha-pengusaha kecil.
Tokopedia dan Lazada adalah dua jenis e-commerce yang berbeda. Model bisnis Tokopedia adalah e-commerce customer to customer (C2C). Setiap orang bisa memiliki akun dan berperan sebagai penjual atau pembeli, atau keduanya sekaligus. Berbeda dengan OLX yang menyerahkan proses pembayaran kepada penjual dan pembeli, Tokopedia memfasilitasi transaksi uang secara online. Ia menjamin bahwa barang dari penjual benar-benar dikirimkan kepada pembeli.
Penjual hanya akan menerima uang pembayaran setelah barang diterima oleh pembeli. Selama barang belum sampai, uang akan disimpan di rekening pihak ketiga. Apabila transaksi gagal, maka uang akan dikembalikan ke tangan pembeli. Tokopedia adalah C2C terbesar di Indonesia dengan jumlah pengunjung rata-rata per bulan menurut iPrice mencapai 50,66 juta. Data itu diambil sejak April hingga Juni tahun ini.
Sementara itu, model bisnis Lazada adalah toko online jenis business to customer (B2C). Ia memiliki stok sendiri dan menjualnya secara online kepada pembeli. Selain Lazada, ada beberapa B2C di Indonesia seperti BerryBenka, Bhinneka, dan Bilna. Namun, Lazada jadi yang terbesar. Menurut iPrice, jumlah pengunjung Lazada mencapai 58,33 juta per bulan.
Tokopedia maupun Lazada juga selalu berada di posisi kedua teratas e-commerce yang paling banyak dikunjungi. Follower akun media sosial dua platform ini juga paling banyak dibandingkan e-commerce lain.
Suntikan Alibaba kedua platforme-commerce itu jelas memperkuat cengkeraman di pasar Indonesia, negara dengan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara.
Asia Tenggara bakal menjadi kunci pertarungan para pemain e-commerce global. Tahun lalu, Frost and Sullivan memperkirakan bisnis B2C di Asia Tenggara akan tumbuh dari $11 miliar di 2015 menjadi $25 miliar di 2020 atau rata-rata tumbuh 17 persen per tahun.
Pasar e-commerce Asia Tenggara tak terpisahkan dari Asia Pasifik yang merupakan kawasan dengan pertumbuhan B2C tercepat dan kue e-commerce yang besar di dunia. Kawasan ini ditaksir hampir menguasai 50 persen pangsa pasar ec-commerce dunia pada 2021.
Mengapa Alibaba Bidik Indonesia?
Alibaba memang tampak selalu mengincar pasar-pasar gemuk. Selain Indonesia, ia juga masuk ke India. Alibaba sudah mengumumkan kantor pertamanya di Mumbai. Ia juga menyewa perkantoran di Bengaluru, yang bisa disebut sebagai Silicon Valley-nya India.
Baca juga: Pertarungan Sengit Alibaba Melawan Amazon
Indonesia jelas adalah pasar yang juga gemuk di pasar e-commerce Asia Tenggara. Berdasarkan data dari penelitian bertajuk “The Oportunity of Indonesia” yang digagas oleh TEMASEK dan Google, pertumbuhan e-commerce Indonesia meningkat seiring dengan tumbuhnya penggunaan internet. Pada 2015, terdapat 92 juta pengguna internet di Indonesia. Pada 2020 mendatang, diprediksi pengguna internet Indonesia akan meningkat menjadi 215 juta pengguna.
Dari angka total pengguna internet tersebut, pada 2015, terdapat 18 juta orang pembeli online di Indonesia. Pada 2025 mendatang, 119 juta orang diprediksi menjadi pembeli online di Indonesia. Sehingga tak heran, peningkatan tersebut akan mengangkat nilai pasar e-commerce Indonesia. TEMASEK dan Google memprediksi bahwa nilai pasar e-commerce Indonesia akan mencapai angka $81 miliar pada 2025.
Selain itu, penelitian yang digagas TEMASEK dan Google itu juga memprediksi bahwa Indonesia akan menjadi pemain dominan dalam percaturan e-commerce terutama di kawasan Asia Tenggara. Pada 2015 lalu, Indonesia hanya menyumbang porsi 31 persen pada dunia e-commerce kawasan Asia Tenggara. Namun, pada 2025 mendatang, Indonesia akan mengambil porsi hingga 52 persen pada dunia e-commerce Asia Tenggara. Indonesia ialah wilayah yang memiliki potensi sangat baik untuk bisnis e-commerce.
Dari riset Google itu, masuknya Alibaba ke Indonesia jelas sebagai pilihan tepat. Apalagi jika perusahaan asal Cina itu mau bersaing dengan Amazon di pasar Asia hingga pasar dunia. Pilihan memperkuat cengkeraman di pasar gemuk terutama dengan mengcengkeram Lazada dan Tokopedia tentu pilihan yang logis. Ini karena Alibaba menyiapkan kuku yang kuat sebelum datangnya pesaing dari Amazon..
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Suhendra